Khutbah Jumat Tentang Ibadah Haji, Rukun Islam Kelima Siapa Yang Diwajibkan?

Ilustrasi Khutbah Jumat : Masjid Raya Madaniyah Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah. ( foto sigijateng.id)

SIGIJATENG.ID – Berikut nasakah khutbah jumat dengan judul Ibadah Haji, Rukun Islam Kelima, Siapa Yang Diwajibkan?

Ibadah haji adalah rukun Islam kelima. Namun syarat wajibnya berbeda dengan perintah sholat, Ramadhan dan juga zakat.

Anda sebagai khotib bisa menggunakan naskah khutbah ini, baik semuanya atau sebagian, guna melaksanakan tugas sebagai khotib.

Semoba naskah khutbah ini bermanfaat dan berkah. Aamiin

Khutbah Pertama

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ ورَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَتَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أَمَّا بَعْدُ

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada para hamba-Nya tanpa mampu kita menghitungnya dan bersyukur kepada-Nya dengan sebenarnya atas semua nikmat tersebut.

Tak lupa, saya sebagai khoton mengajak kepada diri sendiri dan juga semua jamaah jumat, untuk senantiasa meningkatkan ketaqwaan kepada Allah, dengan berusaha menjalankan perintah perintah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Sesungguh orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang taqwa.

Sebagai hamba, manusia hanya dituntut untuk melaksanakan semua yang Allah perintahkan kepada kita semaksimal yang kita mampu dan menjauhi semua larangan-Nya, sebagai wujud syukur kita kepada-Nya dan sekaligus sebagai bukti takwa kita kepada-Nya.

Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada nabi kita yang mulia, Muhammad ﷺ, keluarganya, para sahabatnya dan kaum Muslimin yang mengikuti sunnah Nabi Muhammad ﷺ dengan penuh keikhlasan dan kesabaran hingga akhir zaman.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Rukun Islam ada lima. Dan yang nome rlima adalah ibadah haji.

Ibadah haji ini hanya bisa dilakukan di bulan Dzulqa’dah, bulan ke 11 dalam sistem kalender hijriah. Ibadah haji merupakan salah satu kewajiban yang Allah Ta’ala telah tetapkan dari tujuh lapis langit untuk dilaksanakan para hamba-Nya yang beriman.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia kepada Allah yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. [Ali Imran: 97]

Haji merupakan rukun Islam yang kelima sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Thawus bin Kisan rahimahullah ia berkata,

أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَلَا تَغْزُو فَقَالَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ الْإِسْلَامَ بُنِيَ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَصِيَامِ رَمَضَانَ وَحَجِّ الْبَيْتِ

Seorang laki-laki berkata kepada Abdullah bin Umar, “Tidakkah Anda berperang?”, Maka dia menjawab,”Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,”Sesungguhnya Islam dibangun di atas lima (pilar): Syahadat Laa ilaaha illa Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, puasa Ramadhan dan haji ke Baitullah.” [Hadits riwayat Al-Bukhari no 8 dan Muslim no. 16]

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Kewajiban haji ini hukumnya fardhu ‘ain atas setiap Muslim yang mampu dan dilakukan sekali seumur hidupnya. Bagi yang melakukan lebih dari sekali maka itu merupakan haji yang bersifat sunnah bagi dirinya dan akan mendapatkan pahala.

Para ulama telah bersepakat atau ijma’ atas wajibnya haji bagi orang yang memiliki kemampuan untuk melakukan perjalanan ke Baitullah. Bahkan mayoritas ulama berpendapat kewajiban ini bersifat harus segera dilakukan.

Siapa saja yang tidak mau melakukan haji padahal dia memiliki kemampuan maka dia berada dalam bahaya besar dan telah melakukan dosa besar.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Haji Hanya Wajib Bagi Yang Mampu

Dalam ayat tadi Allah Subhanahu telah memberikan ketegasan bahwa kewajiban ibadah haji hanyalah bagi kaum Muslimin laki-laki dan perempuan yang memiliki kemampuan. Dengan demikian, bagi yang tidak memiliki kemampuan tidak ada dosa bila tidak melaksanakan ibadah haji.

Lantas apakah yang dimaksud dengan syarat memiliki kemampuan dalam Ibadah haji?

Pembahasan ini sebenarnya sangatlah panjang bila mengacu kepada kitab-kitab fikih. Namun secara ringkas yang dimaksud dengan syarat memiliki kemampuan untuk melaksanakan ibadah haji menurut para ulama adalah sebagai berikut:

1. Mampu dari segi harta

Syarat mampu dalam haji yang paling utama adalah mampu secara keuangan. Harta minimal yang dimiliki seseorang agar dianggap mampu secara keuangan adalah yang mencukupi biaya perjalanan, bekal makanan selama perjalanan, pakaian, biaya hidup selama di tanah suci dan biaya perjalanan kembali.

Selain itu juga biaya untuk kehidupan keluarga yang ditinggalkan di tanah air untuk makan, minum, pakaian dan rumah tinggal.

Termasuk dalam syarat mampu dalam hal harta adalah harus membayar terlebih dahulu hutang kepada orang lain apabila memiliki hutang, baik hutang uang kepada manusia atau hutang finansial dalam hubungannya dengan Allah berupa zakat, diyat dan denda kaffarah.

Maka seseorang yang masih punya hutang kepada orang lain sebanyak jumlah harta yang bisa digunakan untuk menunaikan ibadah haji dianggap belum wajib melaksanakan ibadah haji. Sebab ada kewajiban yang lebih utama untuk ditunaikan yaitu melunasi hutang-hutang kepada manusia.

2. Mampu dari segi kesehatan

Yang dimaksud mampu secara fisik minimal adalah orang tersebut punya kondisi kesehatan prima mengingat ibadah haji membutuhkan kekuatan dan ketahahanan fisik yang baik untuk bisa melakukannya.

Dalam pandangan Madzhab Hanafi dan Maliki kewajiban haji itu terkait erat dengan kesehatan fisik. Ketika seseorang dalam keadaan sakit maka gugurlah kewajiban haji atas dirinya.

Namun Madzhab Syafi’i dan Hanbali berpandangan bahwa kesehatan fisik bukan merupakan syarat yang mewajibkan haji, tapi syarat untuk berangkat dengan fisiknya sendiri. Padahal haji bisa dikerjakan oleh orang lain atas biaya yang diberikan.

Artinya, bila kondisi kesehatan tidak memungkinkan untuk berangkat haji sendiri, kewajiban haji tidak gugur karena dia tetap masih bisa membayar orang lain untuk menunaikan ibadah haji atas nama dirinya. Ini dikenal dengan istilah badal haji.

3. Mampu dari segi keamanan.

Yang dimaksud dengan keamanan di sini adalah keamanan dalam perjalanan maupun di tempat tujuan.

Jamaah Jumah Rohimakumullah

Tiga syarat kemampuan ini tersebut berlaku bagi pria dan wanita. Namun ada syarat tambahan bagi wanita dalam hal kemampuan yaitu:

1.       Bersama suami atau mahram.

Syarat bagi seorang wanita agar diwajibkan pergi berhaji adalah adanya suami atau mahram yang menemani selama perjalanan haji. Mahram secara syar’i adalah orang yang hukumnya haram untuk menikahinya seperti ayah, kakek, paman, saudara, anak, cucu, keponakan bahkan termasuk mertua dan saudara sesusuan.

2.       Tidak sedang dalam masa iddah

Seorang wanita yang dicerai oleh suaminya, wajib melaksanakan iddah selama 3 kali masa suci atau 3 kali masa haidh. Sedangkan wanita yang suaminya meninggal dunia, masa iddahnya adalah 4 bulan 10 hari. Selama dalam masa iddah seorang wanita tidak wajib pergi haji meskipun semua syarat lainnya telah terpenuhi.

Ma’asyiral Musimin rahimakumullah,

Yang Terpanggil Akan Dimampukan

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu saat masih menjabat sebagai khalifah kaum Muslimin pernah memberikan peringatan keras kepada kaum Muslimin yang memiliki kemampuan namun tidak segera melaksanakan ibadah haji, padahal tidak ada udzur syar’i yang menghalanginya. Beliau berkata,

لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَبْعَثَ رِجَالًا إِلَى الْأَمْصَارِ، فَيَنْظُرُونَ مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يَحُجَّ أَنْ يَضْرِبُوا عَلَيْهِ الْجِزْيَةَ، وَاللَّهِ مَا هُمْ بِمُسْلِمِينَ، وَاللَّهِ مَا هُمْ بِمُسْلِمِينَ” رواهُ سَعيدُ بنُ مَنصُورٍ

“Aku benar-benar berkeinginan untuk mengirim sejumlah petugas ke berbagai wilayah untuk memeriksa orang-orang yang memiliki kelapangan rezeki namun tidak melaksanakan haji kemudian membebankan kepada mereka jizyah (pajak perlindungan yang hanya ditetapkan bagi non Muslim yang tinggal di negeri kaum muslimin dengan aman). Demi Allah! Mereka bukanlah kaum Muslimin. Demi Allah mereka bukanlah kaum Muslimin.” [diriwayatkan oleh Sa’ad bin Manshur]

Kasus ini menunjukkan bahwa menjalankan ibadah haji itu pada dasarnya memang merupakan keterpanggilan hati seseorang untuk mentaati perintah Tuhannya dengan sepenuh jiwanya, semaksimal kemampuannya, dengan mengorbankan apa pun yang dia miliki.

Saat ada perasaan merasa terpanggil dengan kewajiban haji maka orang-orang yang pada dasarnya tidak memenuhi syarat secara keuangan pun akan berusaha. Ia melakukan berbagai hal yang mungkin sangat sederhana namun dia berharap Allah akan memudahkannya untuk bisa mewujudkan cita-citanya untuk melaksanakan ibadah haji.

Betapa sering kita dengar kisah orang-orang dari kalangan ekonomi kelas menengah ke bawah, seperti buruh bangunan dan buruh sawah, pegawai dengan gaji yang pas-pasan namun demikian kuat kesungguhannya dalam berupaya dan berdoa, akhirnya Allah mudahkan dirinya bisa melaksanakan ibadah haji.

Orang-orang yang sebenarnya tidak mampu secara finansial namun benar-benar terpanggil untuk berhaji biasanya melakukan upaya-upaya yang sangat serius dan berkelanjutan agar mampu berhaji. Misalnya dengan menabung, berhemat, mencari penghasilan tambahan dan lain-lain plus doa yang tidak pernah berhenti di waktu-watu mustajab selama bertahun -tahun.

Akhirnya usaha yang terlihat sederhana itu benar-benar membuahkan hasil. Ini berkebalikan dengan orang yang sama sekali tidak ada keterpanggilan untuk haji. Meskipun tinggal di Mekah, orang itu belum tentu melakukan ibadah haji. Ini bukan omong kosong.

Kalau di negeri kita, ada saja orang yang punya kekayaan berlimpah namun belum berhaji. Ada saja alasannya. Oleh karena itu, marilah kita sadari, bahwa ibadah haji itu kewajiban yang sifatnya harus segera dilakukan bila sudah memiliki kemampuan dan tidak boleh ditunda kecuali ada udzur syar’i.

Saat ini, untuk bisa berangkat haji harus antri. Antrinya hingga belasan tahun. Namun jika Anda memiliki biaya untuk mendaftar, maka sebaiknya langsung mendaftarkan diri.  Jangan ditunda-tunda. Soal nanti, apakah bis aberangkat, apakah ada umur Panjang atau tidak itu sudah di luar kemampuan manusia. Allah yang menentukan, yang penting sudah daftar dan sudah punya nomor porsi haji.  

Apalagi, saat ini posri haji bisa diwariskan. Maksudnya, jika seseorang yang sudah punya porsi haji meninggal dunia sebelum berangkat, namor porsi itu diwariskan kepada orang lain, misal ke anak atau saudara. Jadi, nanti yang berangkat adalah orang lain, kemudian yang meninggal dunia itu bisa badal haji, dimana hajinya diwakilkan orang lain.  

 بارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ الله الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُورِ الدُّنْيَا وَالدِّينِ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ أَشْرَفِ الـمُرْسَلِينَ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْـمَـعِينَ، أَمَّا بَعْدُ

إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

 الَّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَعَلَى خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِمْ وَطَرِيْقَتِهِمْ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ وَ قَاضِيَ الْحَاجَاتِ

اللهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِينَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِي فِيهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِي فِيهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهٗ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهٖۚ وَاعْفُ عَنَّاۗ وَاغْفِرْ لَنَاۗ وَارْحَمْنَا ۗ اَنْتَ مَوْلٰىنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ ࣖ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ، وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Itulah naskah Khutbah Jumat Tentang Ibadah Haji, Rukun Islam Kelima Siapa Yang Diwajibkan? Semoga bermanfaat. (asz)

Baca Berita Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini