Bulan Suro, Begini Cara yang Perlu Dilakukan Menjamas Pusaka Keris Sebagai Warisan Leluhur

Salah satu pemerhati keris, Dekan Bawono (47) warga Domas, Sidorejo, Salatiga saat sedang membersihkan pusaka keris koleksinya, Selasa (10/8/2021). Foto : Istimewa

Salatiga (Sigi Jateng) – Bulan Suro (1 Muharram), oleh sebagian masyarakat Jawa Tengah menganggap Suro merupakan bulan yang sakral. Banyak warga yang masih nguri-uri (melestarikan) budaya warisan leluhurnya di saat memasuki awal bulan Suro tersebut.

Diantaranya yakni melakukan penjamasan (membersihkan) benda pusaka seperti keris, tombak dan lain sebagainya. Hal itu seperti yang dilakukan oleh salah seorang pemerhati keris di Salatiga, yakni Dekan Bawono (47) warga Domas, Sidorejo.

Di setiap memasuki awal bulan Suro, pria ini pasti tak pernah absen melakukan ritual penjamasan puluhan keris yang dikoleksinya. “Menjamas keris adalah bagian dari kearifan lokal, tradisi dari leluhur. Jadi ada nilai filosofi dari tradisi menjamas itu,“ ucap Dekan, Selasa (10/8/2021)

Pria yang juga memiliki hobi beternak ayam bangkok ini, mengatakan sebenarnya keris tidak hanya dibersihkan pada bulan Suro saja. Alangkah baiknya jika sudah kotor dan muncul karat cepat dibersihkan. Tetapi karena hal itu sudah menjadi tradisi, sebagian orang yang memiliki pusaka umumnya menjamas keris di bulan Suro.

“Sebenarnya tujuan membersihkan keris itu supaya tidak karat dan korosi. Karena jika karat dan korosi, maka keris itu lama-lama akan keropos. Bila rusak maka unsur seni dan keindahannya otomatis akan hilang,” ujar Alumni UNS jurusan Sejarah ini.

Dia mengungkapkan, untuk membersihkan keris tergantung tingkat korosinya. Jika hanya kotor dan korosi sedikit, maka cukup dibersihkan dengan kain lap, kuas dengan dicampur minyak. Tetapi bila korosinya parah, bisa direndam dulu ke dalam air kelapa. Setelah karatnya rontok, lalu dibilas dengan jeruk nipis. “Selanjutnya dicuci dengan air dan diberi minyak,” bebernya.

Kemudian minyak apa yang bagus untuk membersihkan pusaka keris ? Menurut Dekan, tergantung dari pemiliknya sendiri. “Sebenarnya, minyak untuk membersihkan keris bisa membuat sendiri dengan bahan baku minyak goreng. Minyak tersebut justru bagus karena awet dan tidak merusak bilah,” jelasnya.

Jadi, kata dia, jangan salah persepsi. Memberi minyak pada keris itu bukan berarti memberi sesaji, sebab itu persepsi yang salah. Makna yang terkandung jelas agar selalu bersih, sehingga awet. Bila awet, maka seni dan keindahannya akan tetap terjaga dan bisa diwariskan ke anak cucu sehingga tidak punah.

Disinggung mengenai cerita keris sakti dan sebagainya? Dekan menanggapi, memang bagi yang percaya, keris ada yang memiliki tuah atau yoni tertentu. Meski begitu, intinya semua kekuatan itu berasal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Rakyat Indonesia harus berbangga memiliki warisan pusaka keris buatan para empu. Sebab selain wayang dan batik, senjata asli nusantara ini sudah diakui secara resmi oleh Unesco, lembaga PBB yang mengurusi budaya. Dimana keris masuk dalam peninggalan warisan dunia.

“Wayang, keris dan batik sudah diakui oleh Unesco ( PBB) sebagai warisan budaya dunia,” kata Dekan yang kini memiliki puluhan koleksi pusaka keris mulai dari zaman kerajaan Singasari hingga Mataram itu.

Dirinya mengakui jika keris sebagai warisan budaya dunia itu tidaklah berlebihan, karena di dalam sebilah keris banyak nilai-nilai budaya, seni dan filosofi yang bisa dipetik. Karena keris tidak hanya sekedar senjata tajam saja.  Di dalam keris ada nilai filosofis, budaya, religi dan sebagainya.

“Teknik nenek moyang kita ( empu pembuat keris) meski sederhana namun sudah luar biasa, karena sudah bisa meleburkan baja, besi, dan titanium yang memiliki titik lebur yang berbeda-beda ke dalam keris. Inilah kelebihannya yang tidak dimiliki oleh bangsa lain pada massanya,” ujarnya.

Setiap bilah keris, lanjut Dekan, baik itu yang lurus atau yang lekuk memiliki nama (dhapur) yang berbeda. Setiap nama itu mengandung arti filosofi dan makna yang berbeda pula. Demikian pula pamor (corak) putih di bilah keris juga memiliki nama yang berbeda pula sesuai dengan gambar atau bentuknya.

“Semisal saja, ada pamor yang bentuknya mirip kulit semangka, maka disebut pamor kulit semongko, ada juga mirip daun blarak (daun kelapa) maka disebut pamor blarak dan sebagainya. Jadi, itulah keunikan pusaka keris,” pungkasnya. (Dye)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini