Bolehkah Pakai Aplikasi Digital untuk Menentukan Waktu Shalat? Begini Kata Buya Yahya

Bolehkah Pakai Aplikasi Digital untuk Menentukan Waktu Shalat? Begini Kata Buya Yahya (foto: YouTube Al-Bahjah TV)

SIGIJATENG.ID – Shalat merupakan suatu ibadah yang diperintahkan oleh Allah SWT kepada umat Islam. Umat Islam wajib menjalankan Shalat fardhu sebanyak 5 kali setiap harinya.

Seiring berkembangnya teknologi digital saat ini, penentuan masuknya waktu shalat bisa dilihat melalui aplikasi digital. Namun, ada kalanya hasil penentuan waktu shalat dari aplikasi digital ini tidak sama seperti yang ada di dunia nyata.

Hal ini lantas menjadi pertanyaan oleh sebagian orang, termasuk salah satu jamaah ini yang mempertanyakan bagaimana hukum mengikuti aplikasi digital untuk menentukan waktu shalat.

Melalui salah satu, kajian yang diunggah di kanal YouTube Al-Bahjah TV, seorang jamaah bertanya kepada Buya perihal itu.

“Saya tinggal di pedesaan banyak pepohonan Buya. Pada waktu subuh, saya menggunakan aplikasi digital untuk menentukan waktu shalat. Kemudian, ada keluarga saya yang baru shalat padahal di aplikasi digital itu sudah habis waktunya. Sedangkan kalau di dunia nyata belum Buya. Nah itu harus ikut mana Buya? apakah di dunia nyata apa ikut aplikasi digital itu?” tanya jamaah tersebut, dikutip SIGI JATENG, Kamis (12/1/23).

Menanggapi pertanyaan tersebut, jauh sebelum ada Aplikasi Digital, diterangkan Buya Yahya sejak dahulu mengetahui waktu shalat tidak menggunakan alat apapun atau secara alami.

Penentuan langsung atau secara alami itu, Buya Yahya mengatakan dilakukan para ulama berdasarkan terbit dan terbenamnya matahari.

Buya Yahya menjelaskan pada mulanya untuk mengetahui waktu shalat tidak menggunakan alat, semuanya alami.

“Dan itu pasti, tak perlu ragu, melihat matahari sudah kencang di atas kepala Anda, Anda menoleh kiri atau kanan atau tergelincir sudah masuk waktu Zhuhur,” jelas Buya Yahya.

Kemudian, yang memerlukan penjelasan adalah di kala terbit dan tenggelamnya matahari. Terbenamnya matahari adalah masuk waktu maghrib.

Namun menurut para ulama, penentuan terbenamnya matahari harus dilakukan di tanah datar atau lapang, misalnya lautan.

“Maka jika terbit matahari itulah terbit sesungguhnya, jika terbenam matahari itulah terbenam sesungguhnya,” kata Buya Yahya.

Seandainya penentuan terbenamnya matahari dilakukan di atas bukit, maka pukul 16.00 Wita sudah bisa dikatakan buka puasa karena matahari sudah terlihat terbenam.

Ini karena ukuran terbenam, bukan terbenam di penglihatan orang yang berada di suatu daerah yang tidak datar seperti gunung atau bukit, akan tetapi sesuai pemahaman para ulama yakni di tanah hampar yang tidak bergunung dan berpohon lalu terbenam matahari itu yang dipatuhi untuk berbuka puasa.

Matahari kalau sudah muncul atau terbit di tanah hampar itu, maka berakhirlah waktu subuh.

“Pada aplikasi digital itu menunjukkan hal itu, kalau misalnya Anda tinggal di daerah pegunungan atau daerah yang banyak pohon maka bisa pakai aplikasi saja,” terang Buya Yahya.

Lebih lanjut, Buya Yahya mengatakan aplikasi digital tersebut adalah pengembangan ilmu yang ada di saat ini yang boleh diikuti.

Waktu masuk dan keluar shalat bagi yang tidak melihat langsung karena kondisi alam, maka dengan ijtihad atau berusaha dengan ilmu yang dimiliki termasuk aplikasi digital.

Jika aplikasi bertentangan dengan alam, misalnya matahari sudah tergelincir namun di aplikasi masih belum menunjukkan waktu shalat maka aplikasi tersebut salah.

“Aplikasi sama halnya dengan kompas dalam penentuan ka’bah, yang mana digunakan di daerah yang jauh dari ka’bah, namun jika kompasnya sudah di depan ka’bah namun justru menunjukkan posisi yang miring berbeda dengan ka’bah, maka jangan diikuti,” pungkas Buya Yahya.

Baca Berita Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini