Soenarno: Kepala Daerah Berkewajiban Melestarikan Kebudayaan Daerah, Termasuk Wayang Kulit

Drs. H Soenarno, anggota komisi A DPRD Provinsi Jateng dalam acara “Dialog Parlemen: Nguri-uri Kebudayaan Jawa Tengah; Melestarikan Wayang Kulit sebagai Budaya Adiluhung,” dilanjutkan dengan pementasan wayang dalam waktu padat di Padepokan Sasana Wiyata, Desa Danurejan, Mertoyudan Magelang, Sabtu (22/1/2022). ( foto humas dprd jateng)

MAGELANG (Sigijateng.id) – Jawa Tengah memiliki kebudayaan daerah yang banyak, salah satunya wayang kulit. Menjadi tugas bersama agar kebudayaan daerah itu ke depan semakin maju dan berkembang, bukan malah mati apalagi hilang. Generasi milenial saat sekarang dan akan datang tetap kenal kesenian wayang kulit.

“Untuk melestarikan kebudayaan daerah, termasuk wayang kulit menjadi tugas bersama, termasuk pemerintah atau pejabat. Dalam UU Pemerintah Daerah disebutkan, bahwa kepala daerah itu berkewajiban melestarikan kebudayaan daerah,” kata Drs. H Soenarno, anggota komisi A DPRD Provinsi Jateng.

Soenarno mengatakan hal itu dalam acara “Dialog Parlemen: Nguri-uri Kebudayaan Jawa Tengah; Melestarikan Wayang Kulit sebagai Budaya Adiluhung,” dilanjutkan dengan pementasan wayang dalam waktu padat di Padepokan Sasana Wiyata, Desa Danurejan, Mertoyudan Magelang, Sabtu (22/1/2022).

Dialog dimoderatori oleh Ir H Wiyoto (Ketua Permadani Kab.Magelang), serta menghadirkan dua pembicara lain, yakni Ki Jumbuh Siswanto (seniman dalang Magelang) dan Drs Teguh Biyantoro  (pensiunan Polri, mantan Kapolres Magelang, dan pelaku seni Magelang).

Dikatakan Soenarno, hal yang dilakukan oleh kepala daerah dalam melestarikan kebudayaan daerah, termasuk wayang kulit, yakni dengan mengalokasikan anggaran sesuai kemampuan daerah masih-masing.

Drs. H Soenarno, anggota komisi A DPRD Provinsi Jateng. ( foto humas dprd jateng)

“Jadi tidak benar, kalau ada pejabat menganggap budaya itu tidak penting, budaya itu sangat penting. Karena itu harus dilestarikan, diantaranya dengan mengalokasikan anggaran,” papar ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Jateng ini.

Selama ini, kata dia, Pemprov Jateng juga sudah mengalokasikan anggaran untuk kelompok seniman, termasuk wayang kulit ini. Pada saat pembahasan RAPBD, DPRD Jateng juga selalu memberikan perhatian khusus kepada kelompok seniman.

“Setiap tahun kami bersama SKPD membahas anggaran. DPRD berupaya dengan mengusulkan anggaran untuk kelompok seniman,” katanya.

Dalam upaya melestarikan kebudayaan daerah, kata dia, pemerintah dan lembaga-lembaga terkait agar sering menyelenggarakan pelatihan atau seminar untuk pelaku seni.  Hal ini untuk meningkatkan kualitas pelaku seni tersebut.

“Tidak kalah penting, pelaku kesenian juga harus bisa memodifikasi dan beradaptasi dengan lingkungan dan kondisi masyarakat,” katanya.

Pada saat ini, karena kesibukan kerja membuat waktu terbatas. Ketika sudah demikian, maka masyarakat tidak akan betah menyaksikan wayang sampai semalam suntuk. Karena itu, waktu pertunjukan wayang kulit bisa dipendekkan atau dipadatkan.

“Pertunjukan wayang yang seharuse semalam suntuk, bisa disingkat dalam waktu satu jam. Namun cerita, pesan yang ada, tetap bisa tersampaikan semua,” terangnya.

Pembicara lain, Drs Teguh Biyantoro  mengatakan, bicara wayang kulit memang tidak akan habis dalam hitungan jam, karena tidak hanya membahas soal bonekanya wayang, namun melihat secara keseluruhan yang terlibat. Wayang itu mengundung filosofi yang banyak.

“Unesco itu dalam melihat wayang kulit juga tidak satu persatu melihat bentuk wayangnya, namun melihat secara keseluruhan termasuk filosinya. Wayang itu adalah warisan budaya yang adi luhung,” katanya.

Ki Jumbuh Siswanto (seniman dalang Magelang) ( foto humas dprd jateng)

Karenanya, Teguh juga sepakat wayang kulit sebagai bagian dari kebudayaan daerah, menjadi warisan budaya yang adi luhung, karena itu harus dilestarikan. Agar generasi muda saat ini dan mendatang tetap kenal dengan kesenian wayang kulit.

“Semua pihak herus terlibat. Seperti wayang kulit ini, maka pejabat, masyarakat, dalang harus terlibat,” katanya.

Adapun peran kepala daerah atau pejabat, dalam upaya melestarikan wayang kulit ini, kata Teguh sangat penting. Banyak hal yang bisa dilakukan, seperti melakukan pelatihan, kursus, seminar, dan juga sering menggelar pertunjukan.

“Saat saya jadi Kapolres Magelang, 17 kali saya menggelar pertunjukan wayang kulit. Ini sebagai salah satu upaya meletarikan wayang kulit ini,” katanya.

Disisi lain, dia juga mengkritik para pejabat yang datang ke pertunjukan wayang kulit, namun pulang lebih dahulu. Pesan dalam cerita wayang kulit itu ada yang ditujukan kepada penjabat atau pemimpin, kalau mereka pulang awal maka pejabat itu tidak menerima pesan yang terkandung.

Sedangkan Ki Jumbuh Siswanto mengatakan dalam upaya melestarikan wayang kulit, seniman (dalang) dituntut harus pintar mensiasati keadaan. Melihat kesibukan masyarakat, waktu terbatas, maka masyarakat yang mampu bertahan menyaksikan wayang semalam suntuk hanya sedikit.

“Seperti malam ini, pertunjuakan wayang berjudul Wahyu Makuthoromo, yang seharusnya digelar semalam, namun hanya akan ditayangkan dalam 1 jam. Ini dibutuhkan kepinteran dalang. Dimana tampil 1 jam namun bisa menyampaikan materi yang sama dengan pertunjukan semalam,”  katanya. (ADV)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini