Perusahaan Lain Kolaps karena Covid-19, Usaha Daur Ulang Biji Plastik Pria Temanggung ini Justru Berjaya

Dadang Prasetyo Jatmiko. Foto : Instagram @dadangprasetyojatmiko

Semarang (Sigijateng.id) – Dampak pandemi covid-19 menjadikan usaha daur ulang biji plastik yang dijalani seorang Dadang Prasetyo Jatmiko warga kelahiran Temanggung Jawa Tengah ini justru disyukuri, lantaran dapat bertahan disaat perusahaan lain mengalami kolaps.

Bagaimana tidak, pria bergelar doktor dari Inggris yang merupakan salah satu dosen dan juga merupakan aparatur sipil negara (ASN) di salah satu instansi ini bersyukur karena usahanya masih bisa tegak berdiri ketika perusahaan sejenis lainnya gulung tikar.

Usaha pengolahan daur ulang bijih plastic milik Dadang Prasetyo Jatmiko. Foto : Instagram @dadangprasetyojatmiko

Dadang mendirikan usahanya di Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah sebagai Direktur Utama PT Jatmiko International Group di sela-sela kesibukannya mengajar. Dia juga membuka usahanya di bidang daur ulang sampah menjadi biji plastik.

“Dampak Covid-19 itu dirasakan hingga saat ini. Saya kira puncak dari dampak Covid untuk ekonomi adalah saat ini. Negara-negara lain sudah merasakan, seperti Bangladesh dan Sri Lanka yang tidak berdaya, dan banyak negara lain akan mengikuti,” kata Dadang, Jumat (5/8/2022).

“Iya secara otomatis industri di negara berkembang goyah termasuk bijih plastik. Di area Yogyakarta dan Jateng, bisnis biji plastik belum kembali bangkit. Saya bersyukur, perusahaan saya masih bisa berdiri hingga kini,” sambung pria kelahiran 15 Juli 1984, tersebut.

Dadang mengaku sempat kewalahan menerima bahan baku plastik dari pemulung yang disetorkan kepadanya. Hal itu karena hampir semua usaha pengolahan bijih plastik di daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah tutup.

“Tetapi harus bersyukur juga karena semua bahan baku plastik dari pemulung disetorkan kepada kami,” ujar Dadang yang terpilih sebagai No 1 Indonesian Trusted Award 2022 oleh Indonesia Award Megazine karena tetap bisa bertahan di bisnis penggilingan plastik di saat semua pabrik di Yogyakarta dan Jateng tutup.

Kunci sukses bertahan, lanjut Dadang, adalah meminjam Rp 500 juta dari sebuah bank yang bisa direstrukturisasi (dibayar belakangan).

““Kunci bertahan adalah modal kerja dan bersedia menerima bahan baku dari perhimpunan pemulung. Banyak pabrik pengolahan lain tutup waktu itu, bahkan hingga kini, karena kekurangan modal kerja,” kata Dadang Prasetyo Jatmiko, pemilik akun Instagram @dadangprasetyojatmiko. (Red)

Baca Berita Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini