Banjir Semarang Belum Selesai, Ganjar; Selesaikan Dengan Perspektif Kawasan

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. (foto Mushonifin/ sigijateng)

SEMARANG – Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menegaskan tentang fenomena banjir di Kota Semarang yang tak kunjung usai. Dia mengatakan ada tiga kawasan potensi banjir yang perlu diselesaikan. Ganjar menyebut ada kawasan hulu, tengah, dan hilir.

“Ada tiga hal yang kedepan harus selesai. Saya membagi tiga ruang, yaitu hulu, tengah, dan hilir,” ujar Gubernur Jawa Tengah dua periode itu seusai membuka kegiatan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang diadakan oleh PWI Jawa Tengah di Hotel Novotel Semarang, Jum’at (26/2/2021).

“Yang di hulu, menyelesaikan banjir itu harus dengan perspektif kawasan, tidak bisa menggunakan perspektif wilayah administratif. Maka jika hulunya gundul, daerah hilir harus siap-siap (terkena banjir),” imbuh Ganjar membeberkan problem birokratis penyelesaian banjir.

Ganjar kemudian mengatakan saat musim kemarau nanti, dari bulan Maret hingga bulan September adalah waktu di mana masyarakat memiliki kesempatan untuk melakukan penanaman pohon atau penghijauan.

“Maka nanti saat musim kemarau tiba kita memiliki kesempatan untuk penghijauan,” ungkapnya.

Kemudian persoalan tata ruang, Ganjar menimpali, kawasan tengah harus ada manajemen banjirnya. Ganjar menjelaskan bahwa Kota Semarang sejak zaman Belanda sudah dibangun Banjir Kanal Barat (BKB) dan Banjir Kanal timur (BKT). Ganjar mengatakan problem banjir dengan dua kanal pengendali itu juga mengalami masalah yang terus berkembang seturut dengan bertumbuhnya masyarakat.

“Kedua banjir kanal ini digunakan untuk mengamankan kota, cuman sekarang ini kan tata ruangnya lebih rapet karena pertumbuhan penduduk dan kebutuhan ruang ekonomi. Nah ini mesti ada penegakkan hukum tata ruang seperti ruang hijau, penyerapan, dan lain-lain,” jelasnya.

Berkaca dari kajian PVMBG-BMKG, Ganjar menjelaskan ada kawasan yang termasuk kedalam kawasan banjir purba, yaitu wilayah yang tanahnya gembur dan tidak bisa digunakan untuk pemukiman dan wilayah perekonomian. Kawasan banjir purba itu sendiri baru bisa mengeras setelah jutaan tahun kemudian.

“Nah yang di hilir ini adalah Land Subsidence, dari BMKG menyampaikan pada kami bahwa ada area banjir purba, berarti kawasan yang dimaksud sejak zaman purba sudah banjir sehingga tanahnya itu lendut sehingga proses menjadi batu butuh jutaan tahun. Maka wilayah itu pemanfaatan ruangnya bukan untuk pemukiman atau perekonomian,”jelas Ganjar menyampaikan teori geologi seperti kajian yang dilakukan oleh BMKG.

Terkait dengan kebijakan tata ruang dan pemanfaatan air tanah di Kota Semarang, Pemkot telah mengambil kebijakan yang cukup baik. Yaitu dengan membatasi pemanfaatan air tanah. Namun saeturut dengan kebijakan itu, Pemkot Semarang harus bisa menyediakan ketersediaan kebutuhan air dengan menggandeng berbagai pihak.

“Sebetulnya kebijakan Pemkot Semarang sudah bagus, pengambilan air tanah dilarang, sehingga PDAM harus mensuplai air, PDAM kurang, PDAB mensuplai, masih kurang, ajak swasta untuk investasi. Maka Semarang itu sebenarnya kota yang paling menyiapkan tapi belum selesai,” pungasnya. (Mushonifin)

Baca Berita Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini