Tuntut UMK 2022 Naik 16 Persen, Puluhan Ribu Buruh Siap Turun ke Jalan

Para buruh mengepalkan tangan usai melakukan Konsolidasi Advokasi Pengupahan 2022 Jawa Tengah di Kantor Lembaga Pendamping Usaha Buruh Tani Nelayan, Keuskupan Agung Semarang (LPUBTN KAS), Jalan Taman Srigunting Nomor 10, Kawasan Kota Lama, Semarang. (Dok.)

SEMARANG (Sigi Jateng) – Sebanyak 24 organisasi serikat pekerja dan federasi di Jawa Tengah yang memiliki puluhan ribu massa bersatu dalam wadah bernama Koalisi Buruh Jawa Tengah.

Difasilitasi oleh YLBHI- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, mereka melakukan Konsolidasi Advokasi Pengupahan 2022 Jawa Tengah di Kantor Lembaga Pendamping Usaha Buruh Tani Nelayan, Keuskupan Agung Semarang (LPUBTN KAS), Jalan Taman Srigunting Nomor 10, Kawasan Kota Lama, Semarang.

Mereka menggelorakan perlawanan dan perjuangan buruh, terutama menyuarakan upah layak. Sebab, Jawa Tengah hingga saat ini dinilai masih menjadi palung upah rendah.

Para buruh akan mendesak pemerintah untuk menaikkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2022 sebesar 16 persen.

“Dasar kenaikan UMK sebesar 16 persen adalah UMK 2021 ditambah kebutuhan buruh di masa pandemi. Sebab, kebutuhan buruh di masa pandemi selama ini tidak mendapatkan support dari pemerintah,” tegas salah satu perwakilan dari Federasi Serikat Pekerja Indonesia Perjuangan (FSPIP) Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Karmanto, Sabtu (23/10/2021).

Dikatakannya, pemerintah selama ini tidak memberikan bantuan kepada buruh, misalnya masker, hand sanitizer, vitamin, sabun, air bersih, kuota internet untuk work from home (WFH), dan lain-lain. “Kami tidak muluk-muluk, bahwa konsep kenaikan 16 persen itu merupakan kebutuhan riil,” tegasnya.

Menurutnya, pemerintah kalau hanya untuk menaikkan UMK 16 persen itu hal yang sangat kecil.

“Semarang dan Jakarta apa bedanya? Kebutuhan sama, tapi kenapa UMK Jakarta lebih tinggi? Ini yang menjadi masalah. Jawa Tengah hari ini masih menjadi palung upah rendah di Indonesia. Itu catatannya!” ungkap dia.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), lanjut dia, melalui berbagai media telah mempengaruhi dewan pengupahan baik di kabupaten/kota di Jawa Tengah bahkan Indonesia, bahwa UMK 2022 ini tidak akan dinaikkan atau kenaikan nol persen.

“Alasan yang disampaikan Apindo masih sama, yakni karena dampak pandemi Covid-19, menurunkan omzet dan sebagainya. Pemerintah sebagai pemangku kepentingan, jangan hanya jadi wasit,” ujarnya.

Apabila bertujuan untuk menaikkan investasi di Indonesia, maka kesejahteraan buruh harus diutamakan.

“Karena tanpa ada buruh yang bekerja di pabrik-pabrik, tentu industri tidak akan bisa bergerak,” terang dia.

Perjuangan buruh tersebut akan menempuh jalur advokasi baik di kabupaten dan kota hingga provinsi, berkaitan kenaikan UMK 2022 ini.

“Bentuknya bisa audiensi, bisa juga aksi. Apabila pemerintah mengabulkan apa yang kami minta ya kami tidak perlu ribut-ribut. Tapi kalau pemerintah abai terhadap rakyat, tentu kami akan menurunkan seluruh kekuatan buruh, karena kedaulatan di tangan rakyat. UMK 2022 wajib naik 16 persen dari UMK 2021,” tegasnya.

Dia mencontohkan UMK Kota Semarang pada 2021 senilai Rp 2,8 juta, dengan kenaikan 16 persen, maka kurang lebih akan naik menjadi Rp 3,4 juta.

“Jangan sampai pemerintah abai terhadap kesejahteraan buruh dan hanya berpikir tentang investasi. Sebab, investasi, ekonomi berjalan dengan baik apabila daya beli masyarakat tinggi,” tambahnya.

Lebih lanjut, kata Karmanto, sumber apapun yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), menteri ketenagakerjaan, menteri perindustrian, maupun menteri dalam negeri, selama mensejahterakan rakyat, maka harus didukung.

“Tetapi apabila kebijakan itu menyengsarakan rakyat, kami dari buruh dan rakyat akan melawan dengan segala kekuatan. Omnibus Law atau UU Nomor 11 Tahun 2020 harus dicabut, karena itu menambah penderitaan buruh dan rakyat,” ujarnya.

Perwakilan dari Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPW-FSPMI) Jawa Tengah, Luqmanul Hakim mengatakan, sejumlah pimpinan serikat pekerja maupun federasi merumuskan beberapa hal, di antaranya adalah bagaimana mengadvokasi atas lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021, turunan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020.

“Sebab, ini menjadi bagian penting untuk mengadvokasi pengupahan buruh pada 2022. Pada prinsipnya, wajib naik karena melihat kebutuhan riil saat pandemi semua mengalami peningkatan,” katanya.

Mengenai pengupahan, kata Luqman, pemerintah mengacu kepada PP 36 Tahun 2021, salah satunya berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

“PP 36 Tahun 2021 tidak menggambarkan tentang kebutuhan riil buruh. Maka kami sepakat, penentuan upah 2022 harus berdasar UMK yang berjalan saat ini ditambah kebutuhan riil saat pandemi. Kami sudah hitung kebutuhan riil tersebut, dengan kesepakatan kenaikan upah 16 persen,” terangnya.

Gerakan ini, lanjut dia, juga akan melakukan aksi kolektif dan besar-besaran dengan melibatkan seluruh serikat pekerja dan federasi buruh di Jawa Tengah.

“Yang kami khawatirkan, karena lahirnya UU Nomor 11 Tahun 2020, yang kemudian melahirkan PP 36 Tahun 2021, pemerintah akan memaksakan menggunakan regulasi PP tersebut. Justru ini akan mendegradasi kesejahteraan para pekerja,” katanya.

Dia menyayangkan, sikap pemerintah selama ini cenderung tidak mengakomodasi kepentingan pekerja.

“Ketika penghitungan upah menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021, maka bisa diprediksikan tidak ada kenaikan upah pada 2022. Itu harus dilawan!” tegas Lukman.

Konsolidasi serikat dan federasi buruh ini merupakan pertemuan kedua setelah sebelumnya dilakukan di Gedung Monod Diephuis & Co kawasan Kota Lama Semarang, beberapa waktu lalu.

24 serikat dan federasi buruh tersebut, masing-masing; Serikat Buruh Kerakyatan (Serbuk Jateng DIY), Serikat Buruh Pungkook Bersatu Grobogan (SP-PUBG), Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Jawa Tengah, Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPW-FSPMI), Serikat Buruh Mandiri Cola-Cola (SBMCC), Federasi Serikat Pekerja Retail Indonesia (F-SPRIN).

Selain itu, ada Serikat Pekerja Danamon (SP Danamon), Konfederasi Aliansi Serikat Buruh Indonesia (Kasbi) Jateng, Serikat Buruh Bicyle Industry (SBBI), Federasi Serikat Pekerja Indonesia Perjuangan (FSPIP), Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI), Federasi Serikat Pekerja Perkayuan dan Kehutanan Indonesia (FSP Kahutindo) Jawa Tengah, Serikat Pekerja Bank Permata (SPBP) Jawa Tengah.

Serikat Pekerja Nasional (SPN) Jawa Tengah, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jawa Tengah, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Jawa Tengah, Federasi Serikat Pekerja Listrik Nasional (FSPLN) Jawa Tengah dan DIY, Serikat Buruh Mandiri Demokrasi (SPMD), dan Serikat Pekerja Lintas Media (SPLM) Jawa Tengah.

Tidak hanya itu, Federasi Serikat Pekerja Independen (FSPI) Jawa Tengah, Serikat Pekerja Bank Permata (SPBP), Serikat Pekerja Listrik Area Solo Raya (SPLAS), DPD FSP FARKES Reformasi Jawa Tengah, serta DPD Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan Minyak Gas Bumi dan Umum (FSP KEP) Jawa Tengah, kompak bersatu. (Mushonifin)

Baca Berita Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini