Pupuk Kembali Langka, Repdem Jateng Tuntut Pemerintah Cari Solusi

Ketua Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Jawa Tengah, Muhammad Fadlil Kirom. (Foto. Mushonifin/sigijateng.id)

SEMARANG (Sigi Jateng) – Ketua Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Jawa Tengah, Muhammad Fadlil Kirom menyoroti kelangkaan pupuk yang terjadi belakangan ini. 

Sayap organisasi Partai Demokrasi Indonesian Perjuangan (PDIP) itu mendasarkan pada data Kementerian Pertanian (Kementan) RI yang merilis data alokasi pupuk bersubsidi pada tahun 2022 hanya sekitar 37-42 persen dari total kebutuhan petani. 

“Berdasarkan data kementan, alokasi pupuk bersubsidi pada tahun 2022 hanya sekitar 37 – 42 persen dari total kebutuhan petani di Indonesia,” ujar pria yang akrab disapa Padil ini pada Senin (14/11/2022).

Bersasarkan Peraturan Kementerian Pertanian (Permentan) No 10 tahun 2022, Kementan hanya mensubsidi 9 komoditas, yakni padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kopi dan kakao. 

Dalam kebijakan baru tersebut, jika semula subsidi untuk lima jenis pupuk, tahun ini hanya subsidi untuk jenis pupuk urea dan ZA dengan harga eceran tertinggi (HET) 2.250 rupiah perkilogram untuk pupuk urea dan 1.700 rupiah perkilogram untuk pupuk ZA. 

“Tentu saja di lapangan masih banyak ditemukan situasi harga diatas Harga Eceran Tertinggi (HET) dan sasaran yang tidak tepat,” jelasnya. 

Mengenai harga, berdasarkan pengamatan Padil, masih ada saja pengecer yang tergiur untuk mencari keuntungan. Dalam hal ini, Padil menyarankan agar perlu pengawasan secara rutin di lapangan. 

“Ada baiknya pemerintah mencontoh pelaksanaan Bantuan Pangan Non Tunai (sembako) yang dilakukan tidak melalui pengecer,” tandasnya.

Padil juga menyoroti pendataan kartu tani yang belum sempurna juga masih menjadi kendala di lapangan. Masih banyak petani yang belum terdata. 

“Dalam hal ini perlu adanya perbaikan mengenai data petani pemilik, penyewa dan penggarap. Simpang siurnya (ketidakvalidan) data tentu saja berdampak merugikan petani,” katanya.

Dengan adanya pembatasan pupuk bersubsidi, ujar Padil, pemerintah perlu secara lebih serius melakukan berbagai pendidikan bagi petani untuk membangun kemandirian pupuk. 

“Petani harus dilatih untuk membuat pupuk organik dengan memanfaatkan bahan yang ada disekitarnya. Jangan sampai adanya pembatasan pupuk bersubsidi menurunkan produktifitas lahan yang berdampak negatif kepada ketahanan pangan nasional,” ujarnya.

“Dalam hal ini pemerintah perlu mengajak berbagai organisasi petani untuk melakukan pengawasan pupuk bersubsidi, melakukan berbagai pelatihan bagi petani. Peran perguruan tinggi juga dibutuhkan untuk melakukan riset pupuk dan pola distribusi pupuk subsidi yang efektif,” tutupnya. (Mushonifin) 

Berita Terbaru:

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini