Tuntut Kenaikan Upah 16 Persen, Buruh Demo Lagi

Suasana aksi demonstrasi buruh di Jl. Pahlawan Semarang. (Dok. Istimewa)

SEMARANG (Sigi Jateng) – Penetapan upah 2022 akan mengacu kepada laporan Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai inflasi dan pertumbuhan ekonomi makro. Hal itu mengacu kepada Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (Omnibus Law) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan.

Atas kebijakan tersebut, Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJT) menolak Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (Omnibus Law) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan tersebut, karena tidak relevan dengan kondisi atau kebutuhan buruh di lapangan.

Buruh juga telah melakukan aksi penolakan tersebut di depan gedung gubernuran Jawa Tengah Jl. Pemuda Kota Semarang pada Selasa (17/11/2021).

Karmanto selaku koordinator aksi mengatakan Buruh selalu menjadi pihak tertindas. Dituntut bekerja maksimal, tetapi diberi upah minimal. Kebijakan pemerintah bukannya menunjukkan keadilan dan kesejahteraan malah justru memicu petaka bagi rakyat kecil. Para penentu kebijakan hanya berpikir ‘investasi’, tetapi dengan cara menggilas keringat buruh.

“Penetapan UMK 2022 harus dilakukan berdasarkan rumusan “UMK berjalan + kebutuhan di masa pandemi Covid 19 = upah 2022”, bukan mengacu inflasi dan pertumbuhan ekonomi makro,” ujar Karmanto.

Adapun secara rinci, Karmanto melanjutkan kebutuhan selama pandemi Covid-19 yang realistis yang dibutuhkan buruh adalah sebagai berikut; Masker N.94 Rp 115.000, Hand Sanitizer Rp 90.000, Sabun Cair 150 ml Rp 29.600, Vitamin Rp 75.000, Pulsa/Kuota/Daring/Indihome Rp 100.000, biaya kenaikan air bersih 50 persen Rp 40.000. Total kebutuhan di masa pandemi Rp 449.600. Dari kebutuhan selama pandemi itu, selama ini buruh hanya mendapatkan subsidi dari pemerintah Rp 1.200.000/tahun. Maka UMK 2022 wajib naik 16 persen!

“Contoh penghitungan, Kota Semarang, yakni UMK 2021 Rp 2.810.000 + Rp. 449.600. Maka UMK Kota Semarang pada 2022 yakni Rp 3.259.600, atau naik 16 persen,” tandas Karmanto.

Di sisi lain, Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang, Sutrisno menyampaikan dua usulan Upah Minimum Kota (UMK) kepada Gubernur Jawa Tengah setelah melakukan rapat dengan Dewan Pengupahan dan unsur Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

Sutrisno mengatakan, menjelaskan jika ada dua usulan yang akan diteruskan ke Gubernur sesuai dengan hasil rapat yang dilakukan kemarin, Senin (16/11/2021). Yang pertama adalah usulan dari serikat pekerja dan perhitungan pemerintah.

“Kalau perhitungan pemerintah berdasarkan PP 36/2021 yang sudah ada rumusannya, tinggal kami masukkan saja hasilnya ada kenaikan sebesar 0,89 persen,” katanya, Selasa (17/11/2021).

Usulan ini sendiri berasal dari desakan para buruh yang menuntut kenaikan upah sebesar 16 persen pada 2022 mendatang.

Sutrisno melanjutkan, dari perhitungan pemerintah, UMK 2022 ada kenaikan sebesar 0,89 persen dari UMK 2021 yaitu dari Rp 2.810.025 menjadi Rp 2.835.021,29 atau naik sebanyak Rp 24.996. Sementara usulan dari serikat pekerja diambil dari perhitungan rumusan kebutuhan sehari-hari dan hasilnya pun berbeda dengan hitungan pemerintah. (Mushonifin)

Baca Berita Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini