Kamis, September 19, 2024
No menu items!

Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Proklim di Dataran Tinggi Dieng Kepakisan Batur, Begini Harapannya

Semarang (sigijateng.id) – Program Kampung Iklim (ProKlim) merupakan program lingkup nasional yang dikembangkan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk mendorong seluruh pihak aktif melaksanakan aksi lokal meningkatkan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim dan pengurangan emisi Gas Rumah Kaca.

ProKlim mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.84/Menlhk-Setjen/Kum.1/11/2016. Salah satunya kegiatan yang dilaksanakan di Desa Kepakisan Kecamatan Batur, Banjarnegara pada Rabu (28/8/2024) lalu.

Dengan mengambil tema Pemberdayaan Masyarakat berbasis ProKlim untuk Kesejahteraan Masyarakat, kegiatan tersebut sebagai bentuk implementasi Pengabdian Bagi Masyarakat Internal (PbM) Skema 1 Pbm Mitra Masyarakat Industri (PbM-I).

Acara yang berlangsung mulai pukul 09.00 – 13.00 WIB tersebut, Ketua tim kegiatan Proklim Muhamad Kundarto, SP, MP bersama anggotanya Ir. Suwardi, MP dan Drs. Hadi Oetomo, MM disambut baik oleh puluhan orang dari kelompok tani Perkasa Dua.

“Sebelumnya, tim Proklim melakukan survey pendahuluan di lokasi sekitar pemukiman untuk melihat kondisi eksisting warga dataran tinggi dieng,” kata Muhammad Kundarto, Ketua Tim Proklim di Desa Kepakisan Batur tersebut.

“Selain itu juga melakukan pemotretan pada obyek-obyek permukiman, pemanfaatan pekarangan, lahan pertanian, kawasan hutan, dan sebagainya,” imbuhnya.

Kundarto menjelaskan jika dataran tinggi Dieng dengan ketinggian sekitar 2.000 m dpl merupakan dataran tinggi yang unik dan langka di Indonesia. Meski secara teori Braak, suhu rata-rata tahunan berkisar 10-14 derajat Celcius.

“Namun faktanya di kawasan ini sering terbentuk embun upas atau frost atau lapisan es pada pertengahan musim kemarau. Embun upas biasanya terbentuk di sekitar perairan dengan topografi cekungan, yang dikelilingi oleh perbukitan tinggi,” terangnya.

Menurutnya, kondisi cekungan menyebabkan pasokan sinar matahari kurang maksimal, sehingga suhu rata-rata lebih rendah. Ditambah pada puncak kemarau terjadi pendinginan bumi secara cepat pada malam sampai pagi hari, sehingga mencapai titik beku air.

“Jika umumnya embun upas terjadi hanya 1x dalam setahun, tapi khusus pada tahun 2024 ini terjadi beberapa kali pada bulan berbeda di kisaran musim kemarau. Kondisi langit cerah bersih tanpa awan menjadi prasyarat pendukung utama dalam proses pendinginan sampai ke titik beku,” tutur Kundarto.

Disampaikan, dalam kegiatan tersebut dijelaskan mengenai pengertian ProKlim yang dikaitkan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan kegiatan pertanian, perkebunan, kehutanan hingga permasalahan lingkungan.

“Kekuatan utama sosial masyarakat yakni tingginya pemahaman dalam pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, dibuktikan dengan kawasan hutan yang mau dijarah bisa dicegah, demi mempertahankan keberadaan mata air untuk keberlangsungan hidup dan keseimbangan ekosistem di kawasan ini,” kata Kundarto yang juga seorang dosen di Yogyakarta ini.

“Masyarakat juga berusaha mengelola potensi agrowisata dan penentuan skala prioritas lokasi wisata serta memberdayakan pendampingan pembentukan UMKM wisata, yang dikelola sesuai dengan kearifan lokal,” imbuhnya.

Lebih lanjut, sambung Kundarto, misalnya dalam mengelola sumber-sumber air, seperti embung/danau dan mata air, mereka bersepakat menjaga kelestarian hutan dan membatasi dalam pemakaian air secara bergilir.

“Beberapa danau kecil dikelola dengan baik agar reservasi air terkelola dengan baik. Sehingga para pengunjung dapat rutin mendatangi lokasi wisata dan ikut dalam menjaga kelestarian lingkungan sekitarnya,” jelas Kundarto.

Sementara itu dalam kesempatan yang sama, ketua Kelompok Tani Perkasa Dua di Desa Kepakisan, Dasir mengungkapkan jika kawasan dataran tinggi Dieng sebelum tahun 90an digunakan untuk budidaya tembakau lintingan dengan masa panen satu kali per tahun.

Namun kedatangan pembudidaya kentang dari Jawa Barat yang dapat membuat waktu panen menjadi tiga kali per tahun, sangat menarik minat penduduk lokal untuk menirunya.

“Maka kawasan dataran tinggi Dieng yang merupakan aset wisata nasional berupa candi-candi purba, lahan gambut topogen, dan pemandangan pegunungan dataran tinggi, makin banyak dihiasi oleh alih fungsi lahan menjadi tanaman sayuran, khususnya tanaman kentang,” ungkapnya. (Red)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

RELATED ARTICLES
- Advertisment -

Popular 24 Jam