Cerita Warga Pranten Hidup Berdampingan Dengan Kawah Aktif Gunung Sipandu, Puluhan Tahun

Kawah aktif di sekitar Gunung Sipandu Pranten Bawang Batang dekat dengan pemukiman warga. Foto : Istimewa

Batang (Sigi Jateng) – Sudah puluhan tahun warga di Dusun Rejosari, Desa Prenten, Kecamatan Bawang, Kabupaten Batang Jawa Tengah, hidup bersahabat dan berdampingan dengan belasan titik kawah yang hingga kini masih aktif.

Beberapa titik kawah tersebut berada di sekitar Gunung Sipandu yang memiliki ketinggian 2162 mdpl. Bahkan, dusun yang berada di ketinggian sekitar 1900 mdpl itu, terdapat 10 Kepala Keluarga (KK).

Jarak antara pemukiman warga dengan titik kawah hanya berjarak kurang dari 20 meter – 30 meter. Ada juga rumah warga tepat berada persis di bawah sejumlah kawah aktif Gunung Sipandu.

Sekertaris Desa (Sekdes) Pranten, Ella Nurlaela mengatakan, jumlah Kepala Keluarga (KK), di Dusun Rejosari ada sebanyak 172 KK dari total KK di Desa Pranten, yakni 627 KK.

“Jika terdampak ya seluruh dusun sini (Dusun Rejosari). Terutama, 10 KK (34 jiwa) yang disitu yang paling dekat. Tadi bisa dilihat sendiri ada rumah warga berada kurang dari 20 meter dari kawah yang aktif itu,” kata Ella, Jumat (17/12/2021).

Dijelaskan, Desa Prenten sendiri terdapat empat dusun. Yakni Dusun Rejosari, Dusun Bintoromulyo, Dusun Sigemplong dan Dusun Pranten. Namun yang terdampak dengan keberadaan kawah dan longsor di Dusun Rejosari.

“Di dusun Rejosari ini ada dua ancaman bencana seperti tanah longsor dan kawah yang masih aktif. Terlebih semuanya terjadi di saat intensitas hujan tinggi. Jika hujan turun deras warga merasa was-was, seperti yang terjadi kemarin,” ujarnya.

Selain mengancam longsor, lanjut Ella, akibat intensitas hujan yang tinggi ini, kerap timbul suara letupan yang keluar dari kawah aktif tersebut.

“Setiap kali terjadi hujan besar, kerap muncul suara letupan di kawah aktif tersebut. Bahkan, warga yang was-was memilih pergi mengungsi untuk sementara di rumah saudara-saudaranya,” ungkap Ella.

“Masyarakat kemarin-kemarin, memang kita ungsikan sebab kondisi di sini bahaya. Terlebih disaat musim hujan, belum lagi kawah aktif, membuat warga khawatir karena adanya suara kawah, blum-blum,” imbuhnya.

Dikatakan Ella adanya suara tersebut, menurut petugas dari pengamat gunung api di Banjarnegara karena disebabkan mulut kawah tertutup matrial longsor, akibat hujan besar dari dinding kawah.

“Kalau kata petugas sih, itu dinding kawah longsor akibat hujan, jatuh ke mulut kawah. Longsoran yang membawa material longsor itu menutup lubang kawah, sehingga memicu munculnya bunyi atau suara,” jelasnya.

Ella juga menyebutkan beberapa kali di wilayahnya setempat juga terjadi longsor dan bencana hujan belerang.

“Tepatnya dua tahun yang lalu, bencana longsor menimpa rumah Pak Kuning tertimbun material tanah dan bebatuan. Ada korban yang tertimbun, selamat semua. Lalu di tahun 2016, terjadi ledakan pipa Geo Dipa (Perusahan pembangkit listrik panas bumi), yang membuat warga tidak bisa menanam bahkan sempat terjadi hujan belerang yang lama,” bebernya.

“Tetapi, disaat musim kemarau/ kering, aman-aman saja,” imbuh Ella.

Sementara itu, kendati berada di dekat titik kawah di Gunung Sipandu, kebanyakan warga tetap masih bisa beraktivitas seperti biasa. Yakni bertani, bercocok tanam di punggung Gunung Sipandu.

Dengan keberadaan titik-titik kawah yang masih aktif tersebut, tidak membuat warga terganggu. Bahkan, di beberapa titik kawah nampak juga terpasang papan peringatan, terkait bahaya gas beracun di sekitar lokasi.

Baroah (45), warga setempat, mengaku, kondisi seperti ini, telah dijalaninya selama menahun. Hanya saja kalau hujan besar, sejumlah warga mengungsi ke rumah saudara yang aman.

“Ya kalau hujan mengungsi. Rumah saya itu yang depannya ada jalan yang ambles. Kalau bunyi-bunyi kawah kemarin-kemarin ada. Disaat turun hujan, tapi kalau tidak hujan ya tidak bunyi,” katanya.

Saat ini, warga menilai kondisi masih aman untuk ditempati. Ahmad Mukolil (46) warga Dusun Rejosari, mengakui awal-awal adanya suara bergerunjh, warga memang takut. Namun, saat ini sudah terbiasa.

“Kemarin-kemarin, memang merasa takut karena ada suara gemuruh, tapi sekarang sudah tenang. Ya takut sih jika longsor atau gimana juga,” ujar pria yang sehari-hari bercocok tanam Kentang ini.

Menurutnya, hampir setiap waktu, pihak Geo Dipa (perusahaan pembangkit listrik panas bumi) melakukan pengecekan suhu secara berkala. Jika dirasa berbahaya, warga akan diberi tahu.

Ia pun menyebut jika akhir-akhir ini memang banyak bermunculan kawah-kawah kecil.

“Kawah sedikit sedikit ada, lalu menyebar tapi kecil-kecil. Kalau besar kan warga bisa takut. Kecil tapi jumlahnya banyak. Hanya saja kawah sini tidak beracun,” akunya.

“Dulu jumlah titik kawah ada belasan, ada sekitar 15 titik anak kawah. Sekarang ya bisa lebih. Ini yang membuat mata air, panas dan selalu dimanfaatkan warga untuk mandi,” ungkapnya.

Terpisah, Kepala BPBD Kabupaten Batang, Ulul Azmi, menjelaskan kondisi kawah yang berada di lingkungan lereng Gunung Sipandu mengalami perubahan.

Menurut Ulul, perubahan tersebut ditandai dengan melebarnya kondisi kawah kearah utara lereng Gunung Sipandu yang mencapai 200 meter.

“Tiap tahun ada pelebaran kawah. Sedangkan jarak rumah 10 KK itu termasuk dekat dengan kawah. Kondisi kawah di bukit lereng Gunung Sipandu kian aktif. Selain itu, kondisi kawah juga mengalami perubahan melebar ke arah utara lereng bukit,” kata Ulul Azmi, Kepala BPBD Batang.

Akibat adanya itu, terjadi rekahan tanah yang berada disisi utara pemukiman warga tepatnya dekat tempat pemakaman umum, yang membahayakan, yang sewaktu-waktu bisa mengancam pemukiman.

“Kita sudah terjunkan tim geologi dari UGM. Di lapangan dekat pemukiman warga sudah dipasang early warsning system (EWS). Sehingga jika terjadi suatu bahaya atau pergerakan tanah akan mudah diketahui dan direspon cepat,” terang Ulul.

“EWS dipasang di lapangan, Ya menurut UGM justru titik rekahnya itu berada di bawah lapangan ke arah pemakaman itu . Titik rekahnya disitu. Takut ya kalau itu merekah, pemukimanya bisa ke bawah,” jelasnya.

Menurutnya, lokasi setempat diakui adanya ancaman longsor dan ancaman erupsi.

“Kalau saya ngomongnya ancaman erupsi. Di atas pemukiman itu ada mahkota longsor juga, namun tidak begitu besar. Yang paling bahaya pemukiman amblas ke bawah. Kawah gunung Sipandu, kita tidak sampai 200 meter. Kalau terjadi hujan lebat rekahan bisanya besar. Saran saya pindah relokasi,” jelasnya.

Sedianya, menurut Ulul, 10 KK tersebut akan dilakukan relokasi. Namun, warga justru tidak ingin direlokasi. “Karena mereka tidak mau tukar menukar (tanah bengkok), ya gagal, karena itu tanah bengkok desa harus di tukar,” pungkasnya. (Dye)

Baca Berita Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini