Tak Jarang MUI Diserang di Medsos, Begini Kata Prof Abu Rokhmad

Ketua Umum MUI Jateng Dr KH Ahmad Darodji MSi dan Kepala Badan Kesbangpol Jateng Haerudin SH MH foto bersama dengan peserta Halaqah ‘’Tantangan MUI dalam Menghadapi Persoalan Bangsa’’ di Hotel Laras Asri Resort Salatiga, Minggu (28/11). ( foto ist)

SALATIGA – Tantangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ke depan adalah mengedepankan sikap proporsional dalam banyak bidang. MUI tidak sepatutnya bermain di wilayah praktis.

“Tantangan MUI adalah bersikap proporsional, tidak masuk di politik secara berlebihan. Arah sekarang itu, menurut saya, mengkhawatirkan. MUI seyogyanya dapat menangkap persoalan-persoalan politik dan sosial agar dapat berkontribusi besar dalam menjaga keislaman dan keindonesiaan,” kata Staf Ahli Menteri Agama RI Prof Dr Abu Rokhmad MAg Sabtu (27/11/2021).

Hal ini disampaikan Abu yang juga Guru Besar FISIP Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang ini dalam silaturrahmi dan halaqah ulama bertema Tantangan MUI dalam Menghadapi Persoalan Bangsa di Hotel Laras Asri Resort, Salatiga.

Halaqah dibuka Gubernur Jateng Ganjar Pranowo secara virtual diikuti pengurus MUI Kabupaten/Kota se-Jateng. Menghadirkan pembicara Ketua Umum MUI Jateng Dr KH Ahmad Darodji MSi, Staf Ahli Menteri Agama RI Prof Dr Abu Rokhmad MAg, Rais Syuriyah PWNU Jateng KH Ubedulloh Shodaqoh SH, Wakil Ketua Umum MUI Prof Dr H Ahmad Rofiq MA dan Ketua PP RMI Dr KH Abdul Ghofar Rozin yang juga pengasuh PP Masalakul Huda, Kajen, Margoyoso, Pati. Halaqah yang dimoderatori Guru Besar Antropologi Undip Prof Dr H Mudjahirin Tohir.

Prof Abu Rokhmad mengatakan, sejak media sosial menjadi gaya hidup masyarakat, maka persoalan-persoalan seputar di bidang digital membutuhkan kedewasaan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Tak sedikit pihak menyerang MUI di jagad sosial. Menurut Prof Abu, hal itu bisa terjadi salah satunya karena kiprah MUI tidak proporsional dalam bermain dalam isu-isu politik.

“Maka, perlu muhasabah, posisioning. Paling tidak, posisioning dengan cara tidak berisik di luar, tapi komunikasi politik di luar itu berjalan. Posisioning MUI dalam persoalan politik harus dirumuskan secara proporsional seperti yang berjalan dalam periode almaghfurlah KHMA Sahal Mahfudh,” katanya.

Rais Syuariah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah KH Ubedullah Shodaqoh mengatakan, MUI harus mempunyai independensi yang tinggi dalam laku organisasi. Terlebih, nama MUI juga telah tersurat dalam undang-undang.

“Kalau MUI masuk di UU, maka pemerintah tidak akan berani memaksa atau membubarkan, kecuali melalui DPR. Jadi, MUI tidak bisa dibubarkan misalnya dengan Keputusan Mendagri. Jadi, mohon dimanfaatkan kesempatan ini untuk mendorong kebijakan pemerintah dari berbagai sektor,” tambahnya.

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo ketika membuka halaqah tersebut mengapresiasi peran dan kiprah MUI dalam mengatasi persoalan-persoalan di tengah masyarakat. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menilai peran MUI sangat penting, terutama dalam ajakan untuk melakukan vaksinasi mencegah Covid-19.

“Untuk MUI, saya terima kasih karena telah dibantu dengan ulama, masalah ibadah, memulai vaksin oleh tokoh agama. Hal ini berakibat pada kita dipercayai dunia,” kata Ganjar yang menyampaikan pidato secara virtual,

Menurut Ganjar, persoalan ke depan, tidak semakin menurun, akan tetapi semakin bertambah. Masalah-masalah seperti kekerasan pada anak terjadi di masa pandemi. “Anak kita yang belajar di rumah itu menjadi kreatif. Namun tidak dapat dipungkiri jika banyak yang stres, begitu juga gurunya. Ada juga peningkatan kekerasan pada anak, bahkan ada anak yang bunuh diri karena stres,” tambahnya.

“Ketika anak pulang di rumah, maka seharusnya peran orang tua untuk mendidik anak. Namun banyak juga orang tua yang tidak mengerti, sehingga perlu melakukan edukasi parenting,” tandasnya.’

Ketua Umum MUI Jateng Dr KH Ahmad Darodji MSi mengatakan, beberapa masalah yang dibahas dalam halaqah itu yakni masalah pendidikan, masalah kemiskinan, penguatan Pancasila sebagai dasar negara dan moderasi beragama.

Menurut Kiai Darodji, kualitas pendidikan menurun akibat Covid-19.

‘’Efektivitas pembelajaran secara daring lebih kurang 30 persen. Lebih kurang 85 persen orang tua dan anak mengalami kendala

Survei Kemendikbud 20 persen siswa kehilangan kompetensi belajar

Survei Unicef 66 persen siswa mengaku tidak nyaman belajar di rumah,’’ katanya.

Di tengah gencarnya upaya MUI mengedukasi masyarakat mengenai moderasi beragama, salah seorang Pengurusnya yaitu Zain An Najah dari Komisi Fatwa MUI Pusat, ditangkap karena terduga sebagai teroris. ‘’ Tentu dirasa sebagai musibah bagi bangsa Indonesia khususnya bagi MUI. Kejadian ini tentu menjadi momentum bagi MUI untuk melakukan introspeksi dan evaluasi diri. Namun MUI memiliki keterbatasan dan tidak bisa menyelesaikan masalah-masalah itu sendiri. Karena itu sebagai shadiqul hukumat MUI harus bermitra dengan baik dengan pemerintah dan komponen bangsa yang lain untuk memantapkan peran MUI dalam moderasi beragama di Indonesia,’’ katanya.

Problem Pesantren

Ketua PP RMI Dr KH Abdul Ghofar Rozin dalam paparan ‘’Pendidikan Pesantren; Problem dan Solusinya’’ mengatakan ada masa yang cukup lama pesantren dianggap sebagai tempat di mana stagnasi pemikiran dikembangkan, moderasi dihalangi, dan calon pengangguran dibesarkan. Kecuali bagi komunitasnya sendiri, pada masa itu pesantren dianggap sebagai simbol peradaban yang

berjalan jauh di belakang zaman.

Kondisi pesantren saat ini, menurut Gus Rozin yang diwakili H Wakhrodi hampir tidak ada regulasi yang mendukung pelestarian sistem pesantren, bahkan sebaliknya pesantren “dipaksa” untuk menjadi lembaga formal dengan dengan unit-unit pendidikan formalnya.

‘’ Jika tidak formal, lulusannya tidak bisa melanjutkan ke jalur formal (setidaknya mengalami berbagai kesulitan). Akibatnya hanya pesantren-pesantren yang kuat secara sosial dan kultural saja yang dapat bertahan, sebagian besar lainnya menjadi atau merubah system pendidikannya menjadi pendidikan formal sehingga muatan-muatan pesantren lambat laun sekedar menjadi suplemen karena toh standart kelulusan ditentukan berdasarkan ujian formal, pesantren menjadi semacam sekolah plus ngaji, ” tutur pengasuh PP Masalakul Huda, Kajen, Margoyoso, Pati itu.

Sementara itu Wakil Ketua Umum MUI Jateng Prof Dr H Ahmad Rofiq MA mengatakan, peran MUI dan ulama dalam program penanggulangan radikalisme warga adalah membimbing, mengarahkan, dan membina pengikutnya agar pemahaman dan pengamalan agama mengikuti secara benar, kepada Rasulullah Saw. Ajaran Rasulullah, mengedepankan keseimbangan mental-spiritual dan amaliah sosial, toleran (tasamuh), moderat, tidak radikalis, apalagi dengan menggunakan cara-cara kekerasan di dalam usaha mewujudkan cita-citanya.

‘’Dalam konteks politik, konotasi radikal cenderung negatif, karena mereka memonopoli kebenaran dan cenderung memaksakan kehendak. Beragama saja tidak ada paksaan, apalagi di dalam keberagamaan, sebaiknya meneladani Rasulullah Saw dengan mengikuti apa yang sudah dilakukan oleh para ulama,’’ kata guru besar UIN Walisongo itu.

Menurut Rofiq, viralnya anggota Komisi Fatwa MUI Zain An Najah oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror di Bekasi, Selasa (16/11/2021) memunculkan reaksi sangat cepat, bak bola panas dan cenderung liar, agar MUI dibubarkan. ‘’Video lama dari beberapa tokoh besar yang bersemangat membubarkan MUI pun terus menggelinding, menjadi amunisi baru kelompok yang tidak suka kepada MUI,” kata Rofiq. (aris)

Baca Berita Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini