AJI Soroti 19 Pasal KUHP Yang Ancam Kebebasan Pers, Ini Pasal-Pasalnya

Para jurnalis Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang saat melakukan aksi penolakan pembahasan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi KUHP pada Senin lalu (5/12/2022). (Foto. AJI Semarang)

SEMARANG (Sigi Jateng) – Aktivitas pekerja jurnalis dalam melakukan profesionalitas kerja mereka terancam oleh KUHP yang baru disahkan oleh DPR RI baru-baru ini. Hal tersebut diungkap oleh Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang, Aris Mulyawan. Dia menyatakan adanya pasal-pasal yang mengancam masyarakat sipil termasuk pekerja jurnalis.

Pasal tersebut termaktub dalam dokumen yang diluncurkan AJI Indonesia pada 19 Agustus 2022 lalu terkait adanya sembilan belas pasal yang mengancam sebuah pemberitaan dari awak pers, seperti jurnalis, editor, pemimpin redaksi dan narasumber.

“KUHP ini mengancam kawan-kawan jurnalis untuk memberitakan sebuah kebenaran. Maka hari ini kita mengajak kawan-kawan semua untuk melakukan penolakan supaya jalannya demokrasi di negara ini tidak ikut terancam,” jelas Aris pada Rabu (7/12/2022).

Dari 19 RKUHP yang dikritik AJI, 2 pasal dihapus (Pasal 351 dan Pasal 352) terkait penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara dan penyebarluasannya. Namun, menurut Aris masih ada Pasal 240 tentang penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara masih tetap ada.

“Jadi ya sama aja karena di bagian penjelasan disebut bahwa yang dimaksud pemerintah adalah presiden dan wapres, sementara lembaga negara adalah MPR, DPR, DPD, MA dan MK,” tukasnya.

“Pasal lain soal merintangi dan mengganggu proses peradilan (diubah lagi ke Pasal 280) hanya dihapus frasa merekam dan mempublikasikan ulang, tapi tetap perlu izin untuk proses persidangan live streaming dan ada penambahan poin soal larangan menyerang integritas aparat penegak hukum, petugas pengadilan, atau persidangan dalam sidang pengadilan (dengan ketentuan tambahan delik aduan,tapi sepertinya akan bermasalah juga),” tandasnya.

Jadi dari 19 pasal problematik buat pers tersebut, berdasarkan draf terbaru per 30 November 2022, Aris merasa masih sisa 17 pasal bermasalah.

Atas dasar itu, AJI Semarang menuntut:

  1. Mendesak DPR RI dan pemerintah untuk mencabut 17 pasal bermasalah tersebut dari draf RKUHP versi 30 November 2022. Segala perubahan tersebut harus selalu diperbarui melalui website resmi Kemenkumham dan DPR agar dapat dikontrol publik.
  2. Mendesak DPR RI dan pemerintah untuk tidak terburu-buru mengesahkan RKUHP dan mengkaji ulang pasal-pasal bermasalah.
  3. Mendesak DPR RI dan pemerintah untuk mendengar dan mengakomodasi masukan dari publik. Pemerintah dan DPR selama ini seperti ‘tebal kuping’ atas masukan dari publik dan lebih senang melakukan sosialisasi RKUHP, ketimbang membuka partisipasi publik secara bermakna.

Ketua Bidang Advokasi AJI Semarang, Dafi Yusuf menjelaskan, sebelum RKUHP disahkan menjadi KUHP yang baru, AJI telah melakukan kajian terhadap RKUHP versi 4 Juli 2022 bersama dengan ahli dari Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Herlambang P. Wiratraman.

“Hasil kajian tersebut kemudian diluncurkan dalam bentuk dokumen pada, 19 Agustus 2022, dengan judul Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan Potensi Ancamannya Terhadap Kebebasan Pers di Indonesia,” ujarnya.

Dalam buku tersebut, AJI dan Herlambang menyoroti sembilan belas pasal yang hingga kini terus menjadi sorotan, antara lain;

• Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.

• Pasal 218, Pasal 219 dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden.

• Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap Pemerintah.

• Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong.

• Pasal 264 yang mengatur tindak pindana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap.

• Pasal 280 yag mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan.

• Pasal 302, Pasal 303 dan Pasal 304 yang memuat tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan.

• Pasal 351 dan Pasal 352 yang mengatur tentang penghinaan terhadap kekuasaan Umum dan Lembaga Negara.

• Pasal 440 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan.

• Pasal 437 mengatur tindak pidana pencemaran.

• Pasal 443 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati.

• Pasal 598 dan Pasal 599 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan. (Mushonifin)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini