Tiga Pelajaran dari Sikap Umar bin Khathab kepada Istrinya Yang Mengejutkan Tamunya

ILUSTRASI

SIGIJATENG.ID – Sebagai Amirul Mukminin, akhlak Umar bin Khathab juga laik untuk dijadikan panutan. Sebagai sosok mukmin, Umar memiliki karakter tegas dan keras dalam membela kebenaran. Dibalik sosoknya yang keras dalam membela kebenaran, Umar bin Khathab memiliki hati yang sangat saat berhadapan dengan istrinya.

Seorang lelaki yang sangat menghargai dengan menghormati istrinya. Sungguh romantika kehidupan rumah tangganya penuh pesona dan bisa dijadikan teladan ketika timbul bibit-bibit persoalan rumah tangga. Sampai-sampai akhlah Umar bin Khatab mengejutkan tamu yang datang ke rumahnya untuk berkonsultasi.

Dikutip dari muslimah.or.id, diriwayatkan bahwa seorang lelaki yang sudah beristri ke rumah Umar bin Khathab guna mengadukan keburukan akhlak istrinya. Maka ia berdiri di depan pintu menunggu Umar keluar.

Sebelum Umar keluar, dia malah mendengar istri Umar bersuara keras pada suami Umar dan membantahnya. Sedangkan Umar diam tidak membalas ucapan istrinya.

Pria itu lalu berbalik hendak pergi sambil berkata, “Jika begini keadaan Umar dengan sikap keras dan tegasnya, dan ia seorang Amirul Mu’minin, maka bagaimana keadaanku?”.

Umar tahu kalau ada tamu keluar dan melihat orang itu berbalik (pergi) dari pintunya. Maka Umar memanggilnya dan berkata, ”Apa keperluan mu wahai pria?”.

Ia menjawab “Wahai Amirul Mu’minin semula aku datang hendak mengadukan kejelekan akhlak istriku dan sikapnya yang membantahku. Lalu aku mendengar istrimu berbuat demikian, maka akupun kembali sambil berkata, ”Jika demikian keadaan Amirul Mu’minin bersama istrinya maka bagaimana dengan keadaanku?”.

Umar berkata, ”Wahai saudaraku, sesungguhnya aku bersabar atas sikapnya itu karena hak-haknya padaku. Dia yang memasakkan makananku, yang membuat rotiku, yang mencucikan pakaianku, yang menyusui anak-anakku dan hatiku tenang dengannya dari perkara yang haram karena itu aku bersabar atas sikapnya”.

Pria itu berkata, ”Wahai Amirul Mu’minin demikian pula istriku”. Berkata Umar, ”Bersabarlah atas sikapnya wahai saudaraku…” (Kitab Al-Kabair oleh Adz-Dzahabi, hal 79 cetakan Darun Nadwah Al Jadidah).

Dari kisah sikap umar terhadap istrinya itu, ada faidah pelajaran penting bisa dijadikan acuan bagi kita semua dalam mejaga keharmonisan suami istri.

Dikutip dari hajinews.id, ada tiga Nasehat Umar Bin Khathab kepada pasangan suami istri :

Pertama: Suami hendaklah mampu menahan diri
Sikap diamnya Umar bukan berarti ia tak membela diri, justru sebaliknya. Buklahlah sebagao sosok suami yang tikut istri.  Inilah sikap mulia seorang suami. Saat istri sedang marah, menasehati istri tentu bukan waktu yang tepat.

Namun Umar memilih diam dahulu. Seorang suami harus mampu mengendalikan diri, menjaga keadaan tetap stabil sehingga tak membuka kesempatan sekecil apapun bagi setan untuk masuk dan mengacaukan suasana. Begitu suasana sudah normal, baru suami  memberikan nasehat dengan bijak. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا

“Orang Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Dan orang yang paling baik akhlaknya diantara kalian adalah yang paling baik pergaulannya terhadap istri” (HR. Imam Ahmad dengan sanad yang shahih dari seluruh jalannya (2/472)

Kedua: Senantiasa mengingat kebaikan pasangan
Ketika suami melihat kekurangan atau keburukan istri, hendaklah ia segera mengingat-ingat kembali kelebihan dan kebaikan istrinya. Menyadari bahwa manusia tidak ada yang sempurna. Ini kiat praktis agar suami tidak fokus pada kekurangan yang menyebabkan terjerumus pada penyesalan dan menumbuhkan kebencian. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
“Tidak sepantasnya seorang suami benci pada istrinya. Karena kalaupun ia membenci sebagian akhlak istrinya, di sisi lain ia akan menyukai akhlak-akhlaknya yang lain” (HR. Muslim).

Ketiga; Kesabaran berbuah manis
Salah satu kunci awetnya pernikahan adalah sabar ketika ada masalah. Ketika kesalahan pasangan masih bisa ditoleransi sebatas tidak bertentangan dengan syariat maka lapangkanlah dada dan terimalah keadaan dengan berbaik sangka. Jadilah orang yang mudah beradaptasi dan lembut demi keharmonisan pernikahan.
Ingat pesan bijak Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam’

 إِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ, لَنْ تَسْتَقِيْمَ لَكَ عَلَى طَرِيْقَةٍ, فَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اِسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَفِيْهَا عِوَجٌ
“Wanita itu seperti tulang rusuk yang bengkok. Bila engkau luruskan maka patah dan apabila engkau bernikmat-nikmat dengannyapun dapat engkau lakukan. Tetapi padanya terdapat kebengkokan” (HR. Bukhari [5184] dan Muslim [1091] dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).

Meskipun demikian seorang suami harus terus menerus membina istri, bagaimana menjadi figur wanita shalihah dan seorang istri hendaknya berjuang agar mampu menunaikan hak-hak suami sebatas kemampuan yang dia miliki.

Ketika keduanya mampu menjalani petunjukNya insyaallah biduk rumah tangga akan bahagia. Insyaallah Sakinah, Mawaddah dan Warahmah.

(diolah dari berbagai sumber).

Berita Lainnya:

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini