Sekilas Kesenian Ebeg Banyumas, Ditetapkan Jadi Warisan Budaya Takbenda

Pegelaran Ebeg Bigar Ndalu di Rawalo Banyumas, Sabtu (16/9/2023). ( foto aris syaefudin/sigijateng.id)

BANYUMAS (sigijateng.id) –  Ebeg (kuda lumping) khas Banyumas menjadi warisan budaya tak benda (WBTb) Indonesia.  Penetapan tersebut dilakukan dalam sidang warisan budaya takbenda Indonesia 2021 di Hotel Millenium akhir Oktober 2021.

Bahkan untuk memutuskan Ebeg khas Banyumas menjadi warisan budaya tak benda (WBTb) Indonesia harus dua kali sidang untuk mempertahankan argumen. Sebab, kesenian Ebeg Banyumas secara bentuk pementasannya memiliki kemiripan dengan di daerah lain, seperti Embleg di Banjarnegara, Jathilan di Purworejo, dan kuda lumping di Jawa Timur. Tapi, secara substansi di Banyumas namanya ebeg.

Ebek khas Banyumas menjadi warisan budaya tak benda (WBTb) Indonesia ini harus terus disosialisasikan kepada masyarakat Banyumas. Kemudian semua elemen warga, termasuk generasi muda diajak bersma-sama untuk ikut mempertahakan atu menguri-uri.

Pagaleran Ebeg Bigar Ndalu di Lapangan Rawalo Banyumas, Sabtu (16/9/2023) adalah salah satu upaya Pakumas (Paguyuban Kudu Lamping Banyumas) dalam mensosialisasikan  keberadaa Ebek Banyumas kepada masyarakat dan sekaligus memberikan hiburan kepada masyarakat.

Pagaleran Ebeg Bigar Ndalu yang dibuka oleh anggota DPRD Jateng Asfirla Harisanto mendapat perhatian masyarakat. Ribuan warga, baik lelaki dan perempuan, tua, muda dan anak-anak memadati lapangan Rawolu.

Asfirla Harisanto, anggota DPRD Jateng saat membuka pagelaran Ebeg BIgar Ndalu di Lapangan Rawalo Banyumas, Sabtu (16/9/2023). ( foto aris /sigijateng.id)

“Menjadi tanggung jawab kita semua untuk menguri-uri budaya, diantaranya kesenian ebek Banyumas ini. Generasi muda Banyumas juga harus tahu keberadaan ebek Banyumas ini,” kata Asfirla Harisanto, anggota dewan yang biasa disapa Bogi saat membuka acara pagelaran ebek Bigar Ndalu.

BACA JUGA: Pagelaran Ebeg Bigar Ndalu di Rawalo Banyumas Menyedot Antusias Ribuan Warga

Dengan ditetapkannya ebeg sebagai warisan budaya takbeda, lalu bagaimana sebenarnya tradisi ebeg di Banyumas. Berikut sekilas tentang ebeg seperti dirangkum dari beberapa sumber.

Ebeg merupakan istilah kesenian kuda lumping atau jaran kepang untuk wilayah sebaran budaya Banyumasan. Pertunjukan ebeg umumnya diiringi oleh gamelan ataupun calung dengan jumlah penari 6 – 20 orang atau lebih

Sebaran Ebeg tidak menyebar di seluruh  Jawa Tengah. Hanya ada di beberapa daerah dengan nama yang berbeda-beda. Di Purbalingga namanya Embeg, di Banjarnegara namanya Embleg, Cilacap namanya Ebleg, dan di Purworejo namanya Jathilan. Namun substansinya dalam istilah Banyumas yang dipakai adalah Ebeg.

Dengan memakai riasan putra gagah, alis njegrag keatas hampir menyerupai alisnya Werkudara. Tebalnya riasan tidak setebal Werkudara dan tidak memakai make up warna merah- merah. Penimbal/pawang Ebeg atau dalang memakai baju hitam.

Selain itu kostum Tradisi Ebeg diantaranya menggunakan jamang Ebeg/ Irah-irahan memakai Sumping, memakai klat bahu di lengan tangan. Baju putih lengan panjang / kaos panjang, kalung kace, celana tiga perempat, jarit atau keci, stagen, slepe/sabuk, barosamir kanan,kiri, binggel atau gelang kaki, sampur atau selendang.

Kemudian pagelaran ebeg biasanya dilakukan di tempat-tempat yang cukup lapang seperti di kebun yang terdapat tanah kosong, di lapangan dan di sawah yang kering.

Ketika Ebeg dijadikan sarana permohonan kepada Tuhannya agar turun hujan dilakukan di tengah-tengah sawah pada siang hari. Tradisi memohon turunnya hujan adalah agar tidak terjadi gagal panen. Adapun tujuan pentas pada masa dahulu pada masyarakat pedesaan untuk hiburan pada masyarakat sekitarnya.

Lambat laun Ebeg memiliki nilai seni yang menawan hati masyarakat, mulailah tradisi tari ebeg ditanggap di rumah-rumah penduduk atau orang yang punya ujar (ketika anaknya sudah sembuh dari sakit akan ditanggapkan tari Ebeg). Tanggapan Ebeg bisa untuk acara khitanan atau pernikahan.

Lebih menarik lagi di jaman dahulu ketika masa kolonial Belanda, dimana pabrik gula tebu yang akan beroperasi atau giling maka akan nanggap ebeg, lengger dan sejenisnya supaya tidak ada sambekala/hambatan-hambatan dalam proses penggilingan tebu menjadi gula.

Asfirla Harisanto Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jateng (paling kanan) bersama Wakil Bupati Banyumas Sadewo Trilastiono, pemerhati seni budaya Djasarmen Purba dan Pembina Pakumas Suherman Sajuki saat pagelaran Ebeg di Rawalo Banyumas, Sabtu (16/9/2023). ( foto aris/sigijateng.id)

Disamping itu juga pemerintah nanggap dalam rangka pembukaan kegiatan dan lainnya, Ebeg dilakukan di siang hari.

Sebaran Ebeg tidak disemua wilayah Jawa Tengah ada karena pasca perang Diponegoro VOC melakukan float-float atau pembagian wilayah kekuasaan. Kebetulan Banyumas sendiri dibagian wilayah ujung barat dan yang pro atas perjuangan Diponegoro, maka dalam masyarakat pedesaan inilah muncul tarian ebeg yang menggabarkan kegagahan, dinamis, agresif, yang menggambarkan keprajuritan.

Walaupun ada beberapa kabupaten dan kota yang meniru gerakan-gerakan ebeg, di Banyumas data per tahun 2018 ada 212 grup paguyuban Ebeg. Data tahun 2019 ada 258 grup paguyuban Ebeg.

Upaya upaya Pemerintah daerah dalam melindungi seni budaya Ebeg adalah diantaranya pada saat pandemi Covid -9 yaitu lomba pementasan ebeg secara virtual, hal tersebut merupakan bagian dari upaya bantuan bagi seniman yang terdampak Covid 19, melalui Paguyuban Ebeg Banyumas.

Adanya inventaris data paguyuban ebeg di Dinas Pemuda, Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata atau Dinporabudpar, upaya pengembangan dari Pemerintah adalah diupayakan semua paguyuban yang ada di Banyumas terdaftar di Dinporabudpar agar adanya potret yang jelas terhadap paguyuban yang ada beserta anggotanya by age.

Secara berkala Dinporabudpar memberi bimbingan pada para paguyuban di setiap Kecamatan. Upaya pemanfaatan Ebeg sebagai bagian dari muatan lokal di SD karena ada unsur seni budaya, sosial dan kepatriotikan.

Ebeg juga bagian dari seni menyambut kedatangan tamu tamu dalam acara peresmian peresmian, dan upaya pembinaan adalah menguatkan kelembagaan agar Ebeg dapat tumbuh subur dan dicintai oleh generasi muda baik putra maupun putri sebagai seni kearifan lokal Banyumas.

Mari kita bersama-sama menguri-nguri dan mempertahankan Ebeg banyumas ini. (aris)

Berita Terbaru:

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini