Mualaf Muda Zubair bin Awwam, Sang Penghunus Pedang di Jalan Allah

Ilustrasi

SIGI JATENG – Membaca sejarah Islam, kita akan menemukan kisah hidup dari banyak tokoh besar. Dari kisah mereka, kita bisa belajar banyak hal dan mengambil hikmahnya. Banyak pemuda di masa Nabi Muhammad SAW yang memengaruhi kehidupan orang sekitarnya.

Salah satunya menciptakan cara berpikir dalam segala hal dan membentuk ideologi baru. Termasuk salah seorang mualaf muda dan paling awal, yakni Zubair bin Awwam bin Khuwailid radiya Llahu’ anhu.

Pria yang akrab disapa Zubair ini terkenal sebagai saudara sepupu sekaligus pembela setia Rasululullah. Ia menerima Islam ketika baru berusia lima belas tahun. Zubair tumbuh menjadi pahlawan dan pejuang yang hebat bagi umat Islam.

Hebatnya lagi, Zubair termasuk dalam sepuluh sahabat Muhammad SAW yang dijanjikan masuk surga oleh Allah SWT. Ia menjadi salah satu pemimpin politik dan di militer setelah kematian Rasul. Terdapat kisah luar biasa dan terjalnya kehidupan yang dapat diteladani dari beliau.

Berikut kisah Zubair bin Awwam, sahabat sekaligus pembela setia Nabi Muhammad SAW yang wajib diketahui umat Islam.

Kelahiran Zubair bin Awwam

Zubair lahir pada tahun 594 di Mekkah, putra Awwam ibn Khuwaylid dan Safiyyah binti ‘Abd al-Muttalib. Ia merupakan keponakan Khadijah binti Khuwaylid, dan sepupu pertama Muhammad. Dengan kata lain, ibunya Zubair adalah bibi Nabi SAW dari ayah. Nama lengkapnya adalah Abu ‘Abdullah Zubair ibn’ Awwam ibn Khuwaylid ibn Asad ibn ‘Abdul’ Uzza ibn Qusayy ibn Kilab al Qurashi al Asadi.

Ia memiliki dua saudara laki-laki, Sa’ib dan Abdul Ka’bah. Zubair digambarkan memiliki tubuh tinggi sedang, kurus, berkulit gelap, dan dada berbulu. Meskipun dengan janggut tipis. Rambutnya menjuntai sampai ke bahu, dan ia tidak mengecatnya saat beruban. (Muhammad ibn Saad. Kitab al-Tabaqat al-Kabir vol. 3)

Zubair memeluk Islam saat masih remaja, sekitar usia 15 atau 16 tahun. Ia sempat disiksa ibunya karena itu. Abu Bakar yang mengajaknya mengenal Islam dan menjadi orang kelima kelompok mualaf pertama.

Melansir dari Muhajjah, diceritakan bahwa paman dari pihak ayah Zubair pernah menggulungnya di atas tikar dan menggantungnya. Kemudian dinyalakan api di bawah Zubair, sehingga asap akan menyakitinya. Sembari pamannya menyuruh Zubair untuk kembali ke ketidakpercayaan. Namun Zubair menjawab:

“Saya tidak akan pernah kembali ke ketidakpercayaan.” (Al Tabrani: al Kabir, 1/122).

Zubair tak pernah melewatkan dakwah Nabi SAW dimana pun dan kapan pun kala itu. Ia setia mendampingi perjalanan perjuangan Nabi Muhammad.

Orang Pertama yang Menghunus Pedang Membela Rasul

Zubair tercatat dalam sejarah sebagai orang pertama yang siap maju demi menjaga Nabi Muhammad SAW. Hal ini diceritakan bahwa Sa’id ibn al Musayyab berkata: “Orang pertama yang menghunus pedangnya demi Allah adalah Zubair bin Awwam.”

Ketika Zubair tidur siang, dia mendengar seseorang berteriak bahwa Rasulullah SAW telah dibunuh. Maka dia keluar dari rumahnya sambil menghunus dan mengacungkan pedang. Segera ia ditemui Nabi SAW yang berkata:

“Ada apa, wahai Zubair?,” tanya Muhammad.

“Saya mendengar bahwa Anda telah dibunuh,” jawab Zubair.

“Apa yang akan kamu lakukan?,” tanyanya lagi.

“Demi Allah, saya akan membalas dendam pada semua orang Mekah,” ucapnya yang kala itu perjuangan awal berdakwah di Mekah masih dipenuhi gejolak. Rasul pun memberinya doa kebaikan.

Sa’id berkata: “Saya yakin bahwa doa rasul untuknya tidak akan diabaikan oleh Allah.” (Fada’il al Sahabah, 2/914, no. 1260, rantai narasinya lemah, tapi dapat diandalkan karena bukti yang menguatkan).

Hijrah ke Abyssinia dan Madinah

Ketika penganiayaan terhadap Nabi Muhammad SAW dan para sahabat oleh Quraisy semakin intens. Zubair menyarankan untuk pindah ke Abyssinia. Di mana mereka bisa hidup di bawah asuhan Negus, raja yang adil. Mereka tinggal bersama di bawah perawatan terbaik. Serta merasa aman dan terlindungi.

Zubair menjadi salah satu dari lima belas orang pertama hijrah ke Abyssinia tahun 615.
Hingga seorang pria Abyssinian datang untuk melawan Negus demi merebut kerajaan. Kaum Muslim sangat berduka dan takut manusia baru ini akan menang. Para sahabat ingin mengetahui tentang konflik yang terjadi antara Negus dan orang di seberang Sungai Nil itu.

Umm Salamah berkata: “Siapa yang akan pergi keluar untuk melihat pertempuran dan membawa kembali berita?” (Ibn Hisham: as-Sirah, 1/279; Ashab ar-Rasul, 1/274)

Zubair dengan gagah berani, “Saya akan.” Sebagai yang termuda dari orang-orang, mereka langsung membantu Zubair menggembungkan untuk membantunya berenang.

Lalu Zubair berenang menyeberang dan mencapai titik Sungai Nil tempat orang-orang bertemu dalam pertempuran. Sementara itu, para sahabat berdoa kepada Allah agar memberi Negus kemenangan atas musuhnya dan untuk menempatkannya di negerinya sendiri.

Seketika Zubair melambaikan pakaiannya dan berkata:

“Bersenang-senanglah. Negus telah menang, dan Allah telah menghancurkan musuh-musuhnya dan menempatkan dia di negerinya.” (Ibn Hisham: as-Sirah an-Nabawiyyah, 1/279)

Singkat cerita, Zubair dan rombongan kembali ke kampung halamannya di Mekkah tahun 619. Karena mendengar kabar, Mekah sudah aman. Tapi saat mendekati Mekah, mereka mengetahui bahwa laporan itu palsu. Sehingga mereka memasuki kota di bawah perlindungan seorang warga atau secara sembunyi-sembunyi.

Ia tinggal di bawah asuhan Rasulullah SAW tercinta. Zubair banyak belajar mengenai prinsip kehidupan, perintah dan larangan dalam Islam. Ketika Rasul hijrah ke Madinah pada 622, Zubair termasuk di antara mereka yang hijrah ke sana. Muhammad SAW memberinya banyak sebidang tanah untuk membangun rumah dan beberapa pohon palem. (Muhammad ibn Saad. Kitab al-Tabaqat al-Kabir vol. 3)

Kesetiaan Zubair di Militer

Menjadi pembela dan pendamping setia bagi Nabi Muhammad SAW sekian tahun. Baik saat berdakwah, hingga membela dama penyerangan kaum Quraisy. Dikatakan bahwa Zubair bergabung dengan semua ekspedisi militer. Namanya tercatat ikut dalam perang Badar, Uhud, Pertempuran Palung, Pertempuran Yarmuk, Khaybar, dan pembebasan Mekkah.

Perang dalam Islam yang memperbolehkan perang kala itu, tertuang dalam AlQuran surat al-Hajj ayat 39 yang berbunyi:

“Telah diizinkan (berperang) bagi siapa yang diperangi karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka itu.”

Jika bukan karena diserang lebih dulu, Islam tidak menganjurkan untuk berperang. Seperti yang tertuang dalam hadis Nabi SAW, mengenai aturan dalam perang:

  1. “Dilarang membunuh para biarawan di biara-biara, dan tidak membunuh mereka yang tengah beribadah.” (HR. Ahmad). Betapa Rasul memuliakan orang lain dan haknya dalam menentukan pilihan keyakinannya.
  2. Dari Anas, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Pergilah kalian dengan nama Allah, dengan Allah dan atas agama Rasulullah, jangan kalian membunuh orang tua yang sudah tidak berdaya, anak kecil dan orang perempuan, dan janganlah kalian berkhianat, kumpulkan ghanimah-ghanimahmu, dan berbuatlah maslahat, serta berbuatlah yang baik, karena sesungguhnya Allah senang kepada orang-orang yang berbuat baik.” (HR. Abu Dawud)
  3. Allah SWT melarang menghancurkan fasilitas umum dan bangunan, termasuk dalam perang:

“…dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.” (al-Qashas ayat 77)

  1. Sasaran dalam perang ialah prajurit musuh yang ikut berperang. Selain prajurit perang, tidak boleh diperangi. Termasuk wanita, anak-anak, ahli agama dan orang tua tidak boleh dibunuh sesuai dengan hadits Rasulullah SAW.

Dari Abdullah bin Umar, ia berkata, “Aku mendapati seorang wanita terbunuh dalam sebuah peperangan bersama Rasulullah SAW. Kemudian beliau melarang membunuh kaum wanita dan anak-anak dalam peperangan.” (HR. Bukhari No 3015 dan Muslim No 1744)

Setelah Kematian Nabi Muhammad SAW

Pada minggu ketiga sekitar bulan Juli tahun 632, Khalifah Abu Bakar mengumpulkan pasukan terutama dari Bani Hasyim untuk mempertahankan Madinah dari invasi yang akan segera terjadi oleh pasukan murtad Tulayha. Sosok yang memproklamirkan diri sebagai nabi baru.

Kala itu Zubair muda dan beberapa kawannya, ditunjuk sebagai komandan, dengan tugas masing-masing. Zubair sebagai komandan lapangan paling sukses. Terutama yang paling terkenal saat di Mesir di bawah Khalifah Umar.

Ketika Khalifah Umar wafat pada 644, dia meminta Zubair dan lima orang lainnya untuk memilih Khalifah berikutnya. Hingga mereka memilih Utsman.

Seperti diketahui, Zubair sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadits tentang Muhammad SAW. Meskipun ia selalu menemaninya. Saat dia menjelaskan kepada putranya Abdullah, “Aku mendengar Rasulullah berkata, ‘Siapapun yang berbohong tentang aku harus duduk di dalam Api.'” (Muhammad ibn Saad. Kitab al-Tabaqat al-Kabir vol. 3) (*)

Baca Berita Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini