Batang (sigijateng.id) – Di era modern ini, optimalisasi dunia pertanian dengan metode pola tanam yang tepat menjadi kunci untuk meningkatkan hasil produksi panen. Salah satu teknologi yang digunakan yakni True Seed of Shallot (TSS).
Petani di Kecamatan Bawang Kabupaten Batang melakukan penanaman bawang merah jenis Masserati dengan menggunakan biji. Teknologi ini diyakini dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional.
“Lebih ringan biayanya dan hasil produksinya tinggi,” ujar Ali Maftuhin, petani bawang merah warga Desa Donowodo Bawang kepada sigijateng.id, Kamis (12/9).
Menurutnya, penanaman bawang merah dengan metode True Seed of Shallot (TSS) di wilayah Kabupaten Batang baru dirinya yang melakukan. “Ini baru kali pertama kali saya menggunakan metode ini. Mungkin di Batang baru saya,” tuturnya.
Ali mengatakan dengan luasan lahan 1 hektar tanaman bawang merah ini mampu memproduksi hasil panen sebanyak 13 ton. Untuk harga jual mencapai Rp 12 ribu hingga Rp 13 ribu per kilogramnya. “Harga jual saat ini termasuk tinggi,” kata Ali.
Saat ini, pihaknya juga tengah melakukan panen perdana dan akan mengirimkan hasil produksi panen ke sejumlah daerah seperti di Semarang, Temanggung dan sebagainya. “Siang ini sudah ada permintaan untuk dikirim 1,5 ton ke Temanggung, belum lagi ke Semarang,” bebernya.
Sementara itu, Dinas Pangan dan Pertanian (Dispaperta) Batang, menyebut hortikultura varietas bawang merah Masserati dengan teknologi TSS saat ini sedang diujicobakan di beberapa kabupaten, termasuk Batang, Grobogan, Cilacap, Kendal, dan Wonogiri.
“Teknologi ini membawa banyak keuntungan bagi petani, terutama dalam hal efisiensi waktu dan daya tahan tanaman terhadap hama seperti Fusarium dan Thrips,” kata Irhas Fredy Wibowo, Kepala Bidang Hortikultura Dispaperta Batang.
Irhas menambahkan, teknologi ini cocok diterapkan di lahan dengan ketinggian 0-800 meter di atas permukaan laut, sehingga memberikan fleksibilitas bagi petani di berbagai wilayah.
Salah satu kelompok tani yang merasakan langsung manfaat teknologi ini adalah Gapoktan Candinglado, Kecamatan Bawang. Sebagai percontohan, mereka berhasil melakukan panen perdana di lahan seluas dua hektar dengan masa tanam hanya 70 hari.
“Alhamdulillah, dari dua hektar tersebut mampu memanen 13 ton per hektar. Ini pencapaian yang cukup baik, terutama jika dibandingkan dengan metode tanam umbi yang membutuhkan waktu 80 hari dengan hasil panen hanya sekitar 7-8 ton per hektar,” ungkapnya.
Uji coba teknologi TSS ini tidak hanya membuka peluang bagi petani untuk meningkatkan produktivitas, tetapi juga mempercepat proses produksi, yang pada akhirnya diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pasar yang semakin meningkat. (Red)