Pemkot Semarang Akan Gusur PKL di Sekitar Lawang Sewu, Pedagang Sudah Diberi SP3

Bangunan toko dan warung PKL di sekitar gedung Lawang Sewu Semarang atau Jl. Simpang. Akan segera digusur untuk penataan kawasan wisata Lawang Sewu Semarang, Kamis (23/6/2022). (Foto. Mushonifin/sigijateng.id)

SEMARANG (Sigi Jateng) – Para Pedagang Kaki Lima (PKL) di sekitar gedung Lawang Sewu Semarang atau Jl. Simpang mendapat surat peringatan ketiga (SP3) dari pemerintah Kota Semarang, Kamis (23/6/2022). Ini artinya, mereka harus mengosongkan dagangannya maksimal bulan depan. Jika tidak, mereka akan segera digusur.

Salah satu PKL di Jalan Simpang, Emy Sulistyowati, tampak pasrah dan belum tahu harus berbuat apa.

“Kami sudah mendapatkan Surat Peringatan Ketiga (SP3),” ungkap pemilik PKL Soto Seger Lawang Sewu dan Ayam Penyet Pak Prapto.

Keresahan para pedagang hingga saat ini belum menemukan solusi. Bahkan jika bangunan PKL yang rata-rata telah berdiri sejak 15 tahun itu digusur, belum jelas apakah akan memperoleh tali asih.

Lurah Sekayu, Dwi Ratna Nugraini saat dikonfirmasi mengatakan memang itu program Pemkot Semarang untuk alih fungsi lahan di Jalan Simpang. Bahkan seharusnya bulan Mei lalu seharusnya sudah digusur, karena para pedagang sendiri telah diajak berkoordinasi sejak bulan Februari lalu.

“Pada Februari lalu, semua PKL telah dikumpulkan untuk diberitahukan bahwa akan ada alih fungsi,” katanya.

Pihaknya bersama kecamatan, mengaku telah melakukan sosialisasi dan memberikan alternatif pilihan tempat untuk para pedagang.

“Mei lalu seharusnya sudah bersih. Kami juga telah memberikan surat teguran sebanyak tiga kali. Tapi mereka minta mundur hingga Agustus. Kami dan kecamatan meng-ACC permohonan penundaan itu. Mereka sendiri yang minta dan Agustus harus sudah bersih,” katanya.

Sebab, kata Ratna, keberadaan PKL tersebut berada di atas saluran. Artinya, tidak diperbolehkan karena melanggar Peraturan Daerah (Perda).

“Bangunan mereka juga permanen, seharusnya tidak boleh permanen. Dari situ, sebetulnya sudah menyalahi aturan. Nah, ini mau alih fungsikan menjadi trotoar dan taman,” katanya.

Ditanya apakah solusi tersebut sudah tidak bisa ditawar? Sebab, pedagang sebetulnya tidak menolak pembangunan pemerintah, hanya saja solusi yang ditawarkan dinilai belum tepat, Ratna mengaku tidak bisa masuk di wilayah itu.

“Kewenangan saya hanya sampai disitu saja (sosialisasi), di luar itu sudah bukan kewenangan kami lagi,” katanya.

Penataan PKL yang berada di atas fasilitas umum sendiri menjadi kewenangan Dinas Perdagangan Kota Semarang. Sedangkan untuk pembangunan fasilitasnya adalah kewenangan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Semarang.

“Untuk lokasi pemindahan itu pun atas rekomendasi Dinas Perdagangan Kota Semarang. Jadi ini bukan keputusan sepihak dari kelurahan atau kecamatan, bukan. Sudah melalui rapat semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait,” katanya.

Emy sendiri mengakui bahwa dirinya dan pedagang lainnya memang pernah memohon pada Lurah Sekayu untuk menunda penggusuran hingga para pedagang mendapatkan tempat baru.

“Pada 19 Mei 2022 lalu, seharusnya dilakukan pembongkaran. Tetapi sebelum tanggal itu, kami bersama paguyuban pedagang berupaya menemui Bu Lurah untuk meminta penundaan untuk mencari tempat dulu. Akhirnya diperbolehkan,” katanya.

Emy mengatakan, para pedagang ditawarkan tempat relokasi di Pasar Sampangan Lantai 3, Pasar Wonodri Lantai 3, tepi Jalan Imam Bonjol, Jalan Thamrin dan Jalan Mataram.

“Semua lokasi tersebut sudah kami survei dan tidak ada yang sesuai untuk jualan kami,” katanya.

Di Pasar Sampangan Lantai 3, lanjut Emy, kondisi fisik tempatnya memang baik karena belum lama selesai dibangun.

“Lantai 3 Pasar Sampangan memang bersih banget. Saking bersihnya sampai tidak ada manusianya.

Bahkan penjaganya di situ bilang ‘ibu orang yang keempat kalinya’ menempati Lantai 3 Pasar Sampangan ini, sebelumnya gagal semuanya’, gitu pak,” ujarnya.

Pasar Wonodri Lantai 3 pun tidak kondusif untuk kuliner. Sedangkan trotoar Jalan Imam Bonjol, trotoar Jalan Thamrin, dalam kondisi tidak ada bangunan atau fasilitas PKL.

“Kalau di situ, kami diminta menata meja bongkar pasang. Diperbolehkan jualan mulai pukul 16.00 WIB hingga pukul 04.00 WIB,” ujar dia.

Dia menyayangkan, solusi yang ditawarkan oleh Pemkot Semarang ini sama sekali tidak menyentuh bagaimana menjaga agar iklim ekonomi yang telah terbangun sebagai satu paket kesatuan dengan wisata Lawang Sewu.

“Kami berharap, pertama, konsep penataan PKL Jalan Simpang ini sebagai satu kesatuan atau tempat kulinernya wisata Lawang Sewu Semarang. Artinya, hanya butuh ditata sedemikian rupa agar rapi, bukan dipindah di tempat yang sangat jauh,” tegasnya.

Mewakili paguyuban pedagang, Emy berharap penataan PKL oleh pemerintah ini dilakukan dengan cara membuatkan mini shelter PKL yang lokasinya tetap berada di sekitar Lawang Sewu.

“Kami setuju dengan penataan yang dilakukan pemerintah, kami tidak menolak pembangunan. Tapi solusi untuk PKL ini ya harus jelas dong,” kata dia.

Pedagang selama ini tidak pernah dilibatkan mengenai rencana solusi tempat relokasi. Tiba-tiba akan dipindah di tempat terpisah. Padahal secara status, lanjut Emy, sebanyak 13 PKL di Jalan Simpang ini bukan PKL liar.

“Sebab, riwayatnya dahulu merupakan penataan PKL yang berasal dari Jalan Pemuda Semarang. Atas persetujuan pihak kelurahan dan May Bank. Lahan yang ditempati tersebut milik May Bank yang dihibahkan kepada pemerintah,” katanya.

Kedua, masih kata Emy, apabila terpaksa harus dipindah, maka 13 PKL ini harus mendapatkan uang tali asih agar bisa menyambung hidupnya lagi di tempat lain. Sebab, mereka merapikan tempat tersebut mengeluarkan biaya tidak sedikit.

“Pindah tempat pun membutuhkan biaya tidak sedikit. Bahkan ada juga di tempat sekarang ini yang mengontrak Rp 30 juta. Para PKL kebingungan, ini tidak ada tali asih sepeser pun. Tidak ada tawar menawar,” terangnya.

Kondisi sekarang ini, menurut Emy, iklim ekonomi PKL Jalan Simpang telah mulai hidup.

“Misalnya, pelanggan kami dari tour travel pun sudah banyak. Mereka sering menghubungi kami untuk pesan jauh-jauh hari. Pesan soto dengan jumlah sekian, tanggal sekian. Bahkan para pelanggan hingga memberi dukungan ‘Ayo Bu, bikin surat keberatan’,” katanya. (Mushonifin)

Baca Berita Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini