“Bledug Cangkring” Kembali Normal, Luapan Lumpur Diyakini Warga Untuk Obat Kulit

Kondisi Pasca luapan lumpur di lokasi wisata Bledug Cangkring/Baby Vulcano. (foto Sugiono sigi jateng)

Grobogan (SigiJateng.id) – Berdasarkan pantauan pada Sabtu sore (23/03/2024), fenomena alam di obyek wisata “Baby Vulcano” Atau “Bledug Cangkring” di Desa Grabagan, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah  tidak lagi memuntahkan lumpur. Keunikan di Obyek wisata Bledug Cangkring yang sama dengan Bledug Kuwu itu sudah kembali seperti hari biasanya. Sementara di tempat ini hanya terdapat beberapa wisatawan yang datang, karena meski  sudah sore hari, terik matahari masih terasa begitu menyengat.

 Terdengar di sekitar lokasi suara letupan letupan kecil dan gemuruh air mendidih pada titik titik letupan. Keunikan lain yang di wisata alam ini juga terdapat hiasan asap putih menyelimuti letupan tersebut. Tidak hanya itu, saat letupan terjadi, sering juga mengeluarkan aroma belerang di area wisata ini. Suasana itulah yang termasuk menjadi daya tarik wisatawan hingga menyempatkan waktunya berkunjung ke Objek wisata Baby Volcano atau Bledug Cangkring dengan luas sekitar 2 hektar. Dari lokasi wisata Bledug Kuwu, untuk menuju ke Bledug Cangkring hanya berjarak sekitar 2 km.

Menurut Eko Setyawan Kepala Desa Grabagan, tercatat luas total destinasi Baby Volcano ini berupa hamparan tanah sekitar 9 hektar. 2 hektar di antaranya adalah sumber karakter Bledug dan lain lain. Di tempat ini saat gempa susulan di Kabupaten Tuban, Jawa Timur pada Jumat sore, sesaat kemudian sekitar pukul 15.54, Baby Volcano tengah menyemburkan lumpur sampai dengan lamanya berjam-jam. Kondisi tumpahan lumpur saat itu mencapai ketinggian 50 Cm dan mengalir deras seluas 2 hektar. Meski demikian, sekitar pukul 21.00 wib luapan lumpur tersebut sudah berhenti.

“Alhamdulillah semalam pukul 21.00 dah berhenti. Limpasan lumpur tidak sampai membuat rusak tanaman di persawahan dan permukiman. Hanya sampai di pekarangan empat rumah warga. Akibat dari luapan lumpur itu, betonisasi dan saluran pada kawasan obyek wisata tergenangi lumpur hingga ketebalan 15 cm. Rencana kalu sudah kering kita angkat lumpurnya biar bersih kembali,” terang Kades Eko.

Terkait aroma belerang yang muncul dari titik letupan bledug tersbut, Kades Eko jika bau belerang tersebut tidak berbahaya. Bahkan secara turun temurun jamak warga yang mengambil lumpur cair disana yang dipergunakan sebagai obat oles untuk penyakit kulit. Meski secara Medis belum ada riset, namun kepercayaan masyarakat sekitar sudah berlangsung lama.

“Mboten bahaya kok (Tidak berbahaya kok). Dari sejak nenek moyang, lumpur Baby Volcano dijadikan obat penyakit kulit. Manjur dan ini obat alami. Biasanya lumpur cair dimasukkan botol dan dibawa pulang. Pagi ini banyak wisatawan dan warga sekitar yang ambil lumpur tersebut, dan memang tak ada penjelasan medisnya,” jelas Eko.

Diberitakan sebelumnya, bahwa menurut Kepala Desa Grabagan, Eko Setyawan membenarkan adanya fenomena muntahan lumpur di desanya terjadi hampir bersamaan gempa bumi di daerah lain. Fenomena itu seperti halnya ketika terjadi gempa Yogyakarta pada 2006 lalu, saat itu Bledug Cangkring juga ikut bergejolak. Semburan lumpur saat itu sangat deras dan berlangsung cukup lama.

“Tadi sore sekitar pukul 16.00 wib lumpur muntah dan melimpas. tiap ada gempa besar pasti muntah. Ibarat piring atau mangkuk berisi air jika digoyang-goyangkan pasti tumpah,” terang Kades melalui ponsel, Jum’ at malam.

Dikatakan oleh Kades, sebelum peristiwa saat, terjadi juga pada 22 Februari 2022, Bledug Cangkring ini juga menyemburkan lumpur setinggi 1 meter selama 1,5 jam. Saat itu luberan lumpur sampai membanjiri area persawahan seluas 1 hektar.

“Namun, peristiwa saat itu tidak ada gempa yang mengguncang Indonesia. Kami tidak paham fenomena apa dan apa sebenarnya makna dari semua itu”. Kata Kades Eko. (gik)

Berita terbaru:

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini