Data BPS: Ekonomi Jateng Minus 5.94 Persen, PKS Desak Pemprov Jateng All Out

Anggota DPRD Jateng Riyono

SEMARANG (SigiJateng) – Anggota Fraksi PKS DPRD Jateng Riyono menilai pemerintah minim terobosan dalam membangkitkan perekonomian Jateng, padahal pemerintah punya potensi yang dibutuhkan untuk menahan anjloknya perekonomian Jateng

“Anggaran pemulihan ekonomi dengan dana stimulus mencapai hampir Rp 1 triliun, hingga awal Agustus ini baru terserap 20 persen saja,” kata Riyono,  dalam rilisnya, Sabtu (8/7/2020).

Badan Pusat Statistika (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Quartal II/2020 mengalami kontraksi (minus) 5,32% dibanding periode yang sama tahun lalu. Jateng minus 5.94% lebih tinggi dari Nasional.

“Artinya pergerakan ekonomi negatif, produksi barang jasa nyaris gak ada, orang susah mencari uang, 97% penghasilan orang Jateng hanya punya 1 sumber penghasilan, orang miskin bertambah 340.000, peengganguran terus bertambah, PHK mencapai 50.000 lebih” kata Riyono

Jika pada Quartal III nanti pertumbuhan ekonomi Jateng kembali minus, maka mimpi buruk itu menjadi kenyataan.

Riyono mendesak pemerintah untuk mengerahkan all out untuk menyelamatkan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), Petani dan Nelayan jika ingin meredam laju resesi ekonomi.

Kalaupun akhirnya terjadi resesi, namun jika UMKM Petani dan Nelayan bangkit dan kembali berputar usahanya, Riyono yakin resesi tidak akan berkepanjangan.

“Pemerintah harus all out membantu UMKM, Petani dan Nelayan agar bangkit. Jika dianggap unbankable, bantu dan bimbing sehingga mereka layak mendapat bantuan modal atau kredit dari perbankan. Jangan biarkan UMKM, petani dan nelayan terus bertumbangan karena mereka kesulitan mengakses dana stimulus atau modal kerja,” tegasnya.

Padahal pemerintah sudah menempat dana di Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) sebesar Rp 30 triliun dengan harapan Himbara mampu meningkatkan kredit yang dimodali pemerintah Rp 30 triliun menjadi Rp 90 triliun selama tiga bulan. Menurutnya Jateng seharusnya mendapatkan prioritas dari pusat.

Iapun berpendapat akibat lambatnya realisasi program recovery ekonomi membuat banyak UMKM harus berusaha mencari permodalan sendiri. Beberapa di antaranya bahkan memilih untuk tutup sementara karena tak bisa mengakses pembiayaan murah.

Padahal dengan dengan bangkitnya UMKM, laju penurunan ekonomi nasional dari sisi pengeluaran bisa diredam, karena UMKM itu menjadi sandaran bagi 90% tenaga kerja nasional dan Jateng.

BPS melansir, konsumsi masyarakat anjlok hingga minus 6,51% dikarena daya beli masyarakat yang terus melorot. Jika dibedah, pada quartal I lalu, daya beli masyarakat anjlok sebesar 50% akibat pandemi Covid-19.

“Faktanya sektor pertanian, perikanan dan kehutanan mengalami kenaikan positif. Artinya nyawa ekonomi kita saat ini ditangan petani dan nelayan yang berjuang agar roda ekonomi berputar, Gubernur harus melihat fakta ini” tambah Riyono.

BPS juga merilis, tingkat konsumsi rumah tangga minus 5,51 persen, konsumsi pemerintah minus 6,9 persen, dan konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) minus 7,76 persen.

Disisi lain, pertumbuhan industri transportasi dan sektor akomodasi dan industri makanan dan minuman tercatat kontraksi (minus) 29,22 persen dan minus 22 persen.

Baca Berita Lainnya:

Riyono pun heran mengapa program bansos gagal mengangkat daya beli masyarakat bawah. Sementara itu, kelompok menengah atas pun cenderung menahan diri untuk membelanjakan uangnya karena rendahnya kepercayaan masyarakat pada kemampuan pemerintah menangani persoalan ekonomi.

“Sekali lagi tolong Pak Ganjar fokus juga ke ekonomi dengan memberikan porsi lebih kepada sektor UMKM, petani dan nelayan sebagai ujung tombak kebagkitan ekonomi Jateng” pungkasnya. (aris)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini