Cegah Marak Pernikahan Dini, Tim UNDIP Ajak Orang Tua Berperan Aktif

Pemaparan materi oleh Ketua Tim Undip, Nissa Kusariana, SKM,M.Si

SIGIJATENG.ID, Kendal – Tim Dosen Universitas Diponegoro yang terdiri dari Nissa Kusariana, SKM, M.Si,, Dr. Yoyok Budi Pramono,S.Pt,MSi , dan Ir. Baskoro Rochaddi, M.T. melaksanakan kegiatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) terkait upaya pencegahan dan penurunan angka pernikahan dini kepada orang tua di Desa Harjodowo, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal. Acara  tersebut telah digelar pada Kamis (7/2/2019).

 “Mayoritas masyarakat di Desa Harjodowo masih banyak yang melakukan pernikahan usia dini, yang disebabkan karena masyarakat masih banyak yang beranggapan bahwa perempuan yang menikah di usia lebih dari 20 tahun akan dijuluki dengan “perawan tua”. Selain itu angka perceraian di Desa Harjodowo juga tertinggi kedua di Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal,” terang Kepala Desa Harjodowo, Ida Suryanto, saat membuka acara.

Pada kegiatan ini disampaikan bahwa usia pernikahan yang ideal yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan usia  minimal 25 tahun dan wanita usia minimal 20 tahun.  Berdasarkan data tahun 2013 dan 2015 persentase perempuan pernah menikah di usia muda banyak terdapat di daerah Pedesaan. Banyak faktor penyebab pernikahan dini di Indonesia, diantaranya pendidikan rendah, kebutuhan ekonomi keluarga, Budaya nikah muda di wilayah tempat tinggal, Seks bebas pada remaja dan juga pemhaman agama terkait legalitas pernikahan.

 “Pernikahan dini menimbulkan dampak pada kehidupan anak, terutama anak perempuan. Salah satunya adalah risiko terkena penyakit Ca Cerviks lebih besar pada remaja yang menikah di usia dini,” terangnya

Dampak lain yang ditimbulkan dari pernikahan dini yaitu tingginya angka perceraian, teruatama di Desa Harjodowo. Hal ini ditimbulkan dari kondisi psikologis dari pasangan suami/istri yang belum siap untuk menghadapi permasalahan di rumah tangga dan juga seringnya terjadi kekerasan fisik, seksual dan mental terutama pada anak perempuan.

Orang tua diharapkan tahu bahwa pernikahan dini tidak seharusnya dilakukan hanya karena malu dengan cibiran dan julukan “perawan tua” kepada anak perempuan mereka. Para orang tua perlu sadar bahwa banyak dampak yang ditimbulkan dari pernikahan dini, bukan hanya masalah psikologis anak tetapi juga berdampak pada terenggutnya hak atas Pendidikan dan hak atas Kesehatan anak-anak mereka.

Data UNICEF menunjukkan sekitar 85% anak perempuan di  Indonesia mengakhiri pendidikan mereka setelah mereka menikah, namun keputusan untuk menikah dan mengakhiri pendidikan juga dapat diakibatkan kurangnya kesempatan kerja. Selain itu potensi untuk melahirkan anak balita stunting juga lebih banyak terjadi pada kasus Ibu yang menikah di usia dini.

“Jadi, sebagai orang tua harus berperan besar dalam mencegah pernikahan dini ini, jangan sampai masa depan anak-anak, terutama anak perempuan kita, terenggut hanya karena orang tua malu jika anaknya dijuluki perawan tua,” ujar Nissa saat menutup kegiatan tersebut. (*)

Berita dan Foto : Nissa Kusariana

Editor : Rizal

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini