Sindikat Pemalsuan Uang Jutaan Rupiah Dibekuk Tim Abirawa Polres Batang, Begini Modus Tersangka

Kepolisian Resor (Polres) Batang konferensi pers ungkap kasus penangkapan jaringan pemalsuan uang yang digelar di lobi Mapolres Batang, Senin (27/5), Foto : vian/sigijateng.id

Batang (sigijateng.id) – Sindikat pengedar dan pembuat uang palsu (Upal) di wilayah hukum Kabupaten Batang berhasil di bongkar Tim Abirawa Polres Batang. Dua dari tiga tersangka beserta barang bukti berhasil diamankan, satu tersangka lainnya masih dalam pengejaran.

Hal itu diungkap Kepolisian Resor (Polres) Batang dalam konferensi pers ungkap kasus penangkapan jaringan pemalsuan uang yang digelar di lobi Mapolres Batang, Senin (27/5).

Kapolres Batang AKBP Nur Cahyo Ari Prasetyo menyebut pihaknya berhasil menangkap dua orang pelaku yang merupakan residivis yakni berinisial T (51) selaku pengedar upal dan S (55) sebagai pencetak upal. “Ada satu pelaku berinisial SW yang masih buron, akan terus kami kejar,” kata AKBP Nur Cahyo.

T merupakan warga asal Kabupaten Batang dan merupakan resdivis kasus curat yang baru keluar dua bulan lalu. Kemudian, S warga Wonosobo merupakan residivis pengedar uang palsu. Keduanya bertemu di Lapas Kedungpane Semarang.

Kepolisian Resor (Polres) Batang konferensi pers ungkap kasus penangkapan jaringan pemalsuan uang yang digelar di lobi Mapolres Batang, Senin (27/5), Foto : vian/sigijateng.id

Setelah keduanya keluar, S memodali T untuk membeli peralatan pencetak upal. T akhirnya berperan sebagai pengedar dan S pencetak. Sedangkan SW yang buron berperan sebagai bagian edit gambar dan scan gambar uang palsu.

Para pelaku mulai beraksi mengedarkan uang palsu pada 15 Mei 2024. Uang palsu sudah beredar di sekitar kawasan industri terpadu Batang (KITB) yaitu di Desa Surodadi, Desa Plelen di Kecamatan Gringsing serta sekitar Kecamatan Banyuputih.

“Penangkapan bermula dari laporan pemilik warung bernama Warno di Desa Siguci, Kecamatan Pecalungan, yang curiga dengan uang yang dibayarkan seorang pembeli,” kata Kapolres.

Pengungkapan bermula pada Jumat, 24 Mei 2024, sekitar pukul 06.00 WIB. Tersangka T menggunakan sepeda motor Honda Beat hitam nomor polisi H 6252 ASD, datang ke warung milik Warno. Lalu membeli Pertalite eceran sebanyak satu liter seharga Rp 13.000.

T membayar dengan uang pecahan Rp 100.000, dan menerima kembalian sebesar Rp 87.000. “Pelapor curiga karena uang tersebut terasa lebih tebal dan kasar, sehingga mengikuti tersangka hingga wilayah Blado. Pelapor kemudian melapor ke petugas Polsek Bandar dengan bantuan saksi di area Terminal Bandar,” jelas AKBP Nur Cahyo.

Kepolisian Resor (Polres) Batang konferensi pers ungkap kasus penangkapan jaringan pemalsuan uang yang digelar di lobi Mapolres Batang, Senin (27/5), Foto : vian/sigijateng.id

Kemudian polisi mengamankan T di warung makan dan menemukan 22 lembar uang pecahan Rp 100.000 di saku celana dan dompetnya. Lalu dilakukan pengembangan oleh Tim Abirawa Polres Batang yang menemukan uang palsu senilai Rp 3.100.000 di atap rumah T.

Dari informasi tersangka T, polisi menangkap S di kontrakan di Perum Pepabri, Desa Tanjung, Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan. Tim Abirawa menemukan uang palsu siap edar senilai Rp 4.600.000 dan peralatan untuk membuat uang palsu.

Pihak kepolisian menyita barang bukti uang palsu pecahan Rp 100.000 total Rp 10.000.000. Lalu 40 lembar uang palsu pecahan Rp 100.000 belum siap edar. Kemudian 16 lembar uang palsu pecahan Rp 50.000 belum siap edar. Uang asli Rp 87.000. Kemudian Peralatan dan bahan untuk membuat uang palsu.

“Kami mengimbau masyarakat untuk selalu waspada dan melakukan pengecekan terhadap uang yang diterima dengan cara dilihat, diraba, dan diterawang. jika menemukan uang yang mencurigakan, segera laporkan kepada pihak kepolisian,” ucapnya.

Pada kesempatan yang sama, Kasatreskrim Polres Batang, AKP Imam Muhtadi menambahkan kualitas uang palsu mendekati uang asli. Perbedaannya berada di ketebalan kertas yang digunakan pelaku.

Para tersangka dikenakan Pasal 36 ayat (3) Jo Pasal 26 ayat (3), dan/atau Pasal 36 ayat (2) Jo Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun dan denda hingga Rp 50.000.000.000. (Red)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini