Anggaran untuk Pondok Pesantren Sedikit, FPKB Minta Pemkot Semarang Perbaiki RAPBD 2023

H. Sodri, ketua FPKB DPRD Kota Semarang. (Mushonifin/Sigi Jateng)

SEMARANG (Sigi Jateng) – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPRD Kota Semarang mendorong Pemkot mengalokasikan anggaran untuk Pondok Pesantren dalam RAPBD tahun 2023. Namun ternyata hal tersebut tidak menjadi pos prioritas dalam RAPBD tersebut.

Sebelumnya, FPKB mempertanyakan Rencana pendapatan daerah dalam dokumen RAPBD 2023 sebesar empat triliun delapan ratus sebelas miliar rupiah atau angka pastinya adalah RP 4.811.831.854.542,00.

“Ini perlu dipertanyakan, mengapa lebih sedikit dari rencana Pendapatan Daerah tahun 2022 yang mencapai lima triliun dua ratus lima puluh dua miliar sekian rupiah (Rp 5.257.761.820.000),” ujar H. Sodri selaku ketua FPKB Kota Semarang dalam pandangan umum.

“Apa faktor penurunan rencana pendapatan ini?,” tanyanya.

Berdasarkan rancangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Semarang tahun 2023 diproyeksikan Rp 2.865.712.538.632. Lebih banyak selisih kurang lebih tiga miliar daripada rencana PAD tahun 2022 sebesar Rp 2,853.408.000.000.

Sementara rencana belanja daerah tahun 2023 sebesar Rp 4.931.150.468.912. Ada selisih pendapatan dengan belanja sebesar Rp 119.318.614.370.

Berdasarkan angka tersebut, Sodri selaku ketua fraksi menanyakan pos pendapatan apa yang turun, padahal PAD tercatat meningkat. Di sisi lain pos anggaran untuk Pondok Pesantren juga sangat sedikit.

“Berarti perlu dijelaskan, dari pos apa pendapatan yang menurun? Sedangkan PAD telah meningkat,” ujarnya.

Sodri mengatakan Fraksi PKB menyuarakan agar Pemerintah Kota Semarang menaati Undang-Undang nomor 18 Tahun 21019 tentang Pondok Pesantren dan Peraturan Presiden (Perpes) nomor 82 tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren.

Dalam peraturan tersebut mewajibkan pemerintah menyiapkan anggaran untuk Pondok Pesantren, baik dalam anggaran pendidikan, anggaran kegiatan, maupun anggaran pembangunan pesantren. Termasuk sarana dan prasarana penunjang.

“Namun hinga tiga tahun berjalan, hingga kini, bisa dilihat dalam RAPBD Tahun 2023 belum ada anggaran untuk Pondok Pesantren. Kami belum menemukan adanya angaran yang secara nyata bisa disebut sebagai alokasi untuk Pondok Pesantren,” tandasnya.

Sodri menyebutkan, dalam dokumen rencana belanja di sektor pendidikan, tidak ada item yang menyebutkan untuk Pondok Pesantren. Hanya ada rancanan belanja sebesar tujuh ratus juta rupiah (Rp 700.000.000) dalam item belanja Pembangunan Sarana, Prasarana dan Utilitas Sekolah Nonformal atau Kesetaraan.

Sedangkan pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

“Artinya, Pondok Pesantren misal bisa masuk dalam katagori ini, tetap saja hanya akan mendapat sebagian kecil dari jatah Rp 700 juta yang akan dibagi ke banyak unit pendidikan non formal,” jelasnya.

“Itu artinya, pesantren tidak dianggap penting. Hanya remah-remah sisa yang mungkin dapat mungkin pula tidak,” tandasnya.

Dalam pos belanja Dinas Kebudayan dan Pariwisata, Sodri juga mengatakan tidak menemukan adanya item belanja untuk Pondok Pesantren.

“Padahal Pondok Pesantren adalah pelestari budaya sejati. Sebut saja Pencak Silat, Kesenian Musik Tradisional, Penulisan Aksara Pegon, Bahasa Jawa, Budaya Ungggah-Unggah, dan banyak lainnya. Itu semua diajarkan, dijaga lestari oleh setiap pondok pesantren. Khususnya Pesantren Salaf yang diasuh para kyai,” urainya dalam pandangan umum.

Sementara itu, Gumilang Febriansyah, Sekretaris FPKB Kota Semarang menyatakan sama sekali tidak ada alokasi uang rakyat dalam RABPD Tahun 2023 yang diberikan kepada Pondok Pesantren.

“Seolah Pesantren dianggap tidak ada di mata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarng. Ini sungguh menyedihkan,” tandasnya.

Menurut Febri, jika seperti ini, peluang Pondok Pesanren mendapat fasilitas layanan pembangunan dari pemerintah hanya pada pos bantuan sosial dan atau pos Kesejahteraan Rakyat di unit Sekretariat Daerah.

“Tentu saja, sangat tergantung pada pondok pesantren, apakah mau meminta atau tidak,” jawabnya saat ditanya peluang Pondok Pesantren mendapatkan anggaran tersebut.

Febri mengingatkan Pemerintah Kota Semarang seharusnya mengalokasikan khusus anggaran pondok pesantren dengan item yang jelas dengan tulisan anggaran yang rinci.

“Sekian rupiah belanja pembangunan adalah untuk Pondok Pesantren. Caranya, bisa dimasukkan dalam Dinas Pendidikan, Dinas Kebudayaan, Dinas Koperasi dan UKM (untuk program pengembangan ekonomi dan kewirausahaan), Dinas Pemuda dan Olahraga (untuk pengembangan kepanduan, kepemudaan maupun prestasi olahraga), dan dinas-dinas lain yang pasti sangat mudah dikaitkan,” ulasnya.

“Karena keterkaitan Pondok Pesantren dengan banyak sektor, mestinya mudah dibuat kaitan program pembangunan untuk Pondok Pesantren. Karena di dalam Pesantren, banyak unsur pembangunan manusia secara jasmani maupun rohani, serta pembangunan sarana,” tutupnya. (Mushonifin)

Baca Berita Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini