Inspiratif! Di PHK Saat Pandemi Covid-19, Choirul Kini Sukses Jadi Eksportir Ubi Madu

Muhammad Choirul Umam, warga Dusun Belon, Desa Ngepanrejo, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang yang sukses menjadi petani dan eksportir ubi madu. (Foto: Tangkapan layar akun YouTube CapCapung Channel)

Magelang (Sigi Jateng) – Pandemi Covid-19 tidak membuat Muhammad Choirul Umam pria asal Dusun Belon, Desa Ngepanrejo, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang patah semangat. Pria yang mengalami nasib di PHK dari tempat awal bekerja ini justru alih profesi sebagai petani dan sukses menjadi eksportir ubi madu. 

“Dulu awal-awal terkena pandemi, banyak orang yang dikeluarkan dari perusahaan. Mungkin mereka stres, saya pun awalnya stres, tapi kalau kita terlalu stres, kita nggak nggak bakal maju, nggak ada perubahan,” kata Muhammad Choirul Umam dikutip dari akun YouTube CapCapung, Kamis (20/1/2022). 

Setelah alih profesi menjadi petani, dirinya sangat senang. Sebab ketika di sawah, dirinya makan apa saja rasanya enak. Selain itu juga tidak ada yang mengatur jika sewaktu waktu ingin istirahat. Menjadi petani, yang mengatur waktu adalah diri sendiri.

Saat terjun ke dunia pertanian, Muhammad Choirul Umam memilih menjadi petani sayuran tanaman holtikultura, dan umbi umbian. Sedangkan yang paling ditekankan adalah pertanian umbi umbian dengan menanam ubi madu. Bahkan hasil panen ubi madu kini bisa diekspor ke Singapura dan Korea melalui agro expo. 

Choirul menceritakan, ketika awal pandemi Maret 2020 lalu, dirinya bekerja di perusahaan di Jakarta. Saat pandemi dirinya terkena dampak dan terkena PHK karena kantor yang tidak bisa beroperasi.  Dirinya lalu pulang ke kampung halaman di Magelang dan tertarik dengan dunia pertanian.

Baginya, dunia pertanian sangat menarik karena bisa menyediakan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia, dan potensi dari tanaman umbi juga sangat bagus.  Sebab bisa menggantikan bahan pokok seperti nasi dan diekspor. “Awalnya saya mengetahui kalau orang Jepang, Korea, dan Singapura mengonsumsi ubi itu dari YouTube, internet dan sosial media,” katanya.

Setelah ngobrol dengan temannya yang memiliki pengalaman ekspor ubi, dirinya tertarik menanam ubi dan diekspor sendiri. Awal bertanam, dirinya belajar dari petani setempat, serta sosial media.  Baginya, pengaruh sosial media apabila digunakan secara positif bakal sangat berguna. Saat ini, lahan yang dikelola untuk ditanami ubi madu luasnya sekitar 3 hektare.

Dirinya juga menanam cabai dan sayur holtikultura. Hasil panen cabai dikirim ke daerah Sumatera, dan sayuran dijual ke konsumen door to door, dan pengepul.  Para petani di desanya turut tertarik menanam ubi dan bermitra dengan dirinya karena potensinya sangat menjanjikan.

Sebab hasil panen bisa diekspor sendiri ke Singapura. Kerja sama dengan petani menggunakan sistem bagi hasil. Para petani sangat berminat karena mereka bisa sambil melakukan pekerjaan lain. Mereka tinggal terima beres, karena lahan dirinya yang mengerjakan. 

Dikatakannya, perawatan ubi madu sangat mudah karena dari tahap pengolahan lahan ditraktor, dicangkul, dan penanaman. Setelah 1 bulan, selanjutnya dilakukan pendangiran, yakni membalikkan tanaman agar tidak merambat ke yang lain. 

Tanaman ubi madu tidak menggunakan pupuk kimia. Sebab tanah merupakan bekas tanaman padi, sehingga banyak jeraminya yang bisa menjadi pupuk yang kandungannya mencukupi untuk kebutuhan tanah.

Untuk hama tanaman ubi madu terhitung tidak ada. Sebab tanaman ini bisa mematikan tumbuhan lain, seperti ilalang, dan rumput rumputan. Masa panen ubi madu membutuhkan waktu 3,5 bulan karena yang dibutuhkan adalah spekta yang ukurannya 1 kilogram isi 3-4. 

“Kalau terlalu besar jualnya malah susah, paling ke pasar lokal, tukang keripik atau gorengan,” katanya. 

Untuk kepentingan ekspor, maka harus mengikuti spesifikasi dari buyer, yakni 1 kilogram isi 3-4.  Untuk 1 hektare bisa mendapatkan 24 ton ubi madu. Ubi madu yang diekspor diharga Rp10.000 per kilogram. Dari 24 ton, yang lolos ekspor sekitar 10 ton. “Jika dikalikan Rp10.000, maka bisa mendapatkan Rp100 juta. Jadi petani itu nggak miskin kalua dikelola benar benar,” tuturnya.  

Sebelum menanam, diharapkan petani mengetahui pasarnya dahulu. “Saya awalnya dulu lobi lobi ke eksportir, komiditi apa yang bisa diekspor,” katanya. 

Untuk menanam ubi madu seluas 1 hektare, dana yang dibutuhkan sekitar Rp12 juta. Rinciannya untuk biaya traktor Rp600.000, mencangkul Rp4 juta, dan biaya tanam dan bibit Rp2 juta, pendangiran Rp4 juta. (Dye)

Berita Terbaru:

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini