Kiai Anasom Sebut Banyak Mualaf Dikucilkan Keluarga, Kita Harus Hadir Dampingi Mereka

Rakor Mualaf Center di Kantor Baznas Provinsi Jateng, Rabu (3/7/2024). (foto dok baznas)

SEMARANG (sigijateng.id) – Ketua Mualaf Center Provinsi Jateng, Dr H Anasom MHum mengatakan, rakor mualaf diharapkan menjadi titik temu pengembangan rumah mualaf di seluruh wilayah Jateng. SK pembentukan lembaga rumah mualaf cukup ditandatangani pimpinan MUI kab/kota masing-masing.

”Sampai saat ini 26 MUI di kabupaten/kota sudah mendirikan rumah mualaf, sehingga masih ada sembilan kabupaten/kota yang belum melaporkan atau membentuk rumah mualaf,” jelas KH Anasom, dalam Rakor Mualaf Center di Kantor Baznas Provinsi Jateng, Rabu (3/7/2024).

KH Anasom menambahkan, dakwah kepada para mualaf sangat penting. Di lapangan banyak orang masuk Islam, namun belum ada yang melakukan pembimbingan. Persoalan di lapangan ada mualaf yang bersemangat, tetapi berpotensi melawan NKRI. Hal ini menjadi problem, sehingga penanganan mualaf seperti ini harus kita inisiasi untuk berdakwah khusus.

”Di Semarang banyak orang masuk Islam, tetapi belum ada pembimbingnya.
Diharapkan semua kabupaten/kota ada gerakan membimbing mualaf. Jumlah mualaf di Jateng sekitar 4 ribu hingga 5 ribu mualaf. Maka kalau tidak dibina akan menjadi persoalan. Berbagai problem di lapangan, mereka ada yang putus hubungan dengan keluarga, kemudian kita ikut mendampingi mereka. Misalnya di Kudus, warga china karena menjadi mualaf dikucilkan keluarganya, sehingga harus kita dampingi,” ujar KH Anasom, yang juga Ketua PCNU Kota Semarang ini.

Berita Terkait: MUI Jateng Dorong MUI Kota dan Kabupaten Jateng Bikin Rumah Mualaf

Sekretaris Mualaf Center Provinsi Jateng, Dr H Multazam Ahmad MA mengatakan, di Jawa Tengah para Mualaf menghadapi tantangan ekonomi yang signifikan setelah berpindah keyakinan. Pemerintah dan organisasi swasta berupaya memberdayakan mereka melalui berbagai program untuk meningkatkan kesejahteraan hidup.

”Mualaf atau orang yang baru masuk Islam tentu membutuhkan perhatian yang sangat serius. Mengapa demikian? Karena mereka memasuki dunia baru, artinya sebelumnya tidak Islam menjadi Islam. Dari aspek akidah tentunya mereka membutuhkan perhatian dan pendampingan supaya mereka dengan perpindahan tersebut merasa nyaman dan merupakan kecintaan yang diimpikan, jangan sebaliknya mereka dibiarkan sehingga kehidupannya merasa sulit tidak ada yang membimbing,” jelas KH Multazam.

Ketua Takmir Masjid Raya Baiturrahman ini menambahkan, mualaf di Jawa Tengah berasal dari berbagai suku, budaya, dan profesi yang berbeda-beda.
Alasan mereka berpindah keyakinan dapat mencakup pernikahan, pencarian makna hidup, atau pengalaman spiritual yang mendalam.
Jumlah Mualaf di Jawa Tengah, lanjutnya, terus berfluktuasi dari tahun ke tahun seiring dengan proses konversi agama yang terjadi. Banyak mualaf kurang memiliki keterampilan kerja yang memadai, sehingga sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Mualaf sering menghadapi diskriminasi dan stigma di tempat kerja, karena latar belakang keyakinan mereka.

”Mualaf sering menghadapi diskriminasi dan stigma di tempat kerja karena latar belakang keyakinan mereka. Oleh karenanya peran Pemerintah dalam Pemberdayaan Ekonomi Mualaf. Pemerintah perlu menyediakan program pelatihan vokasi untuk meningkatkan kemampuan kerja mualaf. Pemerintah melakukan pembinaan dan advokasi untuk melindungi hak-hak mualaf dari diskriminasi,” katanya.

Selain itu, lanjut KH Multazam, pemerintah dituntut memberikan bantuan modal usaha dan skema pembiayaan bagi mualaf yang ingin berwirausaha.
Pemberdayaan ekonomi memberikan mualaf stabilitas finansial dan kualitas hidup yang lebih baik.

”Mualaf yang berdaya secara ekonomi cenderung lebih percaya diri dan mandiri. Perbaikan kondisi ekonomi juga membantu mualaf untuk lebih fokus dalam menjalankan keyakinan barunya,” katanya.

KH Multazam menambahkan, jika disimpulkan pemberdayaan ekonomi mualaf di Jawa Tengah memerlukan kolaborasi yang baik antara pemerintah, swasta, dan organisasi keagamaan. Upaya ini dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi kehidupan dan keimanan mualaf.

”Rekomendasi utama adalah memperluas program pelatihan, akses modal, dan advokasi untuk melindungi mualaf dari diskriminasi. Dengan dukungan yang memadai, mualaf dapat menjadi bagian produktif dari masyarakat dan berkontribusi pada kemajuan ekonomi di Jawa Tengah. Maka melalui mualaf center ini dan pembiayaan dari Baznas dari kota maupun provinsi perlu segera didorong agar mereka bisa hidup yang penuh makna,” tegas KH Multazam. (aris)

Berita Terbaru:

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini