Gus Yusuf Isi Ngaji Kebangsaan UIN Walisongo, Ini Yang Disampaikan

Pengasuh Ponpes Tegalrejo Magelang, KH. Muhammad Yusuf Chudlori atau dikenal dengan sebutan Gus Yusuf, saat menghadiri Acara Ngaji kebangsaan yang digelar DEMA Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo Semarang. (Dok. Humas FUHUM UIN)

SEMARANG (Sigi Jateng) – Menjadi ajaran Rosulullah dan Walisongo, kunci kesuksesan dalam menyebarkan agama Islam adalah akhlakul karimah.

Hal ini disampaikan KH. Muhammad Yusuf Chudlori atau dikenal dengan sebutan Gus Yusuf, Pengasuh Ponpes Tegalrejo Magelang dalam Acara Ngaji kebangsaan yang digelar DEMA Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo Semarang Kamis (9/12/2021) di Ruang Seminar FUHUM.

Gus yusuf mengatakan bahwa jika kita diskusi soal radikalisasi, Soal ini tidak selesai dengan hanya diskusi, tapi harus dimulai dengan action.

“Seperti kita memahami rosulullah. Banyak generasi kita ketika membahas rosulullah, yang diingat hanya perangnya saja. Padahal perang atau qital ini bagian kecil sejarah panjang rosulullah. Padahal kunci sukses rosulullah yatu pada penanaman akhakul karimah, etika yang mulia,” jelasnya.

“Nanti faham radikal ini akan terus tumbuh karena pemberantasannya tidak sampai akar. Sebenarnya teman-teman tahu masih banyak saudara kita yang terpapar radikalisme. Banyak yang terang-terangan seperti HTI, yang organisasinya dibubarkan, akan tetapi orangnya dan ajarannya masih berkeliaran. Ironisnya ada yang nyirami memberi pupuk atau mendanai. Organisasi dibubarkan tapi gerakannya masih terus terjadi,” katanya.

Ia menambahkan bahwa hal ini berangkat dari pemahaman islam yang masih dangkal, yaitu pemahaman yang di permukaan.
Orang-orang radikal menanam paham radikal dilakukan sudah menjurus ke anak usia sekolah, sehingga orang yang sekarang menjadi penganut radikal adalah didikan 15 tahun yang lalu.

“Seperti yang disampaikan rosulullah, innama buistu liutammima makarimal akhlak. Kalimat ini memakai kata liutammima, maknanya bahwa sebelum zaman rosulullah sudah ada adab peradaban. Rosulullah itu menyempurnakan,” kisahnya.

Sebagaimana Indonesia, Gus Yusuf melanjutkan, sebelumnya juga sudah ada akhlak peradaban, para walisongo melakukan tugas penyempurnakan akhak.

“Paguci, paguyuban ngunjuk ciu, ketika walisongo masuk membenahi adat yang keliru, sehingga adat perkumpulan diganti dengan tahlilan,” sampainya dengan humor.

Gus Yusuf mengatakan, Islam datang bukan untuk menghacurkan tradisi dan budaya lokal, tapi menyempurnakan akhlak agar sesuai dengan syariat islam.

Gus Yusuf mencontohkan, sebelum rosulullah ajaran mengelilingi kabah sudah berjalan dengan tradisi kaum kafir qurays, akan tetapi di zaman rosulullah masih banyak berhala, lalu dengan perlahan-lahan rosululah merubahnya dengan thawaf dan talbiyah.

“Kalau zaman dahulu rosululah sedikit-seeikit marah, saya yakin islam tidak akan sampai di tanah jawa seperti sekarang ini,” kisahnha.

“Mbah kiai Hasyim pernah berpesan, kita ini tidak wajib membangun daarul islam (negara islam), akan tetapi bangunkan daarussalam negara yang selamat,” urainya.

AKBP Maulud, Kasubid Pinmas Polda Jateng berpesan agar semua pihak menjaga empat pilar berkebangsaan yaitu Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.

“Mari kita bersama-sama selalu menjaga keamanan dan perdamaian bangsa kita dari paham radikalisme. Jangan sampai kita terpengaruh paham teroris dan orang-orang yang memecah belah NKRI,” jelasnya.

Acara dibuka oleh Rektor UIN Walisongo Prof Dr Imam Taufiq MAg, serta didampingi oleh Dekan FUHUM Dr Hasyim Muhammad MAg.

Rektor memacu Semangat untuk mendulang prestasi menjadi keharusan semua komponen, untuk meraih prestasi. Ia menghimbau agar kita semua bisa mempertahankan kebangsaan, dari radikalisme dan degradasi kebangsaan.

“Kita semua harus cancut taliwondo untuk menjaga bangsa ini, dari teroris, orang-orang yang membisikkan ajaran radikal,” pungkasnya. (Mushonifin)

Baca Berita Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini