Bungah, Pria Lumpuh dan Tidak Mampu Asal Jambu Bertahan Hidup dengan Kakaknya Yang Berpenghasilan 500 Ribu Perbulan

Slamet, yang rela mengurus adiknya dalam kondisi lumpuh. ( foto sinta for sigi jateng)

SIGIJATENG.ID- Nama bukanlah sekedar penanda. Ada doa dan harapan semua orang tua dibalik pemberian nama pada anak mereka.

Termasuk pria asal Desa Gemawang, Kecamatan Jambu Kabupaten Semarang yang lumpuh sejak lahir ini. Dia diberi nama Bungah, yang artinya bahagia. Ada harapan orang tua agar dia selalu dipenuhi kebahagiaan dalam hidup. Walau pada kenyataannya, Bungah harus lahir tak sempurna.

Kondisi Bungah yang alami lumpuh sejak lahi. ( foto sinta for sigi jateng)

Mendapati keadaan Bungah seperti itu kedua orang tuanya sadar, ibarat berlayar mereka tidak akan bisa mengubah mata angin tapi masih dapat mengatur layar untuk mencapai tujuan.

Karenanya, kedua orang tua itu tak pernah lelah dan tidak pernah menyerah merawat si Bungah dengan penuh cinta, kesabaran dan ketelatenan. Terlebih sang Ibu, karena Bapaknya tenaganya tercurah di ladang.

Sayangnya, perhatian dan cinta termurni dari sang Ibu ini harus berakhir diterima oleh Bungah sampai usia 18 tahun. Tepatnya 6 tahun lalu, Ibunya sakit dan meninggal.

Dalam keadaan itu kakaknya Bungah, Slamet memutuskan kembali ke desa dari rantauan. Dia siap meneruskan tugas Ibu merawat adiknya.

Setiap hari Slamet memandikan dan menyuapi Bungah. Secara rutin juga membersihkan tempat tidur adiknya. “Adik saya hanya makan nasi dan gorengan. Maksimal dua kali sehari. Itu untuk mengurangi bau,”jelas Slamet.

Dan di bulan puasa ini, Bungah justru minta diajak puasa. “Minta dibangunkan sahur dan ikut puasa,” kata Slamet.

Beberapa tangga tetangga mengatakan kalau selain bulan Ramadan, pria lumpuh sekujur tubuh itu sering puasa sunah Senin Kamis. “Secara fisik dia lumpuh tapi dia masih bisa berfikir seperti orang normal. Hanya sulit bicara,”kata Timbul, kepala dusun setempat.

Bungah sehari-hari tergolek di atas tempat tidur sementara Slamet yang menjadi tulang punggung, bekerja menjadi buruh pemotong kayu untuk bahan triplek.

Slamet merawat dua pria tak berdaya di dalam rumah itu. Bapaknya yang jompo dan sakit serta adiknya yang lumpuh.

Penghasilan sebulan Slamet berkisar 500 ribu rupiah. Besaran uang ini dia gunakan baik-baik untuk kebutuhan makan bersama Bapak dan Adiknya. “Buat makan dicukup-cukupkan. Kebutuha lain, misal pampers buat adik saya, kebetulan Bungah tidak kami biasakan memakai pampers, lebih baik saya yang mengalah, rajin membersihkan kasur dan kamarnya,” jelas Slamet.

Untuk rumah sebagai tempat berteduh, Slamet bersyukur sudah sukses membangunkan rumah untuk kedua orang tuanya bertahun-tahun lalu.

“Saat Ibu saya masih hidup, adik dirawat penuh oleh Ibu dan saya bisa konsentrasi merantau keluar Jawa. Jadi sales kuningan dulu. Alhamdulilah bisa membangun rumah ini,” ujar Slamet anak ketiga dari empat bersaudara.

Slamet memiliki dua kakak perempuan, yang sulung hidup di Kalimantan, kakak kedua tinggal di desa sebelah. Kondisinya juga kurang mampu, suaminya meninggal dan harus merawat tiga anak. Kakak kedua Slamet fokus membesarkan tiga anaknya dengan menjadi asisten rumah tangga. Hanya Slamet yang akhirnya siap mengambil tanggung jawab, merawat adik bungsunya yang lumpuh sejak lahir itu. Semoga pengabdian Slamet merawat adiknya ini berbalas setimpal dengan kemudahan dan keberkahan hidup untuknya. (sinta/aris)

Baca Berita Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini