Antisipasi Penularan COVID-19, DPRD Jateng Sayangkan Warga Banyak Abaikan Protokol Kesehatan

Anggota Komisi E DPRD Jateng, Umar Utoyo dan Humas IDI Jateng, Dr. dr. Reni Yuliati, saat berbicara dalam dialog Parlemen. (foto sigijateng.id)

SEMARANG (Sigi Jateng) – DPRD Jateng mengapresiasi kebijakan-kebijakan antisipatif Pemprov Jateng dalam rangka mencegah penularan Covid-19 utamanya pada saat menjelang dan pada saat libur Lebaran Idul Fitri 1442 H / 2021 M kemarin.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah menyiapkan langkah antisipatif menghadapi lonjakan jumlah covid-19, seperti meminta semua rumah sakit di Jawa Tengah bersiaga dan penyekatan pemudik. Selain itu, Pemprov Jateng telah menghimbau agar pemerintah daerah kota/kabupaten dan sejumlah pengelola tempat wisata untuk menutup destinasi wisata yang ada di wilayahnya masing-masing.

Hal tersebut disampaikan anggota Komisi E DPRD Jateng, dr H Umar Utoyo dalam dialog Parlemen Yang disiarkan di sejumah radio di Jawa Tengan dan siaran tunda di TV swasta nasional, Jumat 21 Mei 2021. Dialog tersebut juga menghadirkan narasumber Humas IDI Jateng, Dr. dr. Reni Yuliati,

dr Umar Utoyo mengatakan, kebijakan penyekatan pemudik yang dilakukan saat idul fitri kali ini lumayan efektif dengan salah satu indikatornya adalah kurangnya pengunjung rest area dan masjid di pinggir jalan yang biasanya digunakan pemudik untuk beristirahat. Namun dia mengatakan masih ada evaluasi dalam tiga minggu ini.

“Tapi kebijakan ini masih kita evaluasi untuk tiga minggu kedepan. Data pemudik juga turun drastis dan tidak ada kemacetan,” kata dia.

Ketika ditanya mengenai protes masyarakat terkait kebijakan penyekatan mudik tapi tempat wisata masih ada yang tetap dibuka, menurut Umar memang hal itu disebabkan karena pemerintah menginginkan perputaran perekonomian tetap berjalan.

“Memang ada kebijakan kontroversial seperti mudik dilarang, sholat ied tidak boleh berkerumun tapi tempat wisata dibuka. Jelas ini adalah kebijakan dilematis karena di satu sisi kita kepingin covid segera berakhir tapi secara bersamaan kita juga ingin perekonomian terus berjalan. Tapi saya lihat beberapa pemerintah daerah juga telah menutup tempat-tempat wisata juga,” terang dia.

Umar juga memaparkan mayoritas wisatawan di tempat-tempat wisata juga warga lokal. Artinya secara faktual, bisa disimpulkan yang sebenarnya meramaikan tempat wisata bukan pemudik, tapi warga setempat.

“Pengunjung tempat wisata juga kebanyakan warga lokal bukan pemudik,” tegas Umar.

Namun Umar mengatakan yang menjadi tugas pemerintah adalah soal pelaksanaan protokol kesehatan di warga lokal, bukan pemudik.

“Nah sekarang bagaimana langkah pemerintah untuk mengawasi warga lokal, bukan pemudik. Jadi PR-nya sekarang bagaimana pengawasan di dalam. Di tempat-tempat wisata yang masih buka misalnya, pihak pengelola sudah menyediakan tempat cuci tangan, bagi masker, melakukan sosialisasi melalui pengeras suara. Tapi kan susah mereka mengawasi secara langsung para pengunjung. Masa para wisatawan mau di ikutin terus begitu,” beber Umar.

Selain warga lokal, Umar juga menyarankan untuk memperketat pengawasan di pedesaan. Pemerintah harus lebih aktif untuk mengawasi jalannya protocol kesehatan di pedesaan.

“Lalu yang perlu pengawasan lebih lagi adalah di pedesaan, termasuk di tempat-tempat ibadah yang jamaahnya jarang memakai masker. Sempat terjadi kan klaster tarawih di Banyumas. Terus ada klaster takziyah juga di Semarang,” jelasnya.

“Terkait dengan adanya 1,5 juta orang berhasil mudik ini jelas karena tradisi mudik tidak bisa dihilangkan. Kedua karena jumlah aparat yang berjaga-jaga juga terbatas serta pada jam-jam tertentu saat aparat beristirahat kan juga pemudik bisa leluasa lewat. Walaupun Pak Ganjar sudah menginstruksikan jalan tikus harus diawasi, tapi kan tidak mungkin karena jalan tikus itu banyak sekali,” paparnya.

Sementara itu, Humas IDI Jateng, Dr. dr. Reni Yuliati, juga mengatakan kebijakan penyekatan sudah berjalan efektif. “Saya juga sepakat bahwa kebijakan penyekatan ini efektif karena data pemudik juga turun. Di media sosial juga banyak yang memviralkan sholat ied di rumah termasuk tidak melakukan kunjungan-kunjungan ke rumah saudara untuk menghindari penularan covid-19,” ujar dokter spesialis kulit klamin ini.

Namun begitu, Reni juga memperhatikan adanya tradisi lebaran yang sulit dihilangkan yang menyebabkan adanya kesan pengabaian protokol kesehatan.

“Tapi memang ada beberapa daerah yang terkesan mengabaikan protokol kesehatan dengan dalih tradisi seperti silaturahim itu tadi. Nah daerah-daerah seperti itulah yang angka covid nya meningkat,” jelas Reni.

Reni mengatakan telah melakukan berbagai upaya untuk menekan potensi penularan covid-19 dengan berkoordinasi dengan linmas, perangkat desa, dan puskesmas.

“Nah untuk pemudik yang sudah terlanjur mudik itu akan dipantau oleh linmas dan pemerintah Desa. Dinas-dinas kesehatan sendiri sudah melakukan antisipasi dengan berbagai tes. Nah puskesmas akan melakukan tes. Tapi ya namanya budaya jadi memang agak susah mengawasinya,” ucapnya.

“Budaya sungkem juga tidak bisa dihilangkan begitu saja, ini yang membuat kebanyakan pemudik masih melakukan salaman. Kan tidak ada yang namanya sungkem online walaupun sudah dihimbau oleh pemerintah sedemikian rupa,” pungkasnya. (adv)

Baca Berita Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini