![IMG_20211116_113328](https://sigijateng.id/wp-content/uploads/2021/11/IMG_20211116_113328-696x345.jpg)
SEMARANG (Sigi Jateng) – Pascasarjana UIN Walisongo Semarang menggelar stadium general yang bertajuk ‘Ilmuwan Muslim Indonesia: Evaluasi Untuk Aksi’ dengan mengundang narasumber Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa Putra, MA, MPhil yang merupakan Guru Besar Antropologi Universitas Gajah Mada (UGM).
Prof Heddy, sapaan akrabnya, menyampaikan bahwa perlu evaluasi besar-besaran mulai dari hulu (kelembagaan, regulasi, dan kebijakan negara serta paradigma agama) hingga hilir (pelaku penelitian, akademisi, dan ilmuwan) hingga mengubah tradisi keilmuan di kalangan peneliti Islam.
![](https://sigijateng.id/wp-content/uploads/2021/11/IMG_20211116_120329.jpg)
Pada kegiatan yang digelar di Auditorium I UIN Walisongo Semarang pada Senin (16/11/2021) tersebut, Prof Heddy menegaskan masih banyak regulasi yang menghambat kinerja para peneliti.
“Kita harus mengevaluasi kenapa tokoh-tokoh ilmu pengetahuan dari kalangan Islam belum membanggakan. Kenapa demikian? Karena banyak sekali persoalan yang menghambat seperti kurangnya SDM, Fasilitas, bahkan kelembagaan,” ujarnya.
“Maka dari itu mulai saat ini perlu ada perubahan besar bagaimana agar para ilmuwan dan peneliti dari kalangan Islam bisa mendapat dukungan, antara lain pengembangan perpustakaan dan laboratorium, meminimalisir beban administrasi agar memiliki waktu yang lebih banyak untuk melakukan studi, kajian, dan penelitian. Dengan begitu para ilmuwan ini mampu lebih produktif karena tidak ada beban lain selain penelitian,” bebernya.
Setelah semua kebutuhan terfasilitasi, lanjut Prof Heddy, barulah membangun budaya keilmuan seperti pengembangan bahan bacaan tradisi membaca, kerjasama ilmuwan lintas bidang, kerjasama antar pembaca, penerjemahan buku asing, dan akhirnya menulis.
Salah satu yang berkontribusi membuat rendahnya daya saing ilmuan Islam adalah kemampuan bahasa asing dan bahasa internasional yang sangat rendah. Menurut Prof Heddy, hal tersebut membuat akses ke buku-buku berkualitas kelas internasional sangat terbatas.
“Lalu kekurangan kita ada pada kelembagaan yang minim fasilitas perpustakaan dan kurangnya inovasi. Selain itu, banyak pula aturan-aturan akademik yang tidak tepat sehingga menghambat penelitian dan pengembangan ilmu,” tandasnya.
“Budaya berilmu pengetahuan itu bukan hanya kuliah, buat skripsi tesis, atau disertasi. Tapi ada budaya penelitian dan membaca. Ini menjadi senjata kita dalam membangun budaya ilmu pengetahuan,” tuturnya.
“Lalu ada kerja-kerja berkesinambungan antara peneliti lintas bidang. Hal paling dasar adalah penguasaan bahasa asing dan proyek penerjemahan buku asing,” pungkasnya. (Mushonifin)
Baca Berita Lainnya
- Setelah PAN, Yoyok Sukawi Terima Surat Rekomendasi Pilwalkot dari PKB
- Mahasiswa KKL Magister Hukum USM Diterima Atase Pendidikan Kedubes Malaysia
- Yoyok Sukawi Dapat Rekomendasi dari PAN untuk Pilwalkot Semarang
- KIT Batang Resmi Beroperasi, Sudah Ada 18 Perusahaan dengan Nilai Investasi 14 Triliun
- Cerita Bahlil Mengenang Awal Mula Akan Bangun Kawasan Industri Raksasa di Batang, Tanpa Master Plan Cuma Modal Berani Saja!