Menapaki Sejarah Masjid Qiblatin, Saksi Perpindahan Arah Kiblat Kaum Muslimin

Menapaki Sejarah Masjid Qiblatin. Foto : Tim MCH

Madinah (sigijateng.id) – Masjid Qiblatain menjadi salah satu destinasi tempat ziarah di Madinah yang dikenal dengan dua arah kiblat. Masjid yang dulu bernama Masjid Bani Salamah itu menjadi saksi perpindahan arah kiblat kaum Muslim.

Hingga saat ini, masjid tersebut terus dikunjungi ribuan kaum muslimin dari berbagai belahan penjuru dunia. Masjid Qiblatain terletak di Quba, tepatnya di atas sebuah bukit kecil di sebelah utara Harrah Wabrah, Madinah.

Penulis buku ‘Sejarah Madinah’ Anang Rikza Masyhadi yang juga pimpinan pengasuh Ponpes Modern Tazaka di Kabupaten Batang Jawa Tengah. Foto : Tim MCH

Masjid Qiblatain mula-mula dikenal dengan nama masjid Bani Salamah, karena masjid ini dibangun di atas bekas rumah Bani Salamah. Masjid ini terletak sekitar 7 kilometer dari Masjib Nabawi di Madinah.

Salah seorang pengurus masjid, Ibrahim Ahmad (50) menceriterakan asal usul masjid Qiblatain ini, diawali dengan kedatangan Nabi Muhammad SAW beserta beberapa sahabat ke Salamah untuk menenangkan Ummu Bishr binti al-Bara yang ditinggal mati keluarganya.

“Ketika itu bulan Rajab tahun 2 Hijriyah, Rasulullah shalat Zhuhur di Masjid Bani Salamah. Ia mengimami para jamaah. Dua rakaat pertama shalat Zhuhur masih menghadap Baitul Maqdis (Palestina), sampai akhirnya malaikat Jibril menyampaikan wahyu pemindahan arah kiblat,” kata Ibrahim.

Wahyu datang ketika Muhammad dijuluki Al-Amin ini baru saja menyelesaikan rakaat kedua. Dalam Alquran Allah berfirman, “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.

Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Allah dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (Al-Baqarah: 144).

Begitu menerima wahyu ini, Rasul langsung berpindah 180 derajat, diikuti oleh semua jamaah melanjutkan shalat Zhuhur menghadap Masjidil Haram. Yang tadinya menghadap Baitul Maqdis dengan tetap melanjutkan rakaat ke dua bersama makmum (pengikut shalat).

Sejak saat itu, kiblat umat Islam berpindah dari Baitul Maqdis, Palestina (menghadap ke utara dari Madinah), menuju Masjidil Haram (menghadap arah selatan dari Madinah). Masjid Bani Salamah ini pun dikenal sebagai Masjid Qiblatain atau Masjid Dua Kiblat.­­­

Dilokasi terpisah, seorang penulis buku ‘Sejarah Madinah’ Anang Rikza Masyhadi menceritakan, pada awalnya, kiblat shalat untuk semua nabi adalah Baitullah di Mekah yang dibangun pada masa Nabi Adam AS, seperti yang tercantum dalam Al Quran Surah Ali Imran ayat 96 yakni :

“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk tempat beribadah manusia ialah Baitullah di Mekah yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.”

Sedangkan Al Quds (yang kudus: Baitul Maqdis) ditetapkan sebagai kiblat untuk sebagian dari para nabi dari bangsa Israel. Al Quds berada disebelah Utara. Adapun Baitullah di Mekah disebelah Selatan sehingga keduanya saling berhadapan.

“Kini bangunan Masjid Qiblatain memiliki dua arah mihrab yang menonjol (arah Makkah dan Palestina) yang umumnya digunakan oleh Imam shalat,” kata Ustaz Anang kepada tim Media Center Haji (MCH).

Ustaz yang juga pimpinan pengasuh Ponpes Modern Tazaka di Kabupaten Batang Jawa Tengah ini mengatakan setelah direnovasi oleh pemerintah Arab Saudi, dengan hanya memfokuskan satu mihrab yang menghadap Ka’bah di Makkah dan meminimalisir mihrab yang menghadap ke Yerusalem, Palestina.

“Ruang mihrab mengadopsi geometri ortogonal kaku dan simetri yang ditekankan dengan menggunakan menara kembar dan kubah kembar,” terang dia.

Kubah utama yang menunjukkan arah Kiblat yang benar dan kubah kedua adalah palsu dan dijadikan sebagai pengingat sejarah saja. Ada garis silang kecil yang menunjukkan transisi perpindahan arah.

“Di bawahnya terdapat replika mihrab tua yang menyerupai ruang bawah kubah batu di Yerusalem, bernuansa tradisional,” beber Ustaz Anang. (Red)

Baca Berita Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini