Dinas Kesehatan Kota Semarang Upayakan Swab untuk Mendiagnosis Penderita Covid-19

Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Abdul Hakam, sedang memeriksa kesiapan fasilitas rumah isolasi PDP Covid-19. (Mushonifin/Sigi Jateng)

SEMARANG (Sigi Jateng) – Dinas Kesehatan Kota Semarang terus melakukan peningkatan pelayanan dan fasilitas medis untuk menangani orang terdampak covid-19. Selain fasilitas rapid tes, Dinas Kesehatan Kota Semarang juga sedang mengupayakan pengadaan fasilitas swab tenggorokkan.

Mengenai rapid test ini, banyak orang yang belum memahaminya. Padahal rapid test dan pemeriksaan swab adalah pemeriksaan yang berbeda.


Rapid test corona hanya bisa digunakan sebagai screening atau penyaringan awal. Sementara itu untuk mendiagnosis seseorang terinfeksi Covid-19, hasil pemeriksaan swab lah yang digunakan.

Alat ini, nantinya akan digunakan sebagai sarana deteksi awal infeksi virus corona yang semakin meluas. Jika rapid test, sampel yang diambil dalam pemeriksaan adalah darah. Sedangkan swab, pemeriksaannya menggunakan sampel lendir yang diambil dari dalam hidung maupun tenggorokan. Media, alat, atau fasilitas kedua tes itupun berbeda

Abdul Hakam, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang mengatakan, rapid tes diprioritaskan untuk, pertama; tenaga kesehatan, kedua; PDP, dan ketiga; ODP. 

“Nah ODP Kota Semarang paling banyak sejawa tengah, berjumlah 1.553 dengan 643 sudah selesai melakukan karantina (data per-30 maret),” ujarnya pada Senin (30/3/2020). 

Rapid tes sendiri sebenarnya bukan fasilitas untuk menentukan seorang pasien positif atau tidak. Itu adalah alat untuk mengecek anti-bodi dan sifatnya hanya screening saja. 

“Semisal si pasien diperiksa hari ke-10, itu belum tentu jika hasil rapid tes negatif si pasiennya juga negatif corona, belum tentu. Maka sebenarnya rapid tes yang baik untuk kasus corona ini, sample tesnya dari tenggorokan, bukan dari darah, karena virus itu berpuntal di saluran pernafasan terlebih dahulu sebelum menyebar ke seluruh tubuh,” ungkap Hakam. 

Kendala lainnya untuk menangani kasus corona adalah kurangnya fasilitas swab tenggorokan.

“Karena sebenarnya yang harus mendapat pemeriksaan adalah tenggorokan terlebih dahulu, bukan tes darah,” jelasnya.

Abdul Hakam juga mengeluhkan minimnya fasilitas swab tenggorokan yang ada saat ini.

“Dengan fasilitas yang ada saat ini, kami hanya bisa melakukan swab tenggorokan pasien hingga jelas hasilnya paling cepat satu minggu,” keluhnya.

Seleain keterbatasan alat, semua hasil pemeriksaan awal juga harus dikirim ke pusat untuk memastikan hasilnya.

“Karena selain fasilitas swab terbatas, kita juga harus menunggu hasil ini dari jakarta yang mana hasil pemeriksaan awal swab itu kita kirim kesana terlebih dahulu,” ungkapnya. 

Swab tenggorokanpun, menrut Abdul Hakam, harus dilakukan lagi setelah si pasien selesai 14 hari dikarantina.

“Setelah nanti si pasien sudah dikarantina 14 hari, hari ke-15 kita swab lagi tenggorokannya, dari sinilah kita bisa menyimpulkan apakah si pasien sudah negatif atau belum. Tapi kalau belum diswab lagi, saya belum berani mengatakan sembuh, saya hanya bisa berani mengatakan “perbaikan”. Karena indikator sembuh ya virusnya sudah benar-benar hilang,” katanya menjelaskan perubahan setatus pasien.

“Repotnya kenapa Indonesia kalah cepat dengan yang di luar negeri, karena ketika si pasien sudah di karantina selama 14 hari, kita kewalahan melakukan swab akhir. Jadi yang ODP makin naik, yang meninggal makin banyak, sementara yang berstatus sembuh total belum bisa dipastikan,” pungkasnya. (Mushonifin) 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini