P3TR Bandungan Kembali Mendapatkan SHM Tanah, Tapi Belum 100 Persen

Suasana penyerahan kembali Sertipikat Hak Milik (SHM) atas tanah petani di Desa Candi dan Kenteng Kecamatan Bandungan. Para petani ini tergabung dalam Petani Penggarap Tanah Rakyat (P3TR). (Dok. LBH Semarang)

BANDUNGAN (Sigi Jateng) – Petani Penggarap Tanah Rakyat (P3TR) Bandungan kembali mendapatkan Sertipikat Hak Milik (SHM) atas tanah, kini penyerahan lanjutan secara simbolis diserahkan oleh Menteri ATR/BPN. Penyerahan dilakukan Senin (6/12/2021) dihadiri Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.

“Sayangnya, penyerahan sertipikat simbolis lanjutan ini belum dapat melengkapi sertipikat hak milik atas tanah petani Bandungan yang sampai dengan hari ini belum usai,” ujar Sutrisno, selaku koordinator P3TR Bandungan.

Pada hari ini, Senin (6/12/2021), sekitar 60% petani sudah menerima sertipikat hak milik atas tanah yang selama ini mereka perjuangkan, namun Sutrisno berharap sertipikat harus sudah diserahkan 100 persen.

“Sertipikat harus 100 persen segera diserahkan kepada petani, karena itu merupakan hak, selain itu perlu terus memantau pihak-pihak terkait agar sertipikat segera diserahkan, agar tidak mundur-mundur lagi,” ujarnya.

Sebelummya, penyerahan secara simbolis sudah dilakukan oleh Presiden via Daring di Gedung Graha Dhika Gubernuran Jawa Tengah pada tanggal 22 September 2021.

Petani yang menerima sertipikat tersebar di Dua Desa diantaranya Candi dan Kenteng yang didalamnya ada 6 Dusun, antara lain Gintungan, Darum, Golak, Talun, Ampel Gadinng dan Ngipik. Berdasarkam informasi dari Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN Jawa Tengah, sertipikat yang diserahkan kepada Petani sejumlah 1200 orang, dengan lahan seluas 120 Hektar.

Perjuangan selama 21 tahun berbuah manis dengan diserahkannnya sertipikat hak milik atas tanah kepada petani. Hal ini merupakan murni perjuangan rakyat untuk merebut kembali Hak atas tanahnya.

Nico Bauran selaku perwakilan tim kuasa hukum warga mengatakan, selama 21 tahun, petani berjuang melawan Militer dan PT. Sinar Kartasura yang pada saat itu merampas lahan petani.

“Pada waktu itu Petani banyak mengalami intimidasi oleh pihak-pihak tertentu bahkan sampai ada kriminalisasi,” kisah Nico, advokat asal LBH Semarang.

“Perjuangan untuk memperjuangkan Reforma Agraria sejati harus terus dilakukan, tidak cukup hanya dengan mengamankan aset dan akses pada ruang hidup (lahan), akan tetapi perlu untuk terus mendorong kemandirian petani terhadap hasil bumi yang dihasilkan dari lahan yang sudah diperjuangkan selama ini,” jelasnya.

“Tanah adalah sumber kehidupan bagi petani, negara harus bertanggung jawab atas aset lahan masyarakat yang sudah dilegitimasi lewat sertipikat hak milik, untuk mewujudkan reforma agraria sejati. Bukan sebaliknya, mejadi aktor perampasan lahan yang mengakibatkan ketimpangan struktural,” pungkasnya. (Mushonifin)

Baca Berita Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini