Pandemi, Gelar Non-Akademik Bisa Diraih Dengan Mudah dan Hanya Dalam Hitungan Jam

Yudi Rizki Imaduddin (kiri), mahasiswa Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) yang sedang melakukan proses sertifikasi prosesi, dia mengeluhkan prosesnya yang terlalu singkat. (Dok.)

SEMARANG (Sigi Jateng) – Di tengah pandemi Covid-19, gelar non akademik semakin menjamur. Bahkan ada pelatihan yang tidak sampai satu hari gelar sudah bisa diraih. Mirisnya lagi kegiatan hanya diadakan daring dan terjadi sekitar dua jam, namun para peserta sudah bisa meraih gelar non akademik, tanpa harus melalui pendidikan tinggi dan persyaratan susah, serta melihat apa pendidikan awalnya, biayanya juga cukup murah dari Rp 70 ribu hingga jutaan.

Gelar-gelar non akademik itu seperti, CNCP (certified NLP for Counseling Practitioner), CFHA (certified fundamental handwriting analyst), CBPA (certified book and paper authorship 0, CPRW (certified professional resume writer), CPMP (certified performance management professional), ada CH (Certified of Hypnotist), dan banyak lagi.

Fenomena mudahnya gelar-gelar non akademik diraih tentu dikarenakan pandemi covid-19 yang belum usai. Hal itu menyebabkan pertemuan langsung dalam sertifikasi profesi tidak dilakukan, melainkan menggunakan fasilitas daring. Yudi Rizki Imaduddin, mahasiswa Unwahas yang sedang melakukan proses sertifikasi prosesi mengeluhkan hal tersebut.

“Memang mas selama pandemi gelar-gelar non akademik banyak diadakan berbagai lembaga. Berbagai media sosial banyak promo dan broadcast. Kadang saya yang lulusan perguruan tinggi juga heran, kita yang kuliah tahunan belum tentu dapat gelar kalau ndak lulus, tapi di lembaga-lembaga itu yang SD ndak tamat saja bisa dapat gelar, asal daftar ke panitia,” keluh mahasiswa alumni Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) itu pada Senin (29/3/2021).

Menanggapi hal itu, Kepala LLDIKTI Wilayah VI Jawa Tengah, Prof Dr Muhammad Zainuri, mengatakan banyaknya gelar non akademik yang dilakukan berbagai lembaga itu, sebenarnya bukanlah gelar melainkan sertifikasi profesi, yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang telah memenuhi syarat pemerintah. Berbagai lembaga yang dapat melakukan sertifikasi profesi, disebutkan Zainuri, beberapa diantaranya ada lembaga yang memberikan gelar profesi insinyur, kemudian akuntan, perawat, bidan lainnya.

“Standart-standar akreditasi itu ditentukan oleh masing-masing lembaga akreditasi profesi, dengan mempertimbangkan beberapa kriteria yang ditentukan pemerintah maupun terjadi dalam perjanjian-perjanjian profesi tingkat regional maupun nasional,” jelasnya.

Untuk pelaksanaanya, diakuinya, tidak semua lembaga bisa begitu mudah mengeluarkan sertifikasi, melainkan harus ada pendampingan dari badan standar profesi masing-masing. Seperti halnya, Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

“Tapi BNSP pelaksanaanya selalu berkomunikasi dengan lembaga dan badan akreditasi lainnya,”ujarnya.

Terkait lama pelatihannya tergantung keterampilan hard skill dan soft skill yang hendak dicapai. Sedangkan terkait penempatan gelar, lanjutnya, semua tergantung lembaga tempat seseorang bekerja. Hanya saja, pemahamannya yang sifatnya profesi biasanya memang harus dicantumkan.

“Hal itu merupakan kompetensi, sedangkan di lembaga-lembaga yang hanya membutuhkan syarat administratif kadang tidak dicantumkan gelarnya, biasanya karena diberi tugas tambahan. Tapi tidak ada ketentuan khusus akan hal itu,” sebutnya.

Terpisah, praktisi hukum Semarang, Chyntya Alena Gaby, mengatakan terkait gelar sebenarnya ada aturan khusus dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 036/U/1993 tentang gelar dan sebutan lulusan perguruan tinggi. Namun terkait aturan khusus gelar non akademik, ia mengaku belum mengetahui secara spesifik. Ia sendiri kadang heran pelatihan hitungan jam, peserta pulang sudah dapat gelar non akademik.

“Jadi gelar non akademik itu seharusnya merupakan gelar yang didapat dari pendidikan profesi, pemberian dari masyarakat, ataupun dari keagamaan. Tapi baiknya pelatihannya tidak instan dan sudah terverifikasi pemerintah untuk pemberian gelar non akademiknya,” kata Chyntya Alena Gaby, yang merupakan Sekretaris Dewan Pendiri LBH Rupadi. (Mushonifin)

Baca Berita Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini