Ada 923 Desa di Jateng Tersebar di 17 Kabupaten Kategori Miskin Ekstrem, Pemprov Dorong OPD Lakukan Ini

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo saat berdialog dengan warga. Foto: tangkapan layar IG Ganjarpranowo

Semarang (sigijateng.id) – Sebanyak 923 desa di 17 kabupaten di Jateng masuk dalam kategori miskin ekstrem. Beberapa daerah itu di antaranya Banjarnegara, Pemalang, Blora, dan Rembang. Targetnya kemiskinan ekstrem tahun 2024 mencapai nol persen.

Hal tersebut terungkap dalam Rapat Koordinasi Percepatan Penanganan Kemiskinan Ekstrem yang dilaksanakan di Gedung Gradhika Bhakti Praja, pada Selasa (7/2/2023) kemarin.

Sekretaris Daerah (Sekda) Jateng Sumarno mendorong seluruh OPD untuk menangani penanggulangan kemiskinan ekstrem. Selain penanganan tidak parsial, Pemprov Jateng juga mengerahkan berbagai sumber daya yang ada. Baik dari APBN, APBD maupun sumber-sumber lain, seperti CSR dan Baznas.

“Jadi, tidak parsial-parsial ke situ. Kolaborasinya kita lakukan bersama. Supaya begitu kita masuk ke sasaran, semua problem yang menjadi kewajiban kita menyelesaikan bisa dilakukan di sana,” kata Sumarno..

Dalam prosesnya, Pemprov Jateng melibatkan peran kepala desa dalam melakukan intervensi kemiskinan ekstrem. Proses intervensi dimulai dengan melakukan verifikasi dan validasi data warga di desa yang masuk kategori tersebut.

“Percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem di 17 kabupaten ini kita lakukan secara gotong royong. Di mana Pak Gubernur memberikan PR kepada kades-kades untuk melakukan verifikasi dan validasi data. Kita sudah proses rekap data yang masuk dari kabupaten/kota,” kata Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Jateng Haerudin.

Haerudin menambahkan, dalam proses verifikasi dan validasi data, kepala desa akan menginventarisasi kondisi dan kebutuhan masing-masing warga miskin di desanya. Proses ini menjadi dasar dalam penentuan program percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem.

Menurutnya, proses ini menjadi bagian dari upaya program tepat sasaran. Pasalnya, setiap keluarga miskin memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Misalnya, warga yang miskin merupakan penyandang disabilitas atau jompo. Programnya pada pemenuhan kesehatan. Sementara pemuda yang masih produktif dengan bantuan pendampingan usaha.

“Mungkin yang masih produktif butuhnya start up bisa dibantu untuk kegiatan usaha. Atau yang gak punya jamban, kita intervensi dengan pemenuhan jamban. Jadi, masing-masing kebutuhannya berbeda,” ujarnya.

Pemprov Jateng juga akan mengajak filantropis untuk berbagi kepada keluarga di desa yang masuk kategori miskin ekstrem. Diharapkan semua pihak mau bergotong royong, termasuk filantropis dan donatur untuk membantu di lingkungan desa dan keluarganya. (Red)

Baca Berita Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini