TPD Laporkan Penjangkaun ODGJ Tahun 2020, Ada 206 Orang

Koordinator Tim Penjangkauan Dinsos (TPD) Kota Semarang, Dwi Supratiwi bersama Tri Waluyo, Kepala Bidang (Kabid) Rehabilitasi Sosial (Rehabsos) Dinas Sosial Kota Semarang saat sedang berada dalam satu kegiatan di halaman Dinsos. (Mushonifin)

SEMARANG (Sigi Jateng) – Tim Penjangkauan Dinsos (TPD) Kota Semarang melaporkan telah berhasil memjangkau sebanyak 206 orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) Sepanjang tahun 2020. Di antara itu, sebanyak 11 orang penderita psikotik.

Koordinator TPD, Dwi Supratiwi mengatakan data tersebut direkap oleh TPD dan dilaporkan tiap bulan kepada Dinas Sosial (Dinsos) Kota Semarang.

“Tahun kemarin, ada 206 ODGJ, dan 11 orang psikotik yang ditangani TPD,” katanya usai rapat koordinasi virtual, Senin (8/2/2021).

Secara umum, lanjut Tiwi, sapaan akrabnya, kasus tersebut merespons adanya aduan masyarakat.

“Rata-rata dari laporan masyarakat ke CC 112 atau ke WA yang secara langsung kami kirimkan tim untuk assesment,” terangnya.

Terkait perbedaan antara psikotik dengan ODGJ, Tiwi menjelaskan bahwa psikotik masuk dalam kategori Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK), contohnya orang depresi, dan halusinasi. Sedangkan, ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan sehingga terjadi gejala atau perubahan perilaku yang mengakibatkan penderita mengalami hambatan dalam menjalankan fungsinya sebagai manusia.

“Karena secara sekilas memang mirip, jadi masyarakat sering keliru melaporkan,” ungkapnya.

Perlu diketahui, Aktivitas TPD sebagai Tim Reaksi Cepat (TRC) Dinsos Kota Semarang terbukti eksis melakukan tugas-tugas kemanusiaan yang terjadi di masyarakat. Dalam tugasnya, TPD mampu bersinergi dengan Bantuan Komunikasi (Bankom), dan Palang Merah Indonesia (PMI) dan para pegiat kemanusiaan lain yang ada di Kota Semarang.

Tri Waluyo, Kepala Bidang (Kabid) Rehabilitasi Sosial (Rehabsos) Dinas Sosial Kota Semarang mengatakan TPD tidak sebatas melakukan penanganan sesaat. Lebih dari itu, TPD juga melakukan pendampingan terhadap kelayan (istilah penerima manfaat Dinsos) untuk keluar dari persoalan sosial yang dihadapi masyarakat.

“Memang benar bahwa TPD itu TRCnya Dinsos, atau lebih spesifiknya bidang Rehabsos,” kata Tri Waluyo.

Namun, lanjut dia, pada praktiknya penanganan persoalan tersebut ditindaklanjuti dengan pendampingan agar mereka dapat kembali hidup bermasyarakat secara wajar, juga pemulihan hubungan keluarga supaya dapat berkumpul sanak atau kerabat. Praktis, solusi yang diupayakan Dinsos Semarang membutuhkan perhatian tersendiri.

“Nah, di sinilah masalahnya, kami (Pemerintah Kota Semarang) belum memiliki rumah singgah. Padahal kasus yang ditangani banyak sekali, ada orang telantar, gelandangan, anak jalanan dan sebagainya. Karena kebutuhan mendesak, kami gunakan Panti Rehabilitasi Among Jiwo sebagai shelter sementara,” ungkapnya.

Lebih jauh ia menjelaskan, Among Jiwo memiliki tidak memiliki kapasitas untuk menampung semua kelayan yang dijangkau TPD. Sebab, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan masyarakat juga kerap mengirimkan ODGJ ke tempat tersebut.

“Tahun kemarin, paling sedikit kami mengurusi 5 orang dan paling banyak 31 orang setiap bulan. Padahal di Among Jiwo sendiri juga sudah ada kelayan, belum lagi yang dibawa masyarakat dan Satpol PP. Rumah singgah juga kebutuhan mendesak,” ungkapnya.

Dengan adanya rumah singgah, menurut dia, penanganan terkait kasus Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) di Kota Semarang akan menjadi lebih baik. Sebab, Rehabsos menangani 23 dari 26 jenis PPKS.

“Harapannya pengajuan rumah singgah ini dapat direalisasikan secepatnya. Sebab, kalau bisa kita pilah penempatannya akan lebih manusiawi,” pungkasnya. (Mushonifin)

Baca Berita Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini