Prof Jamil Usulkan Pelatihan dan Pembimbingan Manasik Haji di Indonesia Dilakukan Seperti di Malaysia

Prof Dr H Abdul Jamil, MA berfoto bersama dengan peserta Sertifikasi Pembimbing Manasik Haji Profesional angkatan XII yang digelar oleh PW IPHI Jateng bekerja sama dengan UIN Walisong dan Ditjen PHU Kemenag, di Asrama Haji Donohudan Boyolali Rabu (15/3/2022). ( foto aris/sigijateng.id)

BOYOLALI (sigijateng.id) – Prof Dr H Abdul Jamil, MA mantan Dirjen Penyelengaraan Haji dan Umrah (PHU) mengusulkan agar pelatihan manasik haji bagi calon jemaah haji Indonesia dilakulan seperti di Malaysia.

“Saat ini di Malaysia melakukan manasik haji satu pekan sekali setiap hari Sabtu sepanjang tahun. Pesertanya tidak hanya calon haji yang akan berangkat pada tahun itu, namun beberapa tahun berikutnya, ” kata Prof Dr H Abdul Jamil MA saat menjadi pembicara Sertifikasi Pembimbing Manasik Haji Profesional angkatan XII yang digelar oleh PW IPHI Jateng bekerja sama dengan UIN Walisong dan Ditjen PHU Kemenag, di Asrama Haji Donohudan Boyolali Rabu (15/3/2022).

Prof AbdulJamil menyampaikan materi dengan tema Strategi dan Metodolgi Pembimbing
Manasik Haji di Tanah Air dan Tanah Suci. Acara ini berlangsung mulai 14 Maret sampai 21 Maret 2023.

Dikatakan Prof Abdul Jamil, manasik haji sangat penting bagi jemaah agar bisa melakukan ibadah yang benar sesuai syariat serta meminimalisir terjadinya persolan yang tidak diinginkan. Karenanya, pelaksanaan manasik haji di Indonesia harus diperbanyak seperti di Malaysia.

“Saat ini, pemerintah manasik haji di Indonesia.hanya dilakulan sebanyak 8 kali untuk pulau Jawa dan 10 kali intuk luar Jawa. Itu sudah termasuk mater kesehatan dan lain lain,” kata Prof Abdul Jamil yang juga mantan Rektor IAIN Walisongo Semarang ini.

Menurut Prof Jamil, dengan jumlah manasik haji yang hanya 10 kali ini dalam dua bulan sebelum betangkat tentu sangat kurang. Apalagi calon jemaah haji Indonesia itu banyak yang usia lanjut dan pengetahuan agama juga masih banyak yang minim. Jemaah haji yang memiliki pengetahuan agama jika hanya melakukan manasik haji 10 kali juga masih kurang.

“Karena minim pengetahuan manasik haji, maka setiap kali haji akan selalu muncul persoalan yang komplek dan beragam,” terang Abdul Jamil.

Dia juga mengingatkan, petugas pembimbing manasik haji Indonesia adalah berat, mengingat pengetahuan manasik haji jemaah haji yang minim, serta usianya banyak yang sudah lanjut. Dan hal ini akan terus terjadi sampai waktu yang belum bisa diprediksi.

“Jemaah haji Indonesia akan selalu banyak yang berusia lanjut. Karena antrian haji yang panjang. Mendaftar pada usia muda namun baru berangkat belasan tahun kemudkan. Karena itu, petugas dan pembimbing manasik hajib harus benar benar profesional. Syarat bagi pembimbing manasik haji harus bersertifikat adalah sebuah keharusan,” kata dia.

Dalam sesi sebelumnya, Direktur Bina Haji Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag RI H Arsyad Hidayat, Lc MA, mengatakan haji tahun 2023 ini dibutuhkan petugas dan pembimbing manasik yang profesional. Petugas dan pembimbing haji akan bekerja lebih ekstra dibanding petugas dan pembimbing manasik pada tahum 2022 lalu.

Karena kuota jemaah haji tahun 2022 tidak ada separoh dari kuota tahun 2023 ini.

“Tahun 2022 lalu kuota kita hanya 100 ribu orang dan usia jemaah dibatasi maksimal 65 tahun. Sementara tahun 2023 ini jumlahnya 220 ribu lebih. Dan sekitar 31 persen atau sekitar 65 ribu usianya lebih dari 65 tahun dan yang masuk kelompol risti (resiko tinggi) juga banyak,” katanya.

Dengan kondisi seperti itu, maka petugas dan pembimbing manasik haji harus profesional yang dibuktilan dengan sudah memiliki sertifikasi pembimbing haji profesional yang bisa didapat dengan mengikuti acara seperti ini.

“Mengapa ada sertifikasi manasik haji? Agar para pembimbing tidak hanya paham fiqih haji saja, tetapi juga paham akan kebijakan haji di dalam dan luar negeri serta di tanah suci sendiri. Hal ini juga intuk menstandardisasikan kompetensi pembimbing agar dapat memberikan jaminan kualitas pelayanan di bidang bimbingan manasik,” terangnya.

Masih kata Arsyad, sertifikasi tidak hanya diperintukkan bagi pembimbang manasik haji di Indonesia saja, namun juga diperuntukkan kepada muthowif di tanah suci.

Penerapan sertifikasi untuk muthowif dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi dalam rangka untuk meningkatkan pelayanam kepada semua jemaaah haji dan umroh.

“Muthowif di Arab Saudi juga akan disertifikasi. Distandarkan. Saat ini Arab Saudi sedang menyusun kurikulum sertifikasi muthowif,” kata dia.

Saat ini banyak muthowif yang kurang menguasai materi, misal tentang tempat bersejarah di tanah.suci. Bahkan ada juga ada yang pengetahuan fiqih hajinya minim.

“Banyak orang Indonesia jadi muthowif di sana. Dan diantara mereka latar belakangnya tidak dari pesantren atau lembaga akademik tertentu. Itulah akhirnya muthowif juga harus bersertifikat,” kata dia. (aris)

Baca Berita Lainnya

100 66 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here