Hikmah Jumat: Merayakan Kemerdekaan di Tengah Pandemi

M Rikza Chamami, Dosen UIN Walisongo
ust_Rikza_Chamami

SIGIJATENG.ID – Bangsa Indonesia selalu menjadikan bulan Agustus sebagai bulan mulia penuh kebahagiaan. Hari kemerdekaan bangsa mampu diraih dengan kekompakan dan pengorbanan. Maka rasa syukur dan semangat mempertahankan kemerdekaan ini menjadi sangat penting.

Wujud kesadaran berbangsa dan bernegara selain menghormati kemerdekaan adalah hijrah. Hijrah yang dimaksud adalah berpindah dari pikiran sempit menjadi pikiran luas, berpindah dari egoisme menuju altruisme, berpindah dari beragama serampangan menuju beragama kemasyarakatan dan berpindah dari berbangsa provokatif menuju berbangsa responsif.

Tahun 2020 ini tentunya terasa berbeda dengan tahun-tahun sebelumya. Agustus hadir masih dalam suasana pandemi covid 19. Termasuk 17 Agustus ini sangat berdekatan dengan tahun baru hijriyah (1 Muharram 1442 H). Oleh sebab itu, bagaimana nuansa kemerdekaan ini menjadi refleksi untuk mengaca diri sekaligus mengambil semangat hijrahnya Rasulullah Saw dari Makkah menuju Madinah 14 abad yang lalu.

Allah Saw berfirman dalam Surat Al Baqarah ayat 218: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Ayat ini sangat indah dan perlu direnungi sebagai tata cara bangsa Indonesia mensyukuri dan melestarikan kemerdekaan. Yakni perlu hidup di Indonesia dengan agama yang kuat (iman), tidak mudah putus asa, semangat berjuang dengan penuh tekad dan selalu dekat dengan Allah Swt.

Beragama tidak cukup untuk menyelamatkan hidup di Indonesia, jika agama tidak dipadukan dengan bermasyarakat. Demikian juga bermasyarakat tidak cukup menyatukan Indonesia, jika tidak dikuatkan dengan beragama yang moderat.

Indonesia disebutkan oleh KH Ma’ruf Amin sebagai negara kesepakatan (darul mitsaq). Negara yang sudah menyepakati hidup berdampingan dan damai. Ada juga yang menyebutkan Indonesia sebagai negara perdamaian (darus shulh) dan negara perjanjian (darul ahdi wasy syahadah).

Ini menjadi sangat penting bagi seluruh umat Islam bahwa keteguhan dalam nilai Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan Undang-undang Dasar 1945 sudah final dan perlu dijadikan pedoman hidup berbangsa dan bernegara. Sebab itu merupakan mabadi’ al wathaniyyah (dasar-dasar kebangsaan) yang menjadi prinsip kenegaraan para pendiri bangsa.

Kampanye hijrah yang disalahartikan perlu diluruskan. Ajakan-ajakan mengganti paham khilafah di negeri ini perlu diingatkan dan dihentikan. Sebab itu menyalahi kesepakatan. Para pendiri bangsa sudah membuat model terbaik untuk Indonesia yang akan terus mempertahankan persatuan dan kesatuan.

Salah satu pesan Rasulullah Saw yang perlu dipegang adalah: “Jauhuilah oleh kalian hasud (dengki, iri hati), karena hasud dapat menghapus (pahala) kebaikan sebagaimana api membakar kayu.” Bahaya hasud inilah yang masih sering dirasakan di sekeliling kita.

Agama telah melatih diri agar umatnya menghindari sifat buruk ini. Jika itu dapat ditaati dengan baik, maka akan menjadikan kekuatan yang sangat bagus dalam menyokong jatidiri bangsa.

Sangat mudah sekali jika Indonesia ingin maju dan warganya didorong untuk “Bangga Buatan Indonesia”, maka kuncinya adalah hubbul watah minal iman (cinta tanah air adalah sebagian dari iman.

Kunci cinta tanah air inilah yang dipakai Rasulullah Saw saat hijrah dari Makkah menuju Madinah. Termasuk Rasulullah membuat piagam Madinah, yang ruhnya sama dengan bangsa Indonesia membuat Pancasila. Jadikan ruh kemerdekaan ini dalam meneladani hijrahnya Rasulullah.

(M. Rikza Chamami, Dosen UIN Walisongo)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini