Awas! Begini Upaya Pencegahan Penularan HIV/AIDS Pada Anak

Ilustrasi (foto rs.ui.ac.id)

SIGIJATENG.ID – HIV (human immunodeficiency virus) merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS (acquired immune deficiency syndrome) merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV. Selama tahun 2021 terdapat 2.485.430 ibu hamil yang diperiksa HIV di Indonesia.

Dari pemeriksaan tersebut didapatkan 4.455 (0,18%) ibu hamil yang positif HIV. Provinsi dengan persentase ibu hamil yang positif HIV tertinggi adalah Provinsi Maluku Utara sebesar 1,52 %, Papua sebesar 1,25 % dan Maluku sebesar 0,91%.

Program pelayanan kesehatan untuk mencegah penularan HIV dari ibu hamil terinfeksi HIV kepada bayi yang dikandung mencakup kegiatan sebagai berikut:

• Layanan antenatal care (ANC) terpadu termasuk penawaran dan tes HIV pada ibu hamil. Membuka akses bagi ibu hamil untuk mengetahui status HIV, sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan penularan dan pemberian terapi sedini mungkin

• Diagnosis HIV pada ibu hamil: Pemeriksaan diagnostik infeksi HIV pada ibu hamil yang dilakukan di Indonesia umumnya adalah pemeriksaan mendeteksi antibody dalam darah (pemeriksaan serologis) dengan menggunakan tes cepat (rapid test HIV) atau metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA).

• Pemberian terapi antivirus (antiretroviral)/ ARV pada ibu hamil: Semua ibu hamil dengan HIV harus mendapat terapi ARV, karena kehamilan sendiri merupakan indikasi pemberian ARV yang dilanjutkan seumur hidup. Terapi kombinasi ARV harus menggunakan dosis dan jadwal yang tepat

• Persalinan yang aman: Beberapa hasil penelitian telah membuktikan bahwa persalinan bedah sesar memiliki risiko penularan lebih kecil jika dibandingkan dengan persalinan per vaginam. Bedah sesar dapat mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke bayi hingga sebesar 2%– 4%.

• Menunda dan mengatur kehamilan berikutnya: Ibu yang ingin menunda atau mengatur kehamilan dapat menggunakan kontrasepsi jangka panjang, sedangkan ibu yang memutuskan tidak punya anak lagi, dapat memilih kontrasepsi mantap.

• Tatalaksana pemberian makanan bagi bayi dan anak: World Health Organization (WHO) merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan untuk bayi lahir dari ibu dengan HIV dan sudah dalam terapi ARV untuk kelangsungan hidup anak (HIV-free and child survival). Setelah bayi berusia 6 bulan pemberian ASI dapat diteruskan hingga bayi berusia 12 bulan, disertai dengan pemberian makanan padat.

• Pemberian obat antivirus pencegahan (profilaksis Antiretroviral) dan antibiotik kotrimoksazol pada anak: Pemberian profilaksis ARV dimulai hari pertama setelah lahir, pemberian sebaiknya dalam 6-12 jam setelah kelahiran. Profilaksis ARV diberikan selama 6 minggu. Selanjutnya anak diberikan antibiotik kotrimoksazol sebagai pencegahan mulai usia 6 minggu sampai diagnosis HIV ditegakkan.

• Pemeriksaan diagnostik HIV pada anak: Pemeriksaan HIV pada anak dilakukan setelah anak berusia 18 bulan atau dapat dilakukan lebih awal pada usia 9-12 bulan, dengan catatan bila hasilnya positif, maka harus diulang setelah anak berusia 18 bulan.

• Imunisasi pada bayi dengan Ibu HIV positif: Vaksin dapat diberikan pada bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV sesuai dengan jadwal imunisasi nasional. Vaksin BCG dapat diberikan pada bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV setelah terbukti tidak terinfeksi HIV.

Dengan upaya PPIA yang optimal, risiko penularan virus HIV dari ibu ke anak dapat diturunkan sampai kurang dari 2%.Terakhir, jangan ragu untuk bertanya dan berkonsultasi dengan dokter di rumah sakit yang ada di kota anda bila Anda membutuhkan informasi lebih lanjut terkait pencegahan penularan HIV AIDS pada ibu hamil . Sebelumnya, juga dapat buat janji dengan dokter melalui website atau nomor telepon RSU, sehingga tidak perlu menunggu lama saat sesampainya di rumah sakit. Sumber: rs.ui.ac.id (akhida)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini