Inovasi Teknologi Dalam Bimbingan Perkawinan Melalui E-Learning

Amiroh (tengah) berfoto bersama para promotor dan penguji saat ujian doktoral UIN Walisongo Semarang. (Dok.)

SEMARANG (Sigi Jateng) – Urgensi bimbingan perkawinan calon pengantin yang berbasis pada platform e-learning semakin diintensifkan dengan munculnya pandemi Covid-19 yang terjadi sejak awal tahun 2020 ini.

Bimbingan perkawinan calon pengantin tersebut menjadi wajib untuk diikuti sebelum menikah, ditantang untuk memberikan alternatif dari pendekatan pembelajaran konvensional.

Hal ini dikemukakan oleh Amiroh yang membuat disertasi berjudul “Pengaruh Pembelajaran Dalam Jaringan Dan Jenis Kelamin Terhadap Hasil Belajar Bimbingan Perkawinan Bagi Calon Pengantin Di Kabupaten Pemalang” untuk ujian doktoral di UIN Walisongo Semarang pada Jum’at (7/5/2021).

Disertasi ini bertujuan untuk menguji 1) pengaruh Pembelajaran dalam jaringan bimbingan perkawinan calon pengantin terhadap hasil belajar bimbingan perkawinan; 2) pengaruh jenis kelamin terhadap hasil belajar bimbingan perkawinan, dan 3) pengaruh interaktif Pembelajaran dalam jaringan bimbingan perkawinan calon pengantin dan jenis kelamin terhadap hasil belajar bimbingan perkawinan di KUA Kabupaten Pemalang.

Hasil penelitian menyimpulkan pembelajaran e-learning tidak berpengaruh terhadap hasil belajar bimbingan perkawinan. Peserta bimbingan perkawinan dengan pembelajaran konvensional tidak memiliki kecenderungan hasil belajar yang berbeda signifikan dengan mereka yang belajar dengan menggunakan pembelajaran e-learning dalam jaringan.

“Jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap hasil belajar bimbingan perkawinan. Peserta bimbingan perkawinan dengan jenis kelamin laki-laki tidak memiliki kecenderungan hasil belajar yang berbeda signifikan dengan mereka yang berjenis kelamin perempuan. Pembelajaran dalam jaringan dan jenis kelamin tidak memiliki pengaruh secara interaktif terhadap hasil belajar bimbingan perkawinan. Hal ini karena uji hipotesis menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil belajar bimbingan perkawinan dengan kelompok interaktif yang berbeda tidak secara signifikan satu sama lain,” jelas Amiroh.

Ajaran Islam sangat memperhatikan kesiapan menikah, dan membangun keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Sebagaimana Rasulullah SAW memberikan petunjuk kepada generasi muda untuk segera menikah jika sudah mampu. Pernikahan dimaksudkan untuk menjaga manusia dari perbuatan dosa karena kecenderungan alamiahnya untuk menyalurkan hasrat seksual.

Pernikahan juga berguna untuk menciptakan tertib sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam kerangka struktur sosial, keluarga memiliki fungsi reproduksi, afeksi, edukasi, ekonomi dan sosial. Oleh karena itu, kesiapan menikah menjadi hal yang sangat penting. Kenyataan yang terjadi di masyarakat menunjukkan pernikahan belum menjadi pranata sosial, yang harus disiapkan sebaik mungkin.

Jauh lebih penting dari itu adalah kesiapan kedua calon mempelai untuk membangun keluarga sakinah, mawadah dan rahmah. Apabila kesiapan tersebut belum terbentuk, maka timbul beraneka bentuk persoalan, seperti penyimpangan perilaku sosial.

“Penyimpangan ini hampir merata di semua lapisan usia maupun strata sosial. Perilaku seksual merupakan penyimpangan yang paling tinggi angkanya,” tandas Amiroh.

Tercatat oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Mabes Polri telah terjadi kekerasan dan pelecehan seksual kepada anak sejumlah 16.000 kasus pada tahun 2013. Fenomena yang terjadi pada masyarakat saat ini ditemukan berbagai bukti, bahwa keluarga belum dapat berfungsi secara maksimal dalam membangun perilaku sosial yang baik.

Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya kasus perceraian yang dipicu oleh berbagai masalah. Timbulnya permasalahan perceraian tersebut dapat diakibatkan oleh faktor yang datang dari dalam maupun luar lingkar keluarga. Faktor tersebut seperti, perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga, maupun pelecehan seksual.

Pada Tahun 2018, angka perceraian di Jawa Tengah mencapai 75.557 kasus. Sedangkan Kabupaten Pemalang angka perceraian pada tahun yang sama 2018 mencapai 3.756 kasus. Penyebab perceraian di Jawa Tengah adalah masalah mabuk, madat, judi, kekerasan dalam rumah tangga, pertengkaran terus menerus, kawin paksa, murtad, dan ekonomi.

Angka perceraian tertinggi disebabkan oleh pertengkaran secara terus menerus yaitu 28.527 kasus. Sementara itu di Kabupaten Pemalang, sebanyak 1.784 kasus yang disebabkan oleh tingkat ekonomi yang rendah. Sedangkan pada tahun 2019 ada kenaikan 14% kasus kekerasan terhadap perempuan sebesar 406.178 kasus. Selain itu, data perceraian tahun 2019 sudah ada 479.618 kasus.

“Menyadari akan arti pentingnya kesiapan menikah, maka seharusnya dibangun bimbingan perkawinan calon pengantin yang efektif,” pinta Amiroh.

Secara yuridis formal, bimbingan perkawinan calon pengantin memiliki beberapa landasan hukum yang kuat. Bimbingan perkawinan yang dimaksud ditujukan bagi calon pengantin maupun remaja usia siap menikah. Melalui program tersebut diharapkan agar calon pengantin nantinya menjadi pribadi yang siap dan terampil dalam mengelola kehidupan berumah tangga.

Kebutuhan akan pendidikan pernikahan (bimbingan perkawinan calon pengantin) selalu menjadi kebutuhan, bahkan tidak hanya bagi calon pengantin, namun juga kepada para pasangan yang sudah menikah. Pendidikan pranikah (bimbingan perkawinan calon pengantin) yang dilaksanakan dengan baik, memiliki peranan yang besar dalam mewujudkan keluarga sakinah, mawadah dan rahmah.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Iskandar yang menyatakan bahwa bimbingan perkawinan pranikah jika dilaksanakan secara serius dan sebagai suatu kewajiban, maka dapat diprediksikan bahwa bimbingan perkawinan pranikah dapat berfungsi menyehatkan keluarga Indonesia dari penyakit kekerasan, ketidakadilan dalam rumah tangga serta perceraian dengan terbinanya keluarga sakinah.

Namun dalam prakteknya pelaksanaan bimbingan perkawinan belum berjalan secara efektif, karena hanya menjadi formalitas dalam memenuhi persyaratan administrasi yang ditentukan. Alam kesadaran penyelenggara negara dan masyarakat belum menjadikan pendidikan pranikah (bimbingan perkawinan calon pengantin) sebagai suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dengan baik.

“Padahal keikutsertaan calon mempelai dalam mengikuti pendidikan pranikah (bimbingan perkawinan calon pengantin) sangatlah penting, agar keduanya dapat mengerti betul tentang hakikat pernikahan, tugas, tanggung jawab, hak dan kewajiban suami dan istri,” ucap Amiroh.

Menurut Amiroh, seperangkat regulasi yang dibuat oleh Pemerintah belum mampu menggerakkan masyarakat dan penyelenggara negara untuk menyelenggarakan bimbingan perkawinan bagi calon pengantin dengan baik. Beberapa aspek seperti kurikulum, media pembelajaran, metode pembelajaran, dan guru atau mentor yang baik tentu tidak menjadi perhatian serius.

Hal ini terkait dengan beberapa hal yaitu: keterbatasan waktu pelaksanaan, kesediaan waktu peserta, usia peserta, tempat pelaksanaan, materi dan ketersediaan sarana dan prasarana penunjang pembelajaran yang diperlukan. Apabila bimbingan perkawinan calon pengantin dilaksanakan dengan tidak memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka hampir dapat dipastikan hanya akan menjadi formalitas untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam perundang-undangan.

Melalui studi pendahuluan yang dilakukan di 14 KUA di Kabupaten Pemalang, Amiroh mendapati bahwa pelaksanaan bimbingan perkawinan belum secara optimal dilaksanakan sebagaimana yang diamanatkan dalam peraturan perundangan. Studi awal dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam (in-depth interview) dengan kepala KUA pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Pemalang.

“Beberapa alasan yang dikemukakan adalah ketiadaan anggaran, permasalahan logistik dan tidak tersedianya tutor. Apalagi dengan adanya pandemi Covid-19, baik para calon pengantin dan juga penyelenggara bimbingan perkawinan calon pengantin menjadi terhambat untuk menyelenggarakannya,” tutur Amiroh.

Meskipun sudah ada peraturan protokol kesehatan yang diterapkan, masih membuka kemungkinan akan terpaparnya para peserta ataupun panitia penyelenggara bimbingan perkawinan calon pengantin.

“Jangankan untuk menyelenggarakan bimbingan perkawinan calon pengantin, acara pernikahan di masa pandemi ini pun digelar dengan penuh pembatasan,” tandas Amiroh.

Berdasarkan hal tersebut, perlu dikembangkan bimbingan perkawinan calon pengantin yang dapat menanggulangi tantangan tersebut. Urgensi untuk mengembangkan bimbingan berbasis daring, baik melalui website ataupun aplikasi smartphone menjadi lebih besar.

Dengan adanya fasilitas ini, Amiroh mengatakan, peserta maupun tutor dapat berpartisipasi dari mana saja dan bisa menekan biaya penyelenggaran karena tidak membutuhkan biaya transportasi, konsumsi atau mencetak dan menduplikasi materi. Teknologi komputer telah menjadi sebuah solusi handal untuk banyak permasalahan di pendidikan.

Bimbingan berbasis daring atau e-learning merupakan model pembelajaran yang efektif bagi individu yang mempunyai keterbatasan waktu dan juga membuat pembelajaran bisa meningkatkan kualitas pembelajaran dengan memanfaatkan berbagai sumber yang ada di dalamnya.

“Namun, kendati manfaat dari e-learning ini sudah terbukti pada penelitian-penelitian sebelumnya, praktik bimbingan perkawinan calon pengantin belum mengaplikasikannya,” pungkas Amiroh. (Mushonifin)

Baca Berita Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini