Kisah Mantan Anggota DPRD Jateng dan Istrinya Saat Menghadapi Virus Corona Secara Bergiliran, Deg-degan, Panik dan Sulit Tidur

Drs H Istajib, mantan anggota DPRD Jateng yang sempat berjuang melawan virus corona dan kini sudah sembuh. (Foto Aris Syaefudin/sigijateng)

SIGIJATENG –  Semua orang pasti tidak ingin terkena corona (covid-19). Karena begitu positif, meski  tidak sakit alias orang tanpa gejala (OTG) rasanya seperti hidup di tengah hutan, karena langsung dikucilkan oleh semua orang. Tidak hanya tetangga saja yang tidak mendekat, anggota keluarga juga menjauh. Karena memang demikian protokol kesehatan covid agar tidak tertular. Apalagi sampai sakit dan dirawat di rumah sakit, tentu semakin berat.

Berikut kisah Drs H Istajib, anggota DPRD Jateng yang pernah positif covid-19 secara bergiliran dengan istrinya.

Suasana upacara bendera Hari Santri Nasional tahun 2020 di MAJT Semarang, tanggal 22 Oktober 2020. ( foto aris syaefudin/sigiijateng.id)

Pagi itu, cuaca Kota Semarang cerah. Istajib yang dalam kadaan sehat memperbaiki talang bocor rumahnya di kawasan Bangetayu Wetan Kecamatan Genuk Semarang. Sekitar 30 menit memperbaiki talangnya yang rusak namun juga belum selesai,  tiba-tiba ada telepon yang mengaku dari Puskesmas Gayamsari Semarang. Ternyata telepon dari Puskesmas Gayamsari itu tidak membawa kabar baik, namun kabar buruk, yakni menyampaikan informasi bahwa hasil swabnya sudah keluar dan dia  dinyatakan positif covid-19.

“Saya ingat, hari itu Hari Sabtu, tanggal 4 Juli (2020). Saya dapat telepon dari Puskesmas Gayamsari. Karena benar-benar kaget, palu (martil) yang saya pegang langsung saya lemparkan begitu saja. Saya langsung buru-buru duduk untuk menenangkan diri,” kata Istajib saat ditemui usai mengikuti upacara Hari Santri Nasional, di halaman Masjid Agung Jawa Tengah, 22 Oktober 2020 lalu.

Setelah mendapat kabar positif corana itu, Istajib mengaku disuruh melakukan isolasi di gedung Badan Diklat Kota Semarang di daerah Sendangmulyo Tembalang Semarang. Istajib berada di tempat itu selama 13 hari, kemudian pindah ke RSUD Tugu Semarang 8 hari. Jadi total menjalani isolasi 21 hari.

“Waktu itu saya tidak merasakan sakit apa-apa. Saya termasuk kelompok OTG. Karena OTG saya tidak dibawa ke rumah sakit. Namun setelah 13 hari isolasi di gedung Badan Diklat, saya minta pindah ke RSUD Tugu,”  kata mantan anggota DPRD Jateng ini.

Namun diakui Istajib, dirinya bukanlah orang pertama di keluarganya yang positif corona. Sebelumnya yang positif covid-19 adalah istrinya dan dirawat di RSUD Tugu Rejo selama 18 hari. Saat Istijab dinyatakan positif itu, istrinya sudah sembuh dan sudah 8 hari berada rumah untuk melanjutkan isolasi mandiri sepulang dari rumah sakit.

“Alhamdulillah istri saya sudah pulang dan kondisinya sudah baik. Sudah negatif. Eh, tidak tahunya malah giliran saya yang positif (covid-19). Saya tidak tahu siapa yang yang telah menulari saya dan istri saya. Bahkan waktu istri saya sempat menuduh saya yang menulari, tetapi kenyataanya dia yang positif lebih dulu. Jadi, kalau ditanya siapa yang menulari, saya tidak tahu,” kata pengurus MAJT Jawa Tengah ini.

Anggota DPRD Jateng periode 2009-2014 ini mengatakan, sejak corona datang, sebetulnya keluarganya tergolong orang yang taat menjalankan protocol kesehatan.  Yakni selalu pakai masker, menjaga jarak, sering cuci tangan dan juga jarang bepergian dan menghindari kerumunan.

Saat Hari Raya Idul Fitri akhir akhir Mei, Istajib dan keluarganya sempat ikut sholat Idul  Fitri di masjid dekat rumahnya, namun juga menerapkan protocol kesehatan ketat. Seperti barisan solat berjarak 1 meter, jamaah diperiksa suhu tubuhnya, pakai masker dan khutbah juga dilakukan singkat serta tidak ada salam-salaman. Usai sholat Idul Fitri, Istajib  melakukan silaturahmi ke rumah saudaranya di Kudus dan ke rumah orang tua di Pati. Berangkat dari rumah pukul 08.30 dan tiba lagi di rumah pukul 20.30, itupun juga membatasi pertemuan dengan orang banyak.

“Jadi kami dan keluarga termasuk orang yang taat menjalankan protocol kesehatan. Apalagi, anak saya juga dokter. Saat keluar kota saat Idul Fitri itupun sebentar dan pakai masker dan jaga jarak, namun takdir Allah seperti itu,” terang mantan Ketua Fraksi PPP DPRD Jateng ini.

Diceritakan Istajib, istrinya diketahui positif pada 6 Juni 2020, setelah melakukan pemeriksaan kesehatan di RSI Sultan Agung. Hari itu, dirinya, istri dan anaknya sengaja melakukan tes kesehatan ke RSI Sultan Agung, karena beberapa hari sebelumnya badannya terasa panas dan juga batuk-batuk.  Pada tanggal 6 Juni itu badan sudah terasa sudah enak, sudah tidak panas lagi, namun untuk memastikan kondisi kesehatan, maka datang ke rumah sakit untuk periksa kesehatan.

“Kami bertiga periksa kesehatan di RSI Sultan Agung melakukan tes darah dan rongtsen. Saya dan anak saya dinyatakan sehat dan boleh pulang, namun istri ternyata positif covid-19. Sejak itu, istri saya langsung di rujuk ke RSUD Tugu Semarang dan menjalani perawatan di sana,” kata Istajib yang meminta tidak menyebut identitas istrinya ini.

Ketika istri dirawat di rumah sakit, Istajib dan anaknya berdiam diri di rumah. Dan tidak boleh membesuk istrinya. Komunikasi dilakukan melalui WA dan telepon. Disisi lain, Istajib dan anaknya juga langsung membatasi pertemuan dan interaksi dengan tetangga.

Karena tahu istrinya positif covid-19, tetangga juga mulai ‘menjauh’, karena takut ketularan. Dan sejak itu pula, masjid di dekat rumahnya, dimana Istajib menjadi salah satu imam sholat, langsung ditutup alias tidak digelar sholat berjamaah.

Lalu, pada 19 Juni, Istajib menghadiri rapat pengurus Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) di ruang rapat MAJT Semarang, untuk membahas soal persiapan Idul Adha di MAJT. Kebetulan saja, waktu itu ada salah satu pengurus MAJT yang positif, maka semua yang ikut rapat di MAJT tanggal itu di rapid test semua.

“Dan ternyata hasil rapd test saya hasilnya reaktif. Karena reaktif, kemudian ditindak lanjuti dengan swab oleh Puskemas Gayamsari Semarang. Namun hasilnya tidak segera keluar. Hasilnya baru keluar 4 Juli dan saya dinyatakan positif. Saat itu kondisi badan saya sehat, tidak pusing dan tidak batuk. Namun karena hasil swab seperti, ya saya harus mau menerima kenyataan dan langsung menjalani isolasi,” kata Istajib ulama’ yang sering mengisi pengajian ini.

Dikatakan Istajib, kebanyakan orang yang positif corona memang benar-benar deg-degan, pikiran tidak tenang dan sulit tidur. Baik itu yang merasa sakit atau hanya OTG. Deg-degan yang paling berat dirasakan adalah saat menjalani rapid test dan saat menunnggu hasil swab keluar.

Saat itu batin tersiksa. Dan lebih tersiksa lagi, bagi mereka yang memiliki penyakit bawaan lain, seperti darah tinggi, galu darah (diabet) dan lain-lain.

“Hampir semua deg-degan. Tidak hanya orang biasa, dokter dan perawat juga deg-degan. Ini serius. Karena saya pernah ngobrol dengan dokter dan perawat. Mereka juga  sampai tidak bisa tidur, pikiran kacau utamanya saat menunggu hasil test swab keluar,” ucapnya.

Saat berada di tempat isolasi, politisi PPP ini, mengaku waktunya banyak dihabiskan untuk beribadah, berdzikir dan berdoa.  Serta makan dan mengkonsuksi obat seperti yang dianjurkan dokter. Isolasi di gedung badan diklat cenderung lebih longgar. Karena yang tinggal di badan diklat adalah OTG semua. Setiap saat boleh keluar kamar dan bertemu dengan panderita lain, namun dengan memakai masker dan menjaga jarak. Satu kamar hanya ditempati saru orang saja. Bahkan setiap jam 9 sampai  jam 10 pagi, semua orang pada keluar kamar untuk berjemur. Namun kalau di RSUD lebih ketat. Setiap hari hanya di kamar, boleh keluar kamar berjemur hanya hari Sabtu dan Minggu dengan durasi waktu 15 menit.

Berita Lainnya:

“Dalam kondisi demikian, pikiran harus semeleh. Pasrah bongkokan kepada Allah. Husnuzon kepada Allah. Perbanyak ibadah, berdzikir dan bordoa. Karena itu semua ketentuan Allah. Itu pula yang kami sampaikan kepada teman-teman saat diisolasi kemarin. Ya Alhamdulillah, masih bisa berkomunikasi dengan keluarga dan orang lain lewat WA dan telepon,” kata Istajib yang juga tokoh agama ini.

Selanjutnya, Istajib mengaku bersyukur, karena dia dan keluarganya diberi kekuatan dan pertolongan Allah melewati masa-sama berat. Sejak dirinya keluar dari RSUD Tugu sampai saat ini, semua anggota keluarganya dalam kondisi sehat. Namun demikian Istajib selalu menerapkan protocol kesehatan, yakni selalu pakai masker, mencuci tangan dan jaga jarak. Meski memakai masker terasa tidak nyaman, namun itu harus dilakukan sebagai ihtiar untuk mencegah tertularnya virus corona.

“Saran saya, kepada semua saja agar tidak abai atau bosan atau malas menerapkan 3M untuk menghindari corona. Virus corona itu memang ada dan sampai sekarang masih ada. Saya yang tergolong sudah taat protocol kesehatan masih kena, apalagi yang tidak taat protocol kesehatan tentu potensi tertularnya lebih tinggi,” pungkasnya. (aris)

Catatan Redaksi: Bersama lawan virus corona. Sigijateng.id, mengajak seluruh pembaca untuk selalu menerapkan protokol kesehatan dalam setiap kegiatan. Ingat pesan ibu, lakukan 3M (Wajib Memakai Masker, Wajib Mencuci Tangan, Wajib Menjaga Jarak, Hindari Kerumunan dan tetap menjaga Imun)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini