Cerita Soejantini, Jemaah Haji Asal Demak Pulang ke Tanah Air Tanpa Sang Suami

Soejantini (51) salah satu jemaah haji asal Sayung Kabupaten Demak Jawa Tenga. Foto : Tim MCH

Jeddah (sigijateng.id) – Soejantini (51) salah satu jemaah haji asal Sayung Kabupaten Demak Jawa Tengah ini tak pernah menyangka bakal pulang dari tanah suci tanpa sang suami, Suprapto Tarlim. 

Sang suami Suprapto tercatat sebagai jemaah pertama Indonesia yang meninggal dunia pada musim haji tahun ini.

Almarhum Suprapto wafat selang lima jam setelah check in setibanya di hotel Abraj Taba, Madinah, pada 25 Mei lalu. 

Nampak raut muka Soejantini semula terlihat tegar, sesaat ditemui Tim Media Center Haji di Bandara Jeddah jelang kepulangan pada Selasa (4/7/2023) kemarin.

“Insya Allah saya kuat. Karena sepeninggal bapak saya sadar bahwa itu adalah ketetapan Allah, dan ketetapan Allah pasti yang terbaik untuk saya,” ucap Soejantini. 

“Yang menjadikan saya kuat, karena bapak kan meninggal di Baqi, jadi insya Allah langsung ke taman surga,” imbuhnya. 

Sebelum berangkat hingga tiba di Madinah, Soejantini menyebut jika suaminya dalam kondisi sehat tanpa keluhan apapun. 

“Yang sakit itu justru saya. Tapi kalau bapak sejak sebelum berangkat ke asrama haji tidak ada keluhan sakit sama sekali,” ucapnya. 

Bahkan saat tiba di hotel, Suprapto sempat mengantarkan istrinya ke kamar, kemudian sempat menumpang shalat di kamar sebelahnya. 

Mulai dari sini, mata Soejantini perlahan basah mengenang detik-detik kepergian suami tercinta untuk selamanya. 

“Keluar kamar mandi bapak teriak-teriak minta tolong, lalu saya dipanggil. Saya gosok dengan minyak kayu putih terus manggil dokter. Tiba-tiba saya merasa ada yang bisiki, kalau itu sudah kehendak Allah, dokter pun tidak akan bisa menolong suamimu,” ujar Soejantini menceritakan. 

Di saat-saat terakhirnya, Suprapto sempat dua kali mengucapkan lafaz Allah mengikuti tuntunan Soejantini. 

“Saya menjerit, saya rangkul suami saya lalu saya bilang La Haula Wala Quwwata Illa Billah. Bapak lihat saya lalu sempat bilang Allah…Allah, dua kali,” ujarnya. 

Situasi penuh kepanikan itu menjadi momen terakhir kebersamaan Soejantini dan Suprapto di tanah suci. 

“Saya masih bisa menggosok dadanya dengan minyak kayu putih, di dada dan hidung, Saya sempat mau memanggil dokter. Tapi saya mendapatkan bisikan. ‘Kalaupun itu kehendak Allah SWT, dokter pun tak akan bisa menolong suamimu.’ Saya langsung menjerit, saya langsung rangkul suami saya. Saya langsung mengucapkan La khaula wala quwwata illa billah,” jelasnya sambal berkaca kaca mengingat momen tersebut. 

Karena kalimat ‘La khaula wal quwwata illa billah’ itu terlalu panjang untuk talqin mayit, Soejantini sempat diingatkan temannya untuk menyebut kalimat yang pendek. 

“Teman saya bilang, bu jangan panjang panjang bu, terus saya bilang ‘Allah Allah’, bapak melihat saya, bapak bilang ‘Allah Allah’ dua kali, bapak lidah sudah mulai keluare, saya ganjal dengan masukkan jari tangan saya, saat itu bapak sudah menghembuskan nafas terakhir,” kisahnya.

Diakuinya sang suami tak ada wasiat dan tak ada riwayat sakit. “Tapi Bapak hanya bilang ingin secepatnya ke Madinah. Bapak bilang, kalau sampai di Madinah, saya enak. Bahkan belum sempat ke Masjid Nabawi dan ke Makkah,” katanya.

Soejantini mengaku meski sang suami belum sempat ke Masjid Nabawi maupun ke Makkatul Mukarromah. Namun kepergiannya ke haribaan Sang Pencipta sesampainya di Madinah adalah berkah baginya. 

Terlebih sang suami langsung dimakamkan di Pemakaman Baqi berdekatan dengan Raudhah dan makam Rasulullah SAW, dan makam kedua sahabat Rasul Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq, dan Sayyidina Umar bin Khattab. “Insyaallah saya kuat,” tandasnya.

Soejantini mengaku sepeninggalnya suaminya, dirinya sadar bahwa semua itu sudah menjadi ketetapan dari Allah SWT. “Bagi saya ketetapan Allah-lah yang membuat saya kuat menjalankan ibadah haji,” katanya terbata-bata.

“Apalagi bapak kan meninggal di Madinah, bapakkan langsung lolos ya, langsung ke taman surga Allah. Itu yang menjadikan saya kuat menjalankan ibadah haji,” imbuhnya. 

Proses pemakaman, Soejantini tidak bisa menyaksikan secara langsung di dekatnya. Hanya bisa melihat dari jauh, dari pagar yang jaraknya cukup jauh. Hanya kaum laki-laki yang diperkenankan memasuki dan melakukan pemakaman. 

“Di Baqi, hanya lihat dari pagar. Saat itu saya dipanggil petugas, setelah Dhuhur. Waktu pemakaman saya tak bisa masuk, saya titip video,” ujarnya.

Ibu dari dua orang anak asal Purwodadi saat ini sudah mendapatkan dokumen suaminya yang meninggal dan dimakamkan di Baqi. Meski belum tahu di nomor berapa batu nisannya.

“Keluarga bersedih, anak saya dua tinggal di Tegal dan Comal Pemalang. Tak ada yang di rumah. Jadi semua diurus oleh tetangga. Karena saya asli Purwodadi hanya berdimisili di situ (Desa Kalisari Demak),” urainya.  Kini Soejantini sudah tiba di embarkasi Donohudan Solo Jawa Tengah, dan menempuh perjalanan pulang ke Demak Bersama Jemaah haji satu kloter lainnya. Soejantini membawa serta koper kabin miliknya dan almarhum sang suami Suprapto. (Dye)

Berita Terbaru:

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini