Penangkapan dan Pembubaran Demonstran Tolak RUU Pilkada Disesalkan, Komnas HAM : Seharusnya Kedepankan Humanisme

Komnas HAM. Foto: Setkab.go.id

Jakarta (sigijateng.id) – Upaya pembubaran aksi unjuk rasa tolak RUU Pilkada yang dilakukan aparat penegak hukum sangat disesalkan. Pasalnya, pihak aparat menggunakan gas air mata, pemukulan beberapa peserta aksi, hingga keterlibatan TNI. Sehingga ada kesan yang terindikasi penggunaan kekuatan yang berlebihan. Seharusnya aparat mengedepankan pendekatan humanis pada demonstran.

Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Uli Parulian Sihombing menilai bahwa unjuk rasa hari ini dilakukan secara damai oleh masyarakat dari berbagai elemen seperti mahasiswa, buruh, aktivis, akademisi, figur publik, dan kelompok-kelompok lainnya. Aksi itu tercatat berlangsung di Jakarta, Yogyakarta, Semarang, hingga daerah lainnya.

Aksi unjuk rasa tersebut merespons rencana revisi UU Pilkada oleh Baleg DPR RI pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang ambang batas pencalonan kepala daerah dalam Pilkada serentak dan penghitungan usia 30 tahun bagi calon gubernur dan wakil gubernur pada saat penetapan calon.

Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Uli Parulian Sihombing. Foto : Wikimedia.org

Putusan MK tersebut berbeda dengan putusan MA yang sebelumnya mengabulkan gugatan tentang usia calon kepala daerah, penghitungan usia 30 tahun bagi calon gubernur dan wakil gubernur pada saat pelantikan.

Diungkapkan Uli, pihaknya juga menyesalkan penangkapan terhadap 159 peserta aksi dan ditahan di Polda Metro Jaya. “Komnas HAM mendorong agar aparat penegak hukum segera membebaskan seluruh peserta unjuk rasa yang ditangkap dan ditahan dalam aksi unjuk rasa hari ini,” tegas Uli dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat (23/8/2024).

Uli mengatakan bahwa Komnas HAM mendorong penyelenggara negara, aparat penegak hukum memastikan kondusifitas aksi unjuk rasa yang akan berlangsung hari-hari ke depan atas dasar penghormatan, perlindungan dan pemenuhan kebebasan berpendapat dan berekspresi. Langkag ini sebagai wujud negara demokrasi dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia.

Dia menerangkan bahwa pihaknya melakukan pemantauan unjuk rasa tersebut secara langsung di dua lokasi, yaitu di Gedung MK dan DPR. Sementara pemantauan unjuk rasa di luar Jakarta, dilakukan melalui media monitoring.

Komnas HAM mencatat bahwa aksi unjuk rasa dilakukan secara damai dan kondusif. Masyarakat dalam orasinya menyesalkan rencana Baleg DPR RI yang secara kilat akan merevisi RUU Pilkada yang disinyalir akan bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Revisi tersebut dinilai mencederai prinsip-prinsip demokrasi, terutama dari aspek kepatuhan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi yang final dan mengikat sejak dibacakan.

“Aksi yang berlangsung sejak pukul 09.00 – 17.00 WIB berjalan kondusif. Namun sejak pukul 17.00, aparat keamanan mulai menyebarkan gar air mata dan menggunakan cara-cara kekerasan dalam membubarkan unjuk rasa, setelah massa berhasil merobohkan salah satu pintu gerbang DPR RI,” bebernya.

“Bahkan aparat TNI juga turun dan turut serta mengamankan unjuk rasa tersebut. Hingga pukul 20.00, berdasarkan laporan yang disampaikan YLBHI kepada Komnas HAM, ada 159 peserta aksi yang ditangkap dan ditahan di Polda Metro Jaya,” tutup Uli. (Red)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini