Dibutuhkan Data Valid Dalam Penanangan Stunting di Kota Semarang

Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi saat memberi arahan dalam kegiatan Rembug Stunting di Hotel Patrajasa, Senin (15/8/2022). (Foto. Pemkot Semarang)

SEMARANG (Sigi Jateng) – Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi menenkan pentingnya verifikasi data stunting pada wilayah yang dipimpinnya, agar penanganan yang dilakukan tepat sasaran. Pria yang akrab disapa Hendi itu bahkan menyinggung soal data stunting dan stunted yang kerap dianggap sama, sehingga menimbulkan salah paham.

“Stunting dan Stunted adalah hal yang berbeda. Jadi jangan sampai hanya mengejar angka dengan cut off kecil tapi datanya tidak nyambung,” tegasnya dalam kegiatan Rembug Stunting di Hotel Patrajasa, Senin (15/8/2022).

Lebih lanjut. Hendi pun meminta agar sinkronisasi data daerah dan pusat dapat menjadi perhatian besar, agar kemudian terdapat data dukung yang valid dalam upaya penanganan yang dilakukan.

 “Sebagai perhatian, bahwa prevalensi balita stunting di Kota Semarang tahun 2021 ada di angka 3,1%, namun menurut studi Status Gizi Indonesia 2021 yang dirilis Kementerian Kesehatan disebutkan jika prevalensi balita stunted di Kota Semarang sebesar 21,3%,” ungkap Hendi.

Untuk itu dalam kesempatannya, Wali Kota Semarang tersebut meminta agar seluruh pihak yang berkaitan dengan penanganan stunting dapat melakukan pemutakhiran data untuk diserahkan pada Dinas Kesehatan Kota Semarang. 

“Seperti kata Napoleon Bonaparte, 90% perang adalah tentang informasi, karena itu yang mengurus data stunting di RT, RW, Kelurahan harus tepat mendata untuk kemudian disetor ke Dinas Kesehatan,” tegasnya.

Adapun selain sinkronisasi data, Hendi juga menekankan pentingnya inovasi program dan kolaborasi antar stakeholder dalam penanganan stunting. Maka program – program yang berjalan di Kota Semarang seperti Si Bening (Semua Ikut Bergerak Menangani Stunting) dan Dashat atau Dapur Sehat Atasi Stunting diharapkan bisa didukung oleh semua pihak.

Di sisi lain, Hendi juga menyebut bahwa kasus stunting tidak hanya dialami oleh keluarga yang kurang mampu secara ekonomi. Dirinya bahkan bercerita pernah mengunjungi anak stunting dari keluarga yang berkecukupan. Dan setelah digali informasi, didapati jika kendala yang dialami oleh orang tua anak stunting tersebut adalah kesibukan kerja, sehingga membuatnya sulit memperhatikan tumbuh kembang anak.

“Penanganan stunting tidak serta merta soal pemberian makanan bergizi secara gratis tetapi juga bagaimana kita mengkomunikasikan kepada para orang tua cara merawat anak dengan baik. Kalau tidak punya uang untuk beli vitamin, kita kasih vitamin. Kalau persoalannya kekurangan makanan bergizi, kita kasih makanan bergizi. Tapi kalau ternyata orang tua sibuk bekerja, ya wajib dicarikan peran-peran pengganti untuk merawat sang anak,” terang Hendi.

Sedangkan untuk strategi kolaborasi antar stakeholder, Hendi menganalogikan bagaimana TNI Angkatan Darat, Laut, dan Udara serta gerilyawan yang bekerja sama untuk meraih kemenangan di medan perang. Ia mengatakan, jika hanya satu kelompok saja yang maju, maka kemenangan akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk diraih.

“Mari bergerak bersama. Kalau semua dipasrahkan pada Dinas Kesehatan tentu akan berat mengatasi stunting dengan cepat. Maka kita berkolaborasi dengan semua kemampuan yang kita miliki. Ada rumah sakit, Angkasa Pura, TNI, Polri, BUMN/BUMD, pihak swasta dan semuanya. Bismillah Insyaa Allah kita bisa atasi ini supaya angkanya semakin kecil syukur-syukur zero untuk Kota Semarang,” pungkas Hendi.

Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Semarang, Budi Prakosa mengungkapkan 8 Aksi Konvergensi Percepatan Penurunan Stunting Terintegrasi yaitu analisis situasi, rencana kegiatan, rembug stunting, Perbup/Perwali Kewenangan Desa, Pembinaan Kader Pembangunan Masyarakat, manajemen data, pengukuran dan publikasi stunting, dan review kinerja tahunan.

“Tujuan acara rembug stunting ini adalah untuk memastikan pelaksanaan rencana kegiatan intervensi pencegahan dan penurunan stunting dilakukan bersama-sama antara OPD penanggung jawab layanan dengan sektor/lembaga non-Pemerintah dan masyarakat,” terang Budi. (Mushonifin) 

Berita Terbaru:

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini