Sirah Nabawiyah; Muhammad SAW Pemimpin Besar yang Sederhana dan Tak Gengsi Belajar Bertani

Kemudian suatu ketika, Ali bin Abi Thalib bertanya tentang sunnah Rasulullah. Rasulullah pun menjawab; Ma’rifat (mendekatkan diri kepada Allah) adalah modalku, akal pikiran adalah sumber agamaku, cinta adalah dasar hidupku, rindu adalah kendaraanku, berzikir kepada Allah adalah kawan dekatku, keteguhan adalah perbendaharaanku, duka adalah kawanku, ilmu adalah senjataku, ketabahan adalah pakaianku, kerelaan adalah sasaranku, fakir adalah kebanggaanku, menahan diri adalah pekerjaanku, keyakinan adalah makananku, kejujuran adalah perantaraku, ketaatan adalah ukuranku, berjihad adalah perangaiku, dan hiburanku adalah shalat.

Rantai Emas

Soal cerita rantai emas, suatu ketika Rasulullah melihat putrinya Fathimah Az-Zahra sedang memakai rantai emas. Melihat hal itu, bukannya bahagia, namun Rasul malah cemas.

Rasulullah bersabda kepada putrinya,

“Fathimah, gembirakah jika orang berkata, di tangan putri Rasulullah ada seikat rantai dari api neraka?”

Mendengar pertanyaan seperti itu, kemudian Fathimah menjual rantai itu dan uangnya digunakan untuk membebaskan seorang budak.

Rasulullah pun berkata,
“Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan Fathimah dari api neraka.”

Pemimpim Besar Yang Belajar Bertani:

Rasulullah adalah pemimpin agung. Banyak orang Anshar menginginkannnya Rasul sebagai Raja besar, namun Rasul tidak menempatkan dirinya sebagai seorang raja.

Seorang raja biasanya tinggal menikmati uang dan makanan. Tidak demikian dengan Rasulullah. Beliau mewajibkan bagi dirinya sendiri bekerja agar bisa makan. Bahkan, ketika usianya sudah 53 tahun, Beliau ikut belajar bertani. Apalagi seperti kebanyakan orang Makkah, bertani adalah suatu pekerjaan baru yang masih asing bagi beliau.

Selanjutnya, Rasulullah juga menganjurkan agar kaum pria meringankan beban pekerjaan kaum wanita. Artinya pria jangan membebani istrinya dengan pekerjaan yang berlebih. Demikian pula sebaliknya, Beliau juga mempersilahkan kaum wanita yang tidak sedang sibuk dengan urusan rumah tangga, untuk turut membantu pria bekerja.

Maka, sejak Rasul sebetulnya sudah banyak kaum wanita yang bekerja. Termasuk mereka yang di Makkah dulu terbiasa hidup berkecukupan di balik dinding rumahnya.

Contoh wanita yang mau bekerja adalah Asma binti Abu Bakar. Asma bekerja dengan tangannya sendiri. Ia tidak gengsi meski ayahnya adalah saudagar kaya yang sukses. Abu Bakar membawa seluruh kekayaannya saat berhijrah, tetapi beliau infakkan semuanya untuk memberikan santunan kepada mereka yang tidak mampu bekerja.

Baca Lainnya:

Rasulullah segera menghimbau sahabat-sahabatnya yang mampu untuk mengikuti jejak Abu Bakar. Tidak pantas rasanya jika ada muslim berpakaian mewah, sedangkan saudaranya keluar rumah dengan bajunya compang-camping. Malu rasanya jika ada muslim kenyang memakan daging dan roti, sedangkan saudara-saudaranya hanya mampu memakan kurma basah.

Kesejahteraan kaum muslimin pun meningkat dengan pasti. Apalagi setelah Rasulullah meminta para saudagar kaya dari muhajirin dan Anshar membeli tanah-tanah kosong untuk dijadikan lahan pertanian. Maka, sejumlah besar kaum Muhajirin pun mendapat lahan pekerjaan. Akibatnya, hasil panen meningkat dan membanjiri pasar-pasar Madinah. Dengan cepat kaum Muhajirin sudah tidak lagi menjadi beban saudara-saudara Anshar mereka. (hn/aris)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini