Waduh… Para Peneliti Vaksin Covid-19, Jadi Incaran Serangan Siber

A handout photo provided by the Russian Direct Investment Fund (RDIF) shows samples of a vaccine against the coronavirus disease (COVID-19) developed by the Gamaleya Research Institute of Epidemiology and Microbiology, in Moscow, Russia August 6, 2020. Picture taken August 6, 2020. The Russian Direct Investment Fund (RDIF)/Handout via REUTERS ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY. NO RESALES. NO ARCHIVES. MANDATORY CREDIT.

Jakarta (Sigi Jateng) – Di saat para peneliti COVID di seluruh dunia tengah berlomba mengembangkan vaksin yang efektif, diam-diam ternyata mereka dibuntuti oleh mata-mata dan pencuri di dunia siber.

“Pasukan” bayaran di dunia maya serta peretas yang disponsori negara tertentu, dengan nama sandi seperti Cozy Bear dan Hidden Cobra, aktif mengintai pengembangan vaksin yang dilakukan para peneliti.

Seperti dilansir dari artikel ABC Science, pekan lalu targetnya adalah European Medicines Agency, yang memiliki dokumen rahasia tentang vaksin Pfizer yang tersimpan di servernya. Sejauh ini, baru vaksin buatan Pfizer bekerja sama dengan BionTech, yang telah mendapatkan persetujuan untuk penggunaan darurat vaksinasi di Inggris dan Amerika Serikat.

Tidak jelas kapan atau bagaimana serangan itu berlangsung, atau siapa penanggung jawabnya, namun sejumlah dokumen berhasil diakses secara tidak sah. Menurut Tim Wellsmore, direktur intelijen perusahaan keamanan siber FireEye, para peneliti COVID kini menjadi sasaran empuk peretas.

FireEye memiliki 3.000 karyawan dengan klien perusahaan-perusahaan besar dan sejumlah pemerintah di negara Barat. “Ada sejumlah kelompok (peretas) yang kami lihat menarget para peneliti COVID,” kata Wellsmore kepada ABC.

Serangan terhadap European Medicines Agency dengan target vaksin yang dikembangkan Pfizer bersama BioNtech, diakui berhasil mencuri beberapa dokumen. Namun tidak dijelaskan seberapa berguna dokumen-dokumen yang dicuri tersebut.

Perusahaan dan lembaga pemerintah biasanya tidak akan melaporkan bila dibobol karena khawatir dengan reputasi mereka. Atau karena para peretas terlalu piawai sehingga serangannya tak disadari. “Apa pun yang muncul dalam pemberitaan hanyalah puncak gunung es,” kata Sergei Shevchenko.

Butuh waktu bulanan untuk menyadari adanya serangan siber. Pada tahun 2018, FireEye melaporkan rata-rata masa tunggu serangan siber (waktu sebelum serangan terdeteksi) adalah 71 hari di AS, dan 204 hari di Asia Pasifik.

Menurut Robert Potter, pakar keamanan siber Australia bekerja di Deplu AS, tidak ada bukti bahwa peretas telah mencuri data COVID yang berguna. “Saya belum mendengar laporannya,” katanya. (dtc/Dye)

Catatan Redaksi: Bersama lawan virus corona. Sigijateng.id, mengajak seluruh pembaca untuk selalu menerapkan protokol kesehatan dalam setiap kegiatan. Ingat pesan ibu, lakukan 3M (Wajib Memakai Masker, Wajib Mencuci Tangan, Wajib Menjaga Jarak, Hindari Kerumunan dan tetap menjaga Imun).

Baca Berita Lainnya’

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini