Ditolak Seleksi CPNS Karena Tunanetra, Baihaqi Gugat BKD Jateng ke PTUN

Muhammad Baihaqi seorang tunanetra yang menggugat Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemprov Jawa Tengah ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang. (foto Mushonifin/sigijateng)

SEMARANG (Sigi Jateng) – Muhammad Baihaqi yang merupakan seorang tunanetra melakukan gugatan terhadap Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemprov Jawa Tengah ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang lantaran upayanya untuk melamar CPNS dianggap tak memenuhi syarat formasi khusus penyandang disabilitas Guru Matematika di SMA Negeri 1 Randublatung Kabupaten Blora.

Subagya, ketua Asosiasi Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) Pusat, saat menjadi saksi ahli kasus Baihaki di PTUN Semarang. (foto Mushonifin/ sigijateng)

Menurut Baihaqi, kriteria disabilitas yang ditetapkan BKD adalah tunadaksa yakni yang mengalami cacat fisik. Sedangkan dirinya adalah tunanetra.

Gugatan Baihaqi telah disidangkan pada Rabu lalu (13/1/2021). Pada persidangan itu, Baihaqi yang didampingi kuasa hukum Naufal Sbastian dari LBH Semarang menghadirkan saksi ahli dari Asosiasi Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) Pusat, Subagya, untuk didengar keteranganya.

APPKhI sendiri telah memberikan rekomendasi kepada Kementerian PAN-RB dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dengan nomor 17/APPKhI/X/2020 tentang penerimaan Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Calon Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) dan P3K Formasi Penyandang Disabilitas tertanggal 24 Oktober 2020.

“Rekomendasi ini diterbitkan karena maraknya diskriminasi yang menimpa difabel dalam seleksi calon pegawai negeri sipil,” ujar Subagya di hadapan majelis Hakim.

Kendati, dia tak merinci isi rekomendasi, Ia mengatakan rekomendasi bernomor 17/APPKhI/C/2020 itu diterbitkan lantaran maraknya diskriminasi yang menimpa difabel selama proses seleksi CPNS.

Di tempat dan waktu lain, Naufal Sbastian selaku kuasa hukum Baihaqi, mengatakan bahwa keterangan ahli sejalan dengan dalil gugatan yang telah diajukan oleh pihaknya, yang mana tidak boleh ada perbedaan jenis maupun ragam disabilitas dalam seleksi CPNS, semua memiliki hak yang sama.

“Ahli juga menyampaikan bahwa semangat affirmative action dengan menyediakan kuota khusus penyandang disabilitas adalah memiliki semangat kesetaraan tanpa pembatasan ragam disabilitas,” ujarnya saat dihubungi pada Jum’at (15/1/2021).

Formasi disabilitas merupakan jalur afirmatif untuk penyandang disabilitas, menurut Naufal, tidak boleh digugurkan karena pembatasan syarat jenis disabilitas. Sehingga, pembedaan jenis maupun ragam disabilitas dalam penerimaan formasi khusus penyandang disabilitas adalah bentuk diskriminasi dan menunjukan ketidakpahaman pembuat kebijakan akan hak penyandang disabilitas sebagaimana telah diatur dalam UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan PP No.13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas.

“Pemerintah harus mengakomodir difabel dalam proses mendapatkan hak-haknya,” tegas Naufal.

Subagya menegaskan bahwa Pemerintah Daerah harus hati-hati dalam menafsirkan perundang-undangan yang ada termasuk tidak boleh menafsirkan ke-disabilitas-an seseorang terutama dalam proses CPNS tanpa melibatkan ahlinya.

“Dalam konteks diskriminasi yang diterima oleh Baihaqi terjadi karena adanya penafsiran pribadi oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah termasuk adanya proses eliminasi peserta CPNS disabilitas dengan pribadi tanpa melibatkan ahli,” ungkap Subagya saat dihubungi kembali pada Jumat (15/1/2021).

Baihaqi, menurut Naufal, terbukti jelas dalam persidangan dan didukung alat bukti dipersidangan bahwa Baihaqi adalah seorang guru profesional dengan didukung adanya sertifikat resmi dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (MENRISTEKDIKTI-RI).

“Adanya kondisi ini maka dapat digaris bawahi bahwa Pemerintah harus mengakomodir para kaum difabel dalam proses mereka mendapatkan haknya atas pekerjaan yang layak termasuk bagaimana harus hati-hati dalam menafsirkan peraturan yang ada,” pungkas Naufal.

Naufal Sbastian (paling kanan, batik) kuasa hukum Baihaqi dari LBH Semarang saat berfoto bersama di halaman PTUN Semarang. (foto Mushonifin/sigijateng)

Saat ini Baihaqi menjadi guru tidak tetap di salah satu SMP dan SMA Al-Irsyad Kota Pekalongan. Pada awal perkara ini mengemuka, ia sungguh-sungguh berharap kasusnya tidak menjadi bulan-bulanan dan bisa diberikan kesempatan yang adil. Tapi kini selang berbulan, Baihaqi masih harus melanjutkan persidangan.

Persidangan bakal kembali digelar pada pekan depan di PTUN Semarang. Rencananya, pihak Pemprov Jateng sebagai tergugat akan menghadirkan saksi ahli yang berpihak kepadanya. (Mushonifin)

Baca Berita Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini