
SEMARANG (Sigi Jateng) – Dewan Pengupahan Kota Semarang memiliki dua usulan angka kenaikan upah yaitu 4,31 persen dan 7,6 persen. Dua usulan tersebut mengemuka dalam rapat Dewan Pengupahan di Kantor Dinas Ketenagakerjaan Kota Semarang pada Selasa (29/11/2022).
Hadir dalam rapat tersebut seluruh anggota Dewan Pengupahan Kota Semarang dari 3 unsur yakni, Serikat Buruh, Pemerintah yang diwakili Dinas Ketenagakerjaan, dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Semarang.
Dalam rapat tersebut terjadi deadlock lantaran tak ada kata sepakat dalam penetapan kenaikan upah. Nugroho Apriyanto selaku Anggota Dewan Pengupahan Kota Semarang dari unsur Apindo menjelaskan bahwa usulan buruh dan pemerintah Kota Semarang untuk menaikkan upah berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 18 Tahun 2022 tidak sah karena bertentangan dengan aturan di atasnya dan Undang-undang yang ada.
“Jadi pihak buruh berpegang pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 18 Tahun 2022 sedangkan Apindo berpegang pada PP 36 Tahun 2021. Jadi dari Apindo menolak Permen tersebut. Karena jelas bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi seperti UU No 13 Tahun 2003 kemudian UU No 2020 Cipta Kerja dan juga surat keputusan Mahkamah Agung No 91 Tahun 2020. Jadi intinya Keputusan Mahkamah Agung itu mengamanatkan tidak boleh ada kebijakan sebelum perubahan UU Cipta Kerja itu tuntas,” jelas pria yang juga Sekretaris Apindo Kota Semarang tersebut.
Menurut Nugroho, ada formula yang dirubah oleh Permen No 18/2022 itu, pasalnya rumus penghitungan yang cukup detail membuat pengusaha kesulitan menghitung satuan upah yang harus dikeluarkan. Dalam penghitungan berdasarkan Permennaker No 18/2022 ada item ‘Alpha’ yang faktor penghitungannya menjadi sangat tidak pasti.
“Kalau di PP 36/2021 itu ada batas atas dan batas bawah pengupahan sementara di Permen terbaru ini kita baru bisa menghitung upah minimum Kota setelah menghitung upah minimum berjalan plus inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi kali Alpha. Nah alphanya ini yang angkanya saja di BPS tidak ada. Alpha sendiri terdiri dari faktor produktifitas dan kesempatan kerja yang di BPS tidak ada. Tapi di Peraturan Menteri Tenaga Kerja ditentukan alphanya dari 0,1 sampai dengan 0,30. Dan di situ ada batas tidak boleh lebih dari 10 persen untuk kenaikkannya. Jadi jelas itu bertentangan dengan PP 36/2021,” beber Nugroho.
Selain itu, di PP 36/2021 itu untuk Upah Minimum Provinsi (UMP) ditetapkan pada 21 November sementara di Permen 18/2022 dirubah menjadi 28 November.
“Untuk Upah Minimum Kota, seharusnya ditetapkan 30 November dirubah menjadi 7 Desember. Jadi sesuai dengan tata urutan undang-undang itu sudah menyalahi,” tandasnya kembali.
“Intinya kami tidak sepakat dengan Permen 18/2022 itu. Jadi kami dari Apindo Kota Semarang sudah memberikan ususlan pada bu Walikota. Angkanya yang kami usulkan adalah kenaikan upah sebesar 4,31 persen atau 2.957.264,89 rupiah. Itu yang menurut kami sesuai dengan PP 36/2021. Tapi kalau serikat buruh memang sama dengan pemerintah yaitu mengikuti Permen 18/2022,” ungkapnya.
Sementara itu, Apindo dan 10 asosiasi pengusaha di tingkat nasional telah mengajukan uji materi dan gugatan Permennaker 18/2022 ke Mahkamah Agung dengan Denny Indrayana sebagai pengacaranya.
“Untuk Permen 18/2022 itu telah kami uji materilkan ke Mahkamah Agung dengan pengacara kami yaitu Prof. Denny Indrayana. Nah itu kemarin baru diajukan ke Mahkamah Agung. Itu bukan hanya Apindo, tapi juga 10 assosiasi pengusaha lainnya,” tuturnya.
“Pada intinya, Dewan Pengupahan Kota Semarang saat ini memiliki usulan dua angka yaitu kenaikan upah sebesar 4,31 persen dan 7,6 persen usulan dari Serikat Buruh dan Pemerintah,” tandasnya. (Mushonifin)