FAI Unwahas Semarang Luncurkan Pusat Studi Moderasi

Suasana kuliah umum dan peluncuran Pusat Studi Moderasi Beragama atau Centre for Religious Moderation Studies (CRMS) Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang. (Dok.)

SEMARANG (Sigi Jateng) – Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) meluncurkan Pusat Studi Moderasi Beragama atau Centre for Religious Moderation Studies (CRMS), Senin (27/9/2021).

Acara peluncuran CRMS dilakukan di sela-sela Kuliah Umum FAI bertajuk “Moderasi Beragama di Era Digital,” yang dilaksanakan secara langsung di Gedung Dekanat Lantai 6 Kampus Unwahas, Sampangan, Kota Semarang. Kuliah Umum tersebut menghadirkan Menteri Agama, KH. Yaqut Cholil Qoumas, Prof KH. Noor Achmad (Ketua Yayasan Wahid Hasyim) dan KH. Abu Hapsin, PhD (Staf Pengajar UIN Walisongo).

Dekan FAI, Dr. H. Iman Fadhilah mengatakan Pusat Studi Moderasi ini merupakan pengejawantahan dari visi kampus Unwahas yang berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah yang salah satu cirinya adalah moderatisme.

“Banyak riset menyebutkan potensi radikalisme ditemui di kalangan muda dan mahasiswa. Karenanya penting untuk melakukan penguatan dan internalisasi nilai-nilai agama,” kata Iman Fadhilah melalui pesan tertulis pada Selasa (28/9/2021).

Di tengah maraknya sikap dan gerakan yang cenderung ekstrim, maka menampilkan wajah yang moderat menjadi sebuah keharusan.

“Dalam situasi seperti ini, maka penting untuk menampilkan wajah agama yang wasathiyah, moderat, indah dan damai,” tambah Iman, yang juga menjabat sebagai Wakil Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah.

Tedi Kholiludin Direktur CRMS berharap, kalau lembaga ini, ke depan, akan banyak menghasilkan kajian terhadap moderasi.

“Telaah terhadap praktik atau pemikiran yang berkaitan dengan tema moderasi diharapkan menjadi sumbangsih pengetahuan bagi pengembangan khazanah keilmuan di Indonesia,” tambah pengajar di FAI tersebut.

Meski moderatisme merupakan arus utama beragama di Indonesia, tetapi, pada level praktis, tantangan selalu terbentang di hadapan.

“Pembentukan lembaga ini sekaligus sebagai manifestasi tanggung jawab sosial perguruan tinggi,” imbuh Tedi, peneliti senior Yayasan Lembaga Studi Sosial dan Agama (ELSA).

KH. Abu Hapsin, PhD dalam kuliah umumnya menambahkan bahwa moderasi itu indah. Pendirian Nahdlatul Ulama (NU) pada 1926, merupakan institusionalisasi dari prinsip moderasi yang sesungguhnya berakar kuat pada di masyarakat Indonesia.

“Moderasi itu indah. Hemat saya, moderasi itulah model yang paling indah dan cocok untuk Indonesia,” terang staf pengajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang.

Untuk hal itu, maka FAI tepat menjadi sentrum bagi pengembangan ilmu maupun gerakan modernisme, khususnya di lingkungan perguruan tinggi. (Mushonifin)

Baca Berita Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini