Jemaah Bisa Niat Ihram di Hotel Sebelum Menuju ke Arafah, Ini Penjelasannya

Ilustrasi - Jemaah ibadah haji. Foto : Istimewa

Mekkah (sigijateng.id) – Jamaah haji Indonesia sudah mulai berdatangan ke Makkah dari Madinah. Bahkan ada juga jamaah haji yang bermalam di Makkah selama empat hari. Berdasarkan sudut pandang fikih, hal itu dapat dianggap sebagai mukim.

Konsultan Ibadah untuk Jamaah Haji Indonesia di Daker Makkah, KH Ahmad Kartono, menyampaikan, dari sisi pandangan fikih, jamaah haji Indonesia ada yang sudah mukim lebih dari empat hari-empat malam.

“Itu berarti dari posisi jamaah haji kita, itu sudah sebagai mukim, sehingga perlakuan dari pelaksanaan hukum fikih itu seperti penduduk Makkah, berarti nanti saat tanggal 8 Dzulhijjah berangkat ke Arafah itu artinya niat ihram haji langsung dari hotel seperti penduduk Makkah, tidak perlu cari miqat lain lagi,” kata Kiai Kartono, Selasa (6/6/2023)

Sebagaimana penjelasan buku Tuntunan Manasik Haji dan Umroh yang dipublis Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kementerian Agama, 2020. Dijelaskan bahwa ada dua jenis miqat. Yakni miqat zamani dan miqat makani.

Miqat zamani adalah batas waktu melaksanakan haji. Menurut jumhur ulama, miqat zamani dimulai sejak 1 Syawal sampai terbit fajar 10 Dzulhijjah. Miqat makani adalah batas tempat untuk memulai ihram haji atau umroh.

Tempat berihram haji atau umroh adalah sejumlah tempat yang ditentukan sebagai miqat, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu berkata; Rasulullah SAW menetapkan miqat bagi penduduk Madinah adalah Zulhulaifah, bagi penduduk Syam adalah Jufah, bagi penduduk Najd adalah Qarnul Manazil dan bagi penduduk Yaman adalah Yalamlam.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Itulah miqat bagi mereka dan bagi siapa saja yang datang di sana yang bukan penduduknya yang ingin haji dan umroh. Bagi yang lebih dekat dari itu (dalam garis miqat), maka dia (melaksanakan) ihram dari kampungnya, sehingga penduduk Makkah ihramnya dari Makkah. (HR Muslim dari Ibnu Abbas).

Sebelumnya, jamaah haji Indonesia diingatkan Kiai Kartono bahwa jamaah yang sehat dipersilahkan melakukan umroh berulang kali tapi tetap memperhatikan kesehatan fisiknya.

Karena ibadah haji sebagian besar adalah ibadah badaniyah. Sehingga bagi yang kurang sehat fisiknya, sakit, lansia dan disabilitas justru sebaiknya tidak melakukan umroh berulang kali.

Berkaitan dengan pelaksanaan sholat lima waktu, setelah selesai melaksanakan umroh perdana sebagai umroh wajib. Selanjutnya khususnya bagi jamaah haji lansia, sakit dan disabilitas dianjurkan untuk sholat lima waktu di pemondokan dan hotel atau masjid terdekat.

“Siapun sholat di wilayah Makkah pahalanya sama dengan di Masjidil Haram,” ujar Kiai Kartono.

Kiai Kartono menjelaskan, dalam salah satu hadits dari Ibnu Abbas menyatakan bahwa Tanah Haram (Tanah Suci) Makkah seluruhnya hukumnya seperti Masjidil Haram.

Imam Suyuti dalam kitab yang ditulisnya mengatakan bahwa sesungguhnya yang dilipatgandakan pahala sekali sholat jadi setara 100 ribu kali sholat, maksudnya bukan hanya ketika sholat di Masjidil Haram. Tapi berlaku untuk seluruh Tanah Haram Makkah.

“Maka bagi jamaah haji yang sakit, disabilitas, lansia, sudah tepat untuk menjaga kesehatannya untuk sholat di hotel karena pahalanya sama dengan sholat di Masjidil Haram,” tandas Kiai Kartono. (Red)

Baca Berita Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini