Ponpes Al Zaytun Indramayu Bikin Geger Netizen, Berikut ini Hukumnya Wanita Shalat Satu Shaf dengan Laki-Laki

Viral wanita shalat satu shaf dengan laki-laki di Ponpes Al Zaytun Indramayu. (Foto: Istimewa/Instagram)

Jakarta (sigijateng.id) – Peristiwa terjadi di Ponpes Al Zaytun Indramayu, ini hukumnya wanita shalat satu shaf dengan laki-laki. Sebelumnya unggahan di akun Instagram Kepanitiaan Pondok Pesantren Al Zaytun bikin geger dunia maya.

Pasalnya dalam unggahan foto Sholat Idul Fitri 1444 Hijriah itu ada seorang wanita berada di shaf atau baris terdepan. Foto tersebut diunggah akun Instagram @kepanitiaanalzaytun pada Sabtu 22 April 2023 dengan judul Kegiatan Perayaan Ied Al Fithri di Masjid Rahmatan Lil Alamin Al Zaytun-Indonesia.

Lantas, bagaimana hukumnya laki-laki dan wanita berada satu shaf dalam shalat berjamaah?

Ketua Ikatan Sarjana Quran Hadis Indonesia Ustadz Fauzan Amin menyampaikan, berdasarkan lima hadits, semua menyatakan kalau sholat dengan kondisi seperti itu tidak diperkenankan dalam agama Islam.

“Sholat dalam kondisi laki-laki dan perempuan satu shaf itu tidak diperbolehkan dalam Islam. Ini terkait dengan kekhawatiran munculnya syahwat di antara mereka, dan ini juga mempengaruhi pahala sholat yang mereka kerjakan,” terang Ustadz Fauzan melalui pesan singkatnya.

Ia juga menjelaskan, Allah Subhanahu wa Ta’ala memandang status hamba-Nya, baik laki-laki maupun wanita, adalah sama. Namun, hal itu tidak diberlakukan dalam sholat.

Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam mencontohkan kepada umatnya bahwa dalam urusan menunaikan ibadah sholat untuk memisahkan diri dari selain jenisnya (jenis kelamin). Itu karena laki-laki dan wanita yang bukan mahram adalah dua jenis insan yang diciptakan untuk bisa saling bersyahwat satu sama lain.

“Maka, seyogianya mereka dipisah dalam barisan sholat,” tegas Ustadz Fauzan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا، وَشَرُّهَا آخِرُهَا، وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا، وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا

“Sebaik-baik shaf (barisan dalam sholat) bagi laki-laki adalah yang paling depan, dan yang paling buruk adalah yang terakhir. Dan sebaik-baik shaf bagi perempuan adalah yang terakhir dan yang paling buruk adalah yang paling depan.” (HR Muslim nomor 132, Tirmidzi: 224, dan Ibnu Majah: 1000)

Hadits ini merupakan aturan ideal untuk posisi shaf laki-laki dan wanita bahwa yang lebih sesuai sunnah, shaf wanita berada di belakang laki-laki. Makin jauh dari laki-laki, maka makin baik.

Berikut lima hadits yang menjadi landasan penjelasan Ustadz Fauzan Amin tersebut,:

  1. Menurut keterangan Syaikhul Islam

وقوف المرأة خلف صف الرجال سنة مأمور بها، ولو وقفت في صف الرجال لكان ذلك مكروهاً، وهل تبطل صلاة من يحاذيها؟ فيه قولان للعلماء في مذهب أحمد وغيره:

“Posisi shaf perempuan di belakang laki-laki adalah aturan yang diperintahkan. Sehingga ketika perempuan ini berdiri di shaf lelaki (sejajar dengan laki-laki) maka statusnya dibenci. Apakah sholat laki-laki yang berada di sampingnya itu menjadi batal? Ada dua pendapat dalam madzhab hambali dan mazhab yang lainnya.”

Kemudian Syaikhul Islam menyebutkan perselisihan mereka:

أحدهما: تبطل، كقول أبي حنيفة وهو اختيار أبي بكر وأبي حفص من أصحاب أحمد. والثاني: لا تبطل، كقول مالك والشافعي، وهو قول ابن حامد والقاضي وغيرهما

“Pendapat pertama, sholat laki-laki yang di sampingnya adalah batal, ini pendapat Abu Hanifah dan pendapat yang dipilih oleh Abu Bakr dan Abu Hafsh di kalangan ulama hambali.

Pendapat kedua, sholat tidak batal. Ini pendapat Malik dan As-Syafii, pendapat yang dipilih Abu Hamid, Al-Qadhi, dan yang lainnya.” (Al-Fatawa al-Kubro, 2/325).

As-Sarkhasi –ulama hanafi– (wafat 483 H) mengatakan:

بأن حال الصلاة حال المناجاة، فلا ينبغي أن يخطر بباله شيء من معاني الشهوة، ومحاذاة المرأة إياه لا تنفك عن ذلك عادة، فصار الأمر بتأخيرها من فرائض صلاته، فإذا ترك تفسد صلاته

“Ketika sholat, manusia sedang bermunajat dengan Allah, karena itu tidak selayaknya terlintas dalam batinnya pemicu syahwat. Sementara sejajar dengan perempuan, umumnya tidak bisa lepas dari syahwat. Sehingga perintah untuk memposisikan perempuan di belakang, termasuk kewajiban sholat dan jika ditinggalkan maka sholatny batal.” (Al-Mabsuth, 2/30)

  1. Imam Nawawi

وإنما فضل آخر صفوف النساء الحاضرات مع الرجال لبعدهن من مخالطة الرجال ورؤيتهم وتعلق القلب بهم عند رؤية حركاتهم وسماع كلامهم ونحو ذلك

“Diutamakannya shaf akhir bagi para perempuan yang hadir bersamaan dengan laki-laki dikarenakan hal tersebut menjauhkan mereka dari bercampur dengan laki-laki, melihatnya laki-laki (pada mereka), dan menggantungnya hati para perempuan kepada laki-laki ketika melihat gerakan laki-laki dan mendengar ucapan laki-laki dan semacamnya.” (Abu Zakaria Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, juz 13, halaman 127)

  1. Imam al-Ghazali

ويجب أن يضرب بين الرجال والنساء حائل يمنع من النظر فإن ذلك أيضا مظنة الفساد والعادات تشهد لهذه المنكرات

“Wajib untuk menempatkan penghalang antara laki-laki dan perempuan yang dapat mencegah pandangan, sebab hal tersebut merupakan dugaan kuat (madzinnah) terjadinya kerusakan dan norma umum masyarakat memandang ini sebagai bentuk kemungkaran.” (Al-Ghazali, Ihya’ ulum ad-Din, juz 3, halaman 361)

  1. Imam al-Mawardi

Dalam kitab al-Hawi al-Kabir, beliau menjelaskan:

وإن كان معه رجال ونساء الامام فى الصلاه ثبت قليلا لينصرف النساء ، فإن انصرفن وثب لئلا يختلط الرجال بالنساء

“Ketika terdapat laki-laki dan perempuan yang bersamaan dengan imam dalam sholat, maka imam menetap (di tempatnya) sejenak agar jamaah perempuan bubar terlebih dahulu, ketika jamaah perempuan sudah bubar maka imam berdiri (untuk bubar). Hal tersebut dilakukan agar tidak bercampur antara laki-laki dan perempuan.” (Al-Mawardi, al-Hawi al-Kabir, juz 23, halaman 497)

  1. Menurut Mazhab Hanafi

Dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah:

وصرح الحنفية بأن محاذاة المرأة للرجال تفسد صلاتهم . يقول الزيلعي الحنفي : فإن حاذته امرأة مشتهاة في صلاة مطلقة – وهي التي لها ركوع وسجود – مشتركة بينهما تحريمة وأداء في مكان واحد بلا حائل ، ونوى الإمام إمامتها وقت الشروع بطلت صلاته دون صلاتها ، لحديث : أخروهن من حيث أخرهن الله (2) وهو المخاطب به دونها ، فيكون هو التارك لفرض القيام ، فتفسد صلاته دون صلاتها .

وجمهور الفقهاء : (المالكية والشافعية والحنابلة) يقولون : إن محاذاة المرأة للرجال لا تفسد الصلاة ، ولكنها تكره ، فلو وقفت في صف الرجال لم تبطل صلاة من يليها ولا من خلفها ولا من أمامها ، ولا صلاتها ، كما لو وقفت في غير الصلاة ، والأمر في الحديث بالتأخير لا يقتضي الفساد مع عدمه

“Mazhab Hanafiyah menegaskan sejajarnya posisi perempuan dengan barisan shaf laki-laki dapat merusak (membatalkan) sholat mereka (para laki-laki). Imam Az-Zayla’i al-Hanafi mengatakan, ‘Jika perempuan yang (berpotensi) mendatangkan syahwat sejajar dengan lelaki dalam sholat mutlak yakni sholat yang terdapat rukun rukuk dan sujud, dan keduanya bersekutu dalam hal keharaman dan melaksanakan sholat di satu tempat yang tidak ada penghalangnya, lalu imam niat mengimami perempuan tersebut pada saat melaksanakan sholat, maka sholat laki-laki tersebut batal, tapi tidak batal bagi perempuan.’

Hal ini berdasarkan hadits, ‘Kalian akhirkan mereka (perempuan) seperti halnya Allah mengakhirkan mereka.’ Laki-laki pada hadits tersebut merupakan objek yang terkena tuntutan syara’ (al-mukhatab) bukan para perempuan, maka lelaki dianggap meninggalkan kewajiban menegakkan tuntutan tersebut hingga shalatnya menjadi rusak (batal) namun tidak bagi sholat para perempuan.

Wallahu a’lam bishawab.

(Red)

Baca Berita Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini